Prasangka buruk terhadap Dhiya Kharya

Dhiya Kharya wanita yang tegar yang berusia 25 tahun itu terus mengatakan yang sebenarnya, antara ia dan mendiang nyonya Afsheen.

"Mas! Aku sendiri tidak tahu, kalau Ibu berencana menjodohkan kita," rintihnya. "Kalau Mas tidak mau. Lalu, kenapa Mas yang datang melamarku? Dhyia menatap lelaki yang masih membelakanginya. "Tapi, sekarang..., setelah semuanya terjadi, di malah Mas yang menuduhku," lanjutnya dengan deraian air mata. "Kenapa Mas setega itu terhadapku?" tanyanya dengan nada suara serak dan air mata. "Mas yang mendahulukannya. Tapi, Mas yang menyalahkanku. Kenapa Mas? Kenapa!?" teriaknya terus bertanya. "Seharusnya, Mas menolaknya dan mengatakan yang sebenarnya pada 'ku. Huhuhu!" Dhyia terus menangis tersedu-sedu. "Mungkin aku akan mengerti," katanya lagi sambil menangis, menatap punggung lelaki yang enggan untuk menoleh ke arahnya dengan kedua bola mata berkaca-kaca.

"Alah! Jangan banyak bicara kamu!" bentaknya dari depan, bingung karena terjebak dengan pertanyaan sang istri. "Aku tau? Kau senangkan?" lanjutnya bertanya balik. Menarik dasi yang melingkar di kerah bajunya dengan kasar. "Itu cuma alasanmu saja. Karena aku tau. Kau ingin tinggal di rumah yang besar ini, 'kan?" Dia kembali melayangkan pertanyaan miring, memutar badan menatap ke arah sang istri dengan pias.

Suara isak tangis bercampur sesenggukan masih terdengar membelenggu jiwa, meski pelan.

"Astaghfirullah, Mas. Aku engga pernah sedikit pun, menginginkan hartamu," jawabnya dengan nada suara yang serak dan tenggorokan perih. "Aku tau aku bukan siapa-siapa. Dan aku tidak sepadan dengan kalian. Tapi, aku tulus menikah denganmu. Bukan karena hal yang lain. Apalagi seperti yang kamu tuduhkan!" lanjutnya dengan tegas. Menatap suaminya yang bermuka masam dengan kedua bola mata memerah.

Dari bawah suara pertengkaran mereka kembali terdengar oleh Benar. Benar yang sedang menyusun dan merapikan vas bunga, menaikkan kepala, menatap ke lantai atas tepat ke arah kamar nyonya dan tuan mudanya.

membelenggu jiwa. "Tapi, kenapa Mas yang datang memberiku penawaran pernikahan? Kalau Mas tidak setuju..., kenapa Mas mendahulukannya?" tanyanya dengan nada suara bercampur serak dan air mata. "Kenapa Mas?" tanyanya kembali berdiri menatap punggung pria yang enggan untuk membalik ke belakang untuk menoleh ke arahnya walau hanya sebentar. "Seharusnya Mas menolaknya dan mengatakan yang sebenarnya pada 'ku, huhuhu!" Dhyia terus menangis tersedu-sedu.

"Betul, Mas. Nyonya yang membujukku agar mau menikah denganmu. Dia memohon supaya aku mau menjadi istrimu." Dhyia mengungkapkan semuanya dengan pilu.

Sebenarnya pada saat itu ia ingin menghilangkan rasa cintanya terhadap lelaki itu.

dari dari dalam lubuk hatinya yang pada saat itu. Sebenarnya ia ingin menghilangkan rasa cintanya terhadap Ilker Can Carya. "Ibu, memohon, Mas. Supaya aku mau menikah dengan mu." Dhiya Kharya menatap sang suami yang memutar badan berdiri membelakanginya kembali sambil menaruh tangan di kedua saku celananya.

"Itu hanya alasanmu saja! Supaya aku bersimpati padamu, iya 'kan?" balas Ilker, membelakangi sang istri kembali sambil menaruh kedua tangan di saku celana. "Kalau kau mau tinggal di sini, bilang saja! Aku akan mengizinkanmu untuk tinggal di sini. Tidak perlu kau harus menikah dengan 'ku!" tandasnya enteng. Menjatuhkan pandangannya ke bawah, melirik sedikit ke arah wanita yang masih berdiri di belakangnya.

Dari atas suara keributan masih terus menggema memenuhi langit-langit ruangan. "Kasihan, Nyonya. Dia selalu di salahkan terus ," gumam Benar, menatap ke lantai atas. Berjalan meninggalkan vas bunga yang sudah tertata rapi.

Pertengkaran yang terjadi di antara mereka berdua setiap hari membuat telinga Benar dan pak Altan semakin sakit, bahkan suara itu semakin hari semakin memekik terdengar hingga ke dapur yang membuat jantung pak Altan terkadang ingin copot. Terutama suara Ilker.

"Seperti biasa mereka selalu ribut?!" kata pak Altan yang berjalan keluar membawa gelas sambil melihat ke arah sumber suara.

"Mas, kenapa sih? Kamu itu gak pernah percaya samaku?" tanya Dhiya lagi. Tangisan yang belum juga usai. "Asal Mas tau? Aku juga gak pernah mau hal ini terjadi!" lanjutnya, menunduk dengan butiran kristal yang berjatuhan membasahi lantai. "Kalau saja aku kayak gini akhirnya. Sekuat apa pun, Tante dulu memaksaku. Aku gak akan pernah mau!" katanya lagi dengan linangan air mata.

Ilker Can Carya pemuda yang berusia 37 tahun itu terus berdiri tegak lurus, menutup rasa belas kasihannya terhadap wanita itu.

"Kau sangat pandai mencari simpati," ucapnya ketus. "Wanita, seperti mu itu, hanya topeng. Berpura-pura baik di depan orang yang baik denganmu," sindirnya dengan pedas dan langsung mematahkan kembali hati Dhyia. "Kalau kau mau. Aku bisa mencarikan untukmu laki-laki yang lebih kaya," ucapnya, memutar badan menatap istrinya yang sudah bermandikan air mata.

"Tapi laki-laki itu bukan aku!" tegasnya.

Hatinya berdenyut nyeri ketika pria yang menjadi suaminya mengatakan itu.

"Mas, kalau saja kau tau? Aku sebenarnya sangat mencintaimu," katanya di dalam hati sambil mengelap air mata dengan tangannya. Memutar badan melangkah mendekati tempat tidur. Menatap nanar keluar jendela sambil mengulang mengingat semua.

Meski sebenarnya hati kecilnya perih mendengar keluh kesah wanita yang sudah ia nikahi. Akan tetapi, ia enggan mengakuinya. Dikarenakan cinta butanya terhadap wanita masa lalunya yang membuatnya lupa dan menjadikannya pria yang kasar. Tetapi ia masih menaruh rasa iba walau itu cuma sedikit.

"Setiap aku datang ke rumah ini! Kau selalu menangis. Lama-lama aku bisa gila!" katanya, mendengus kesal. "Kau itu semakin menambah masalahku menjadi besar!" sentilnya, sambil memijat-mijat kening dengan kuat. "Hari ini alasanmu itu! Besok, apalagi alasanmu." Melemparkan dasinya dengan kasar ke lantai. "Aku muak melihatmu!" sentaknya, meninggalkan sang istri dan masuk ke dalam kamar mandi.

Braugh!

Deg!

Dhiya Kharya pun terkejut ketika mendengar pintu yang terhempas dengan kuat . Sontak jantungnya ingin copot seketika. Memutar kepala melihat ke arah pintu. Pria yang ia kenal dulu tidak pernah melakukan hal sekasar itu sebelum pernikahan, pikirnya. Menelan saliva dengan kasar.

"Dhiya!" teriak Ilker dari dalam kamar mandi.

Dhiya yang ingin mengambil tas sontak menghentikan tangannya setengah mengayun di udara, memutar kepala menoleh ke arah sumber suara. "Iya, Mas," sahutnya, mengambil tas segera dan meletakkannya di dalam lemari kaca, khusus tempat penyimpanan barang-barang milik sang suami. "Ada apa, Mas?" tanyanya dengan nada suara lembut bercampur serak. Menghampiri pintu kamar mandi.

"Apa lampunya mati?" teriak Ilker bertanya dari dalam. Menutup kedua matanya dengan rapat demi menahan perih air shampo yang menetes.

"Tidak, Mas," jawab Dhyia pelan.

"Lalu kenapa shower nya mati?" tanyanya lagi dengan kesal. Mengerjitkan kedua mata sambil menggoyang-goyang tangkai shower.

"Aku tidak tau, Mas. 'Kan, Mas yang mandi di dalam," jawab Dhiya enteng dari balik pintu.

"Aaagh, cih! Sial!" Erang Ilker, memukul handuk yang tergantung di dinding. " Hari ini gak ada yang menyenangkan, cih!" katanya lagi dengan kesal, mencuci mukanya dengan air shower yang mulai menetes.

Dhiya yang masih berdiri di depan pintu mendadak panik sebab ia tidak mendengar lagi suara lelaki itu. "Mas! Apa airnya sudah hidup?" tanyanya balik dengan nada suara khawatir.

"Sudah, pergi sana! Jangan sebut-sebut namaku!" sentaknya dari dalam.

Sekali lagi Dhyia diam menutup mulutnya dengan rapat. Pernikahan semakin hari semakin membuatnya tersiksa seakan ia tidak sanggup lagi untuk hidup. "Apa pernikahan ini harus aku akhiri saja?" gumamnya bertanya pada dirinya sendiri. "Rasanya, aku sudah tidak kuat lagi hidup dengan orang yang selalu menyalahkan dan menuduhku yang bukan-bukan setiap hari." Menyeret kedua kaki mengambil dasi yang teronggok di lantai.

Jeglek!

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka yang membuat Dhyia kembali terkejut. Ilker yang tadi menjerit, seperti orang yang kebakaran jenggot, berjalan dan membuka lemari.

"Mas, kamu mau ke mana?" tanya Dhiya, menaikkan tubuhnya sambil memegang dasi.

Ilker langsung melayangkan tatapan tajam dengan raut muka masam penuh kebencian . "Kau tidak perlu tau! Dan kau tidak perlu repot-repot mengurusku!" jawabnya.

"Mas! Aku, 'kan istrimu. Jadi, sudah sewajarnya aku bertanya. Aku juga harus tau. Kalau Mas, mau pergi ke mana?" tanya Dhiya lagi, mengikuti langkah pria itu dengan kedua bola mata sembab.

"Urus saja dirimu sendiri," balasnya dengan ketus, membuka lemari. "Dari dulu sampai sekarang kita sudah sepakat untuk tidak saling mengurusi satu sama lain," ucapnya, mengambil baju kesukaannya, pemberian dari sang pujaan hati sebagai hadiah ulang tahun. Berjalan ke ruangan ganti dengan handuk yang menutupi setengah tubuhnya.

Dhyia langsung diam seribu bahasa. Berdiri tegak lurus, seperti patung. Mendengarkan omongan itu dengan ikhlas.

Ilker kemudian menghentikan langkahnya lagi, memutar badan ke belakang. "Kau tidak perlu mengurusku," ucapnya sekali lagi mengulangi, menutup pintu dengan kasar.

Di dalam kamar ganti ia masih saja terbayang-bayang wajah istrinya yang menangis tadi. Entah kenapa tanpa sengaja wajah itu hadir di hadapannya? Rasa sedih dan tidak tega tiba-tiba menganak di dalam hatinya.

.

.

.

Bersambung...

Episodes
1 Awal mula pernikahan
2 Di meja makan termenung seorang diri
3 Prasangka buruk terhadap Dhiya Kharya
4 Kemesraan di tengah masalah
5 Kejadian sepanjang dalam perjalanan
6 Di cafe
7 Dilema dalam diri masing-masing
8 Keributan di tempat parkir
9 Melihat sebuah foto
10 Kemarahan di diskotik
11 Untuk pertama kalinya
12 Keputusan Dhyia yang disambut Ilker
13 Sedih dan sesal mengenang keputusan Afsheen
14 Menahan rasa yang menganak di dalam hati
15 Keributan di atas tangga
16 Ilker berusaha menjauh
17 Menyembunyikan panggilan dari Yilzid
18 Panggilan di tolak
19 Semburan terhadap Alen
20 Dhyia pertama kalinya ke kantor
21 Berita yang membuat Ilker terkejut
22 Luka yang mengingatkan masa lalu
23 Kekaguman Dhyia terhadap sang suami
24 Kabar berita yang membuat Yilzid terkejut
25 Ke rumah Yilzid melihat foto
26 Kedatangan Gohan Hakan
27 Permintaan yang buat menyesal
28 Terkejut melihat foto
29 Kepanikan Dhyia Kharya
30 Kesenangan Gohan Hakan
31 Yilzid mendadak berdiri
32 Alen dan Cecar
33 Mencari model
34 Kejