“Ah … Rio!”
“Dikit lagi sayang,” ujar Rio sambil menaikan tempo. “Argh!”
Rio pun mengeluarkan segala sisa-sisa kenikm*tan itu, ia semprotkan semua kedalam lubang hangat Agatha. Dan jatuh tergeletak di samping Agatha yang juga sedang berbaring sambil nafasnya terengah-engah. Dua sejoli itu pun tertidur.
***
Malam ini Sashi duduk di balkon sambil menghisap beberapa batang rokoknya. Ia membayangkan nasibnya,
mungkin nggak ya aku nanti menikah dengan Rio? Ia pun akhirnya kilas balik bagaimana dia dulu bertemu hingga akhirnya saling mencintai.
Saat itu Sashi masih SMA belum lama dia tinggal sendirian, dia bekerja paruh waktu di sebuah kafe ketika sepulang sekolah. Untuk keberlangsungan hidup karena orangtuanya benar-benar menghilang. Hanya beberapa bulan setelah dia memutuskan hidup ngekos sendiri, dia pulang untuk mengambil beberapa barang yang dulu ia tak bisa bawa. Namun saat sampai di sana, terlihat tulisan ‘DIJUAL’ besar tertempel di gerbang rumahnya. Dia sudah tahu bahwa ibunya pindah, namun ia tak tahu ibunya menjualnya.
Hati Sashi saat itu benar-benar kecewa, hanya rumah itu satu-satunya kenangan dia. Hanya itu yang mengingatkan bahwa Sashi pernah punya keluarga, orangtua dan kebahagiaan di masa kecilnya. Dia hanya bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan semesta pun merestui dengan menurunkan hujannya untuk menemani Sashi.
Cukup lama juga dia terlihat menangis di depan rumah masa lalunya itu, akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Dia kembali ke kos sebentar untuk menenangkan diri. Bagaimanapun, 3 jam lagi dia harus bekerja.
Ma … Pa … kenapa kalian jahat sama Sashi? Kenapa Sashi dilahirkan hanya untuk menderita. Sashi salah apa sama Papa dan Mama. Sashi ingin mati saja!
Ungkapnya, sambil ia terus mengalirkan air matanya yang sedari tadi semakin deras. Dia benar-benar benci akan hidupnya. Bahkan saat itu, angin yang masuk melalui celah jendela pun terasa sangat dingin.
Sashi butuh pelukan …
Rintih nya sambil meringkuk kedinginan, dia memandang ke arah luar. Hujan yang tidak begitu deras itu serasa memanggilnya. Dia beranjak dan membuka jendelanya, sambil menikmati angin serta percikan kecil air hujan di wajahnya. Dia terus menangis seakan air matanya tak ingin berhenti. Ia tak punya siapa-siapa, bahkan teman pun tak ada.
Setelah cukup lama bersedih, tangisannya pun dihentikan oleh ponselnya yang berdering. Telepon masuk kala itu dari teman kerjanya yang sama-sama anak paruh waktu, Meta.
“Iya halo kak Meta.” Sambil Sashi usap pipinya yang basah oleh air matanya itu. “gimana?”
“Sas, kesini sekarang deh. Mbak Evi mendadak pulang. Disuruh Mas Nino nih aku buat telepon kamu.”
“Oh gitu, aku boleh mandi dulu nggak sebentar?” Sashi beranjak dari duduknya dan mengambil handuknya.
“Oke. Buruan ya!”
“Iya kak!”
Sashi pun cepat-cepat mandi, ia bergegas merapikan diri dan berdandan. Dia berlari karena takut partnernya menunggu. Sampai di persimpangan jalan dia menabrak seorang laki-laki.
Bruk!
“Oh maaf maaf ...” Ucap Sashi seraya membungkuk.
“Maaf … maaf …punya mata nggak sih!” bentak lelaki itu sambil mendorong bahu Sashi, hingga ia agak mundur sedikit. Kemudian salah seorang temannya yang terganggu melihat keluguan temannya pun beranjak.
“Hey.. hey bro. santai dong sama cewek,” katanya sambil menahan temannya yang sedang marah. “udah.. udah gapapa bro! dia nggak sengaja.”
Pria baik itu menyuruh Sashi pergi.
“Makasih kak!” timpal Sashi sambil membungkukkan dirinya, dan berlari melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di kafe ia bekerja, Sashi lekas ke belakang untuk bersiap-siap karena memang rekannya terlihat kerepotan. Dia memakai apron nya dan membantu temannya yang kewalahan.
Di saat itu datanglah gerombolan laki-laki tadi yang Sashi tabrak untuk sekedar minum kopi disitu. Sashi belum menyadari bahwa itu mereka. Dia berjaga di meja pemesanan, lalu salah seorang dari mereka sadar.
“Eh bukanya itu cewek yang nabrak kamu tadi bang?” celetuk salah seorangnya. Semuanya menoleh ke arah Sashi.
“Maaf ya kak.” Ucap Sashi dengan sopan sambil membungkuk.
“Udah nggak papa kok … Sa-shi …” Balas seorang lainnya sambil membaca name tag Sashi sambil mengerutkan dahinya, “Kalian cari tempat duduk duluan. Biar aku yang traktir.”
Mereka pun bersorak bahagia, dan akhirnya memilih pesanan. Sashi melayani dan mencatat semua pesanannya. Tetapi laki-laki gagah penyelamat Sashi tadi tidak berhenti menatap Sashi. Saat teman-temannya berlalu, ia pun memberanikan diri berkenalan dengan Sashi.
“Rio,” laki-laki tampan itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Eh sorry, kenalin nama aku Rio.”
Sashi membalasnya dengan senyuman, “Sashi kak.”
Rio terus menatap wanita itu, sampai pesanan mereka datang. Namun Sashi tidak menyadari Karena pikiran dia penuh oleh kesedihannya. Mereka pun kembali ke aktivitas masing-masing, meskipun sesekali Rio curi-curi pandang ke Sashi.
Waktu menunjukan pukul 9 malam, 2 jam lagi Sashi baru pulang kerja.Inilah jam istirahat dia, karena dia tidak lapar dia memutuskan untuk merokok saja di tepi danau dekat cafenya. Sambil menikmati sebatang rokoknya, Sashi melamunkan kesedihan yang tadi siang ia alami. Dia menangis lagi, meskipun tadi sudah mencoba untuk sibuk, namun nyatanya dia teringat akan nasibnya.
“Emang rokok pas sih buat nemenin kesedihan tu,” Ucap seseorang yang tiba-tiba datang dan duduk di samping Sashi, Sashi hanya menoleh dan tidak peduli. “Boleh aku duduk disini?”
“Aku belum ijinin kamu udah duduk tuh.” Jawab Sashi agak ketus.
“Lah galak amat,” godanya sambil ikut menyalakan rokok. “Gua tahu hidup sendiri itu nggak gampang, aku nih dari kecil ga pernah ketemu Orangtua aku.”
Sashi menoleh, “maksud kamu kak?”
“Gue cuma cerita aja, kata orang denger cerita orang tu bikin kamu lupa sama masalah sendiri.” Sashi hanya diam. “Gua SMA kayak kamu, sekolah cari duit sendiri. Orangtua aku meninggal, dan aku gede sama keluarga tante aku. Karena mereka cuma mau manfaatin aku, ya aku pergi aja.”
“Sebentar kamu tau dari mana aku masih SMA?”
“Muka kamu keliatan. Haha!” Sashi mengernyitkan dahinya. “Lah emang! Bener kan? Cantik, tapi tadi. Sekarang enggak.”
“Hah?” Sontak Sashi makin keanehan. “Tunggu dulu, kamu yang kenalan ma aku tadi kan? Rio bukan?”
“Inget juga kamu sama aku …” Rio menoleh, Sashi pun beranjak tapi tangannya ditarik Rio. “Berhenti dulu dong nangisnya, sayang wajah cantik kamu ketutupan.”
Sashi tersipu malu dan menghempaskan tangannya, “Aku mau kerja!”
“Eh tunggu,” Rio pun ikut bangkit. “Aku boleh minta nomer kamu nggak? Akumau cerita banyak sama kamuu.”
Sashi pun tidak peduli dan terus berjalan, namun Rio mengikutinya. Itulah awal pertemuan mereka. Dan berlanjut hingga sekarang.
***
Sashi tersadar dari lamunan, oleh angin semilir di balkonnya. Dia sampai lupa waktu saking asyiknya mengenang pertemuan awal dia dengan Rio.
“Eh jam berapa ini, kok kak Rio nggak ngechat ya …”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Người này không tồn tại
Gue ga bisa berhenti baca!!
2023-07-13
0
Shreya Das
Nggak sabar pengen tahu kelanjutannya, jadi author jangan pelit-pelit ya.
2023-07-13
0
✨(。•́︿•̀。)✨
Jleb banget!
2023-07-13
0