"Kita ke cafe, yuk, Sayang! Sekalian kita makan siang. Kamu belum makan, 'kan? Pasti kamu lapar?!" ucap Yilzid merapatkan wajahnya di muka Ilker sambil mengelus dadanya lembut, seperti yang dia lakukan selama berpacaran.
"Sayang! Selain cafe gak ada tempat yang lain?" tanya Ilker menatap Yilzid yang masih menempel di pelukannya, mencium rambut Yilzid yang tergerai dan selalu harum.
"Engga ada," jawabnya melepaskan pelukan.
Ziya Yilzid wanita yang berusia 29 tahun itu begitu menggoda. Dia sangat bisa memuaskan hati Ilker walau hanya cuma bertemu sebentar, semenjak pernikahan yang menjerat sang kekasih.
"Ya sudah!" kata Ilker berdiri. Mengikuti kemauan sang pujaan hati yang sudah bersedih akibat pilihannya.
"Kamu serius, Sayang... ?" Yilzid langsung bangun dari duduknya dengan senang. "... kita jadi, keluar?" tanya Yilzid tidak menyangka. Maju dan ingin memeluk erat Ilker.
Namun, sayang kali ini Ilker telah berjalan lebih dulu meninggalkannya. Rasa tidak enak hati akan Dhyia di rumah, mendadak terasa baginya.
Melihat sikap yang tiba-tiba berubah seketika membuat Yilzid sedikit diam terheran. "Sayang! Kamu ada masalah?" tanya Yilzid dari belakang menghentikan kaki Ilker.
"Tidak. Aku hanya ingin melihat sesuatu yang ketinggalan di dalam mobil," jawab Ilker yang sudah di depan pintu membelakangi Yilzid.
"Owh! Aku pikir kamu sudah mulai berubah," sambung Yilzid yang sudah mulai mencium aroma kecurigaan.
Ilker pun keluar dengan hati yang semakin gelisah. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba terbayang oleh wajah istrinya yang tadi baru menangis. Selama ini Ilker tidak pernah melihat sekali pun wajah istrinya ketika menangis, apalagi memohon sebab dia paling tidak bisa melihat wanita bersedih.
"Sayang! Apa sudah siap?" tanya Ilker sedikit keras. Berdiri di luar menenangkan pikirannya. Berdiri rapi dengan pakaian kemeja kotak-kotak warna hitam dan jeans pria skinny sobek serta sepatu slip on terbaru Brand varka yang terlihat santai. Sungguh menyenangkan bagi hidup seorang Ilker, bisa memakai pakaian dan barang yang branded. Sekali pun gaya Ilker, seperti itu memakai celana jeans sobek. Akan tetapi, celana itu masih dalam kategori sopan yang memakai bahan kain yang ditempel dengan warna senada sehingga tidak menghilangkan nilai bahan yang terlihat bagus.
"Sudah sayang," jawab Yilzid yang berdiri di belakang Ilker. Memakai pakaian yang berjenis Bludru blue yang menampakkan setengah kakinya dan bidang dadanya, meski sedikit agak sopan serta tidak ketinggalan sepatu high heels blink-blink yang berwarna hitam. Sungguh menarik perhatian bagi yang suka memandangnya. "Sayang! Aku sudah siap," kata Yilzid dari belakang dengan rambut pirang panjangnya yang tergerai dengan rapi, seperti biasa yang dapat membuat Ilker mabuk terpesona.
Sontak Ilker yang berdiri sambil melihat jam yang melingkar di tangannya, memutar badan ke arah wanita yang selama ini selalu diperjuangkannya.
" Kita akan makan di cafe temanku," ucap Ilker menatap Yilzid tidak, seperti biasanya. "Temanku ada pemilik cafe. Kamu pasti suka di sana?!" lanjutnya berjalan lebih dulu.
Untuk saat ini , Yilzid memerhatikan Ilker dengan serius. Aneh sekali bagi Yilzid. Ilker yang selama ini melontarkan pujian terhadap dirinya. Ini tiba-tiba tidak. Hal inilah yang membuat Yilzid semakin takut kehilangan Ilker.
"Sayang! Kalau kamu tidak suka. Kita gak usah jadi, pergi," singgung Yilzid yang mengikuti Ilker dari belakang. Menatap heran perubahan Ilker setelah obrolan di ruang tv.
"Kenapa? 'Kan, kamu belum makan siang? Jadi, sekarang kita makan siang bersama," ucapnya membukakan pintu mobil untuk Yilzid.
