Episode 02

"Ibu? Nisa libur sekolah aja ya untuk hari ini?" Aku enggan untuk berangkat sekolah pagi ini.

Aku sungguh tak tega meninggalkan ibu yang sedang sakit. Namun sayangnya, ibu menolak keinginanku, "Kamu harus tetap sekolah. Beberapa bulan lagi kamu bakal melaksanakan ujian." Ucap ibu dengan suara lemahnya sambil mengelus rambutku.

Aku sudah bersiap dengan seragam sekolahku. Aku benar-benar ragu untuk pergi meninggalkan ibu sendiri. Terselip rasa takut bercampur khawatir akan terjadi sesuatu bila aku meninggalkannya sendiri dirumah.

"Ibu gak apa-apa, Sayang. Cepat berangkat, jangan sampai nanti kamu jadi terlambat loh," kata ibu sambil tersenyum lembut kepadaku.

Dengan langkah yang terasa berat, aku meninggalkan ibu yang tengah duduk diruang tamu dengan wajah pucatnya, menyusuri gang sempit dimana rumahku berada hingga sampai ke halte tempatku biasa menunggu angkot.

Dua puluh menit pun berlalu, aku sudah menginjakan kakiku dikawasan Galaxy School. Pagi ini aku merasa tak bersemangat untuk melaluinya. Pikiranku selalu tertuju pada ibu yang sedang sakit dirumah.

Bruuuk,

"Auuwwsss..." Aku mengelus keningku saat menabrak sesuatu yang terasa begitu keras. Kuangkat pandanganku yang sedari tadi hanya tertunduk. Kulihat di depanku kini sudah ada Aslan; salah satu murid populer di Galaxy School. Dialah cowok yang berhasil menarik perhatianku selama ini.

"Sorry. Aku gak lihat ada orang didepan," ucapku dengan tulus. Aku sedikit menciut saat ia hanya menatapku tajam.

Aku bergegas meninggalkannya saat tak ku dapatkan sahutan darinya. Aku harus segera menjauh dari cowok itu demi keamanan jantungku.

"Tumben lo lama?" tanya Pinkan saat aku sudah duduk di bangkuku.

Aku membuang nafas sedikit kasar sebelum menjawab pertanyaan teman setia ku ini. "Iya, niat hati sih gak mau berangkat sekolah, gak tega ninggalin ibu dirumah sendiri. Tapi ibu maksa aku, padahal ibu lagi sakit,"

"Ibu kamu sakit apa?" tanya Pinkan padaku.

"Kata ibu cuma asam lambungnya yang kambuh,"

Pinkan mengelus lenganku, ia tampak iba padaku. Pinkan tahu kalau kami tak memiliki keluarga lain disini yang bisa dimintai bantuan. Sedangkan tetangga kami juga sibuk dengan urusannya masing-masing. Ibu hanya memiliki satu adik laki-laki, tapi beliau memilih tinggal diluar kota serumah dengan mertuanya. Sedangkan orang tua ibu sudah lama meninggal.

Bel jam pelajaran pertama dimulai. Kami menunggu beberapa saat sampai seorang guru memasuki ruangan kelas XII IPS 1.

"Nur Anisa?"

"Ya, Bu?" sahutku sambil mengangkat tangan kananku.

"Kamu diminta untuk menemui kepala sekolah sekarang,"

"Sekarang, Bu?" tanya ku memastikan perintah yang diberinya.

"Iya, sekarang," jawab Bu Lusi.

Aku berdiri dan langsung bergegas menuju keruang kepala sekolah. Ada apa ya? Biasanya bila aku dipanggil kepala sekolah, itu hanya urusan uang beasiswa yang akan segera cair. Mungkin saja ya? Inikan hampir memasuki semester kedua dikelas XII.

Tok tok tok

Kuketuk pintu sebelum masuk kedalam ruangan orang nomor satu disekolah ini.

"Masuk!" titah seorang pria didalam sana.

Aku menekan hendel pintu dan membukanya lalu melangkah masuk kedalam. "Permisi, Pak? Bapak panggil saya?"

Pria paruh baya itu mengangkat pandangannya dari berkas yang ada dihadapannya. "Ya. Silahkan duduk, Anisa,"

Aku pun menuruti perintahnya tanpa berani mengeluarkan suara atau bertanya lebih pada pria itu.

Ku lihat kepala sekolah menatapku dengan wajah yang begitu serius yang membuatku menjadi deg degan.

"Begini Anisa," Pak Hendro, kepala sekolah Galaxy School membenahi posisi duduknya. "Saya sungguh menyesal atas keputusan ini yang terkesan tidak adil bagi kamu, tapi mau tidak mau saya harus menyampaikannya padamu. Beasiswa yang selama ini kamu dapatkan telah dicabut oleh pihak sekolah," ucap kepala sekolah padaku dengan berat hati.

Aku terhenyak mendapati kabar yang baru saja disampaikan padaku. Apa ini? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan fatal? Bukankah nilai-nilai ku sudah sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku untuk mendapatkan beasiswa?

"Kenapa bisa dicabut, Pak?" hanya pertanyaan itu saja yang mampu kutanyakan saat ini.

Tampak kepala sekolah menarik nafas dan menghembuskan nya dengan kasar. "Kenapa kamu bisa berurusan dengan anak dari salah satu penyokong dana terbesar disekolah ini?" tanyanya penu sesal padaku.

Aku diam, mencerna pertanyaan yang kepala sekolah berikan padaku. Aaah... Apa ini ada kaitannya dengan aku yang berseteru dengan Sisil beberapa hari lalu?"

"Saya rasa yang terjadi hanya karena hal sepele, Pak," tuturku.

"Apa masalahnya?" tanya kepala sekolah yang memang penasaran. Pasalnya papa Sisil hanya mengatakan pihak sekolah harus mencabut beasiswa atas nama Nur Anisa karena sudah membuat masalah dengan anaknya, kalau tidak segera dicabut, ia akan menarik seluruh dana yang sudah ia berikan pada sekolah ini, dan hal itu akan berakibat buruk bagi manajemen sekolah nantinya, terlebih lagi untuk gaji para guru dan para staff sekolah.

"Beberapa hari lalu saya tidak sengaja menabrak Sisil, Pak. Dan saya juga sudah minta maaf. Tapi Sisil tidak terima begitu saja hingga terjadi sedikit cekcok antara kamu," aku menjelaskan duduk permasalahannya pada kepala sekolah.

"Hanya itu?" tanya kepala sekolah seakan tak percaya dengan penjelasan ku.

Bagaimana beliau mau percaya? Bukankah itu hanya masalah sepele yang berakibat fatal bagi murid beasiswa, apalagi murid itu memang dari orang yang kurang mampu untuk bersekolah disekolah elit yang terkenal membutuhkan biaya yang banyak?

"Ya, Pak. Hanya masalah itu," mataku mulai berkaca - kaca. Aku tak menyangka akan berujung seperti ini setelah berurusan dengan Sisil.

Kepala sekolah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Sungguh tidak profesional," gerutu kepala sekolah yang masih bisa kudengar.

"Maafkan saya, Anisa. Saya tidak bisa berbuat banyak untuk kamu. Saya juga harus menyelamatkan seluruh staf dan guru-guru disini. Jadi, mau tidak mau saya harus mengorbankan kamu. Saya harap kamu masih bisa bertahan untuk satu semester kedepan," ucap kepala sekolah padaku dengan penuh sesal.

Aku bisa memaklumi itu, tak mungkin kepala sekolah menyelamatkan satu orang sepertiku dan mengorbankan banyak pegawainya disini. Aku hanya bisa mengangguk lemah, lalu permisi untuk meninggalkan ruangan beliau.

Aku berjalan gontai menuju kelas ku. Kuhapus lelehan air mata yang sudah membasahi pipiku. Hingga langkahku terhenti saat seseorang berkata dan menyindirku.

"Adu ... duh ... duuuuh .... Kasian banget yang gak bisa sekolah geratis lagi,"

Aku menoleh untuk melihat orang yang bahagia diatas penderitaan ku. Wajahnya tampak begitu bahagia dengan kemalanganku ini, namun aku hanya bisa menatapnya denagn nanar. Ada ya orang yang setega ini ingin menghancurkan orang lain hanya karena hal sepele?

Sisil berjalan mendekatiku dan sedikit membungkukkan tubuh tingginya dihadapan ku. "Makanya, jangan pernah cari masalah sama gue kalau lo gak punya apa-apa." Setelah berucap seperti itu, ia meninggalkanku yang hanya bisa mengepalkan kedua tanganku.

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

PASTI ULAH SISIL TUHH

2023-10-22

0

Aminah Adam

Aminah Adam

lanjut

2023-07-15

1

Ana_Mar

Ana_Mar

mulut sisil tuu perlu di robek..ituu tuuu pasti didikan ortunya yang ga bener...

2023-07-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!