"Tapi, Sayang! Kalau kamu lelah kita istirahat saja di dalam," bujuk Yilzid merayunya, melihat Ilker yang menutup pintu dari balik kaca mobil.
Ilker pun masuk dan memasukkan kunci mobil ke dalam lubangnya. "Tenang Dudu. Aku akan ada untuk mu," ucap Ilker yang sudah mengetahui perasaan pacarnya sambil memegang kemudi menghidupkan mobil dan menatap lurus.
"Tapi sayang... ." Yilzid.
"Ssttt!" Ilker.
Yilzid pun diam setelah Ilker menempelkan jemari telunjuknya di kedua bibirnya yang merah dan seksi itu. Mobil pun segera melaju membelah jalanan yang ramai.
Sementara di dalam kamar yang besar, Dhiya masih saja duduk di atas sajadah meneteskan air mata menangisi dirinya yang malang.
"Nyonya!" panggil Benar mengetuk pintu kamar. Datang membawa makanan untuk Dhiya.
Dhiya yang masih menangis seketika tersentak. "Iya, Bi," sahutnya menghapus air mata dan melepaskan mukena. Berjalan membuka pintu. "Ada apa, Bi?" tanya Dhiya yang sudah melihat makanan di tangan Benar.
"Nyonya makan dulu! Nanti Nyonya sakit," kata Benar dengan lembut, melihat nampan yang dibawanya.
Dhiya langsung tersenyum melihat perhatian dari Benar yang dari dulu sampai sekarang tidak berubah. "Bi! Engga perlu repot-repot. Nanti kalau saya lapar. Saya akan turun ke bawah," terang Dhyia yang merasa tidak enak hati.
"Engga apa-apa, Nyonya. Jangan sungkan-sungkan. 'Kan, Nyonya sudah lama kenal sama saya," lanjut Benar yang berusaha untuk menghibur istri tuan mudanya. "Lagi pula, Nyonya. Mendiang Ibunya Tuan muda dulu sangat sayang sama, Nyonya. Dia sangat memperhatikan Nyonya. Bahkan memperlakukan Nyonya, seperti putrinya sendiri," ungkap Benar menghibur Dhiya sambil menyerahkan nampan.
Dhiya merasa sangat bahagia seolah masalah yang terjadi seakan tidak pernah ada. Ibu Afsheen adalah sosok seorang wanita yang sudah menjadi sebagai pengganti ibunya yang telah tiada.
"Terima kasih, Bi. Saya jadi, merasa tidak enak," ucap Dhiya melihat nampan yang dibawa, Benar. "Bi! Lain kali tidak perlu repot-repot. Biar saya sendiri aja yang turun kebawah untuk makan."
"Itu sudah menjadi kewajiban saya, Nyonya," balas Benar. "Kalau begitu saya permisi dulu!Masih ada kerjaan di dapur, Nyonya," pamit Benar meninggalkan Dhiya.
"Sekali lagi terima kasih, Bi," kata Dhiya.
"Iya, Nyonya sama-sama," balas Benar kembali menoleh ke arah Dhiya yang berdiri menutup pintu.
Tiba di cafe!
Tidak berapa lama mobil mewah yang membuat wanita terpana berhenti di tempat parkir. Ilker pun turun dari dalam mobil sambil membukakan pintu mobil dan menyuruh Yilzid yang sudah menjadi kekasihnya selama lima tahun itu turun.
"Turunlah, Dudu! Kita sudah sampai," kata Ilker menatap Yilzid yang duduk masih bingung bercampur rasa takut ketika melihat perubahan pria yang selama ini dikenalnya tidak lagi bersikap hangat selama di dalam mobil.
"Sayang! Apa ada yang aneh dari penampilanku?" tanya Yilzid membuka mulut. Keluar dari mobil.
"Kamu seperti biasa yang selalu membuatku kecanduan," jawab Ilker menarik bibirnya dengan berat. Menutup pintu mobil dan berjalan bersama Yilzid. Namun, kali ini sikap Ilker kembali terlihat berubah. Dia yang tidak pernah melupakan untuk bergandengan saat jalan bersama, kali ini malah berubah. Selama berjalan bersama, Ilker sama sekali tidak menggandeng tangan kekasihnya.
Dia tampak santai berjalan sendiri. Yilzid yang melihatnya pun, semakin bertambah cemas. "Sayang! Kamu ada yang kelupaan, gak?" tanya Yilzid mencoba mengingatkan Ilker.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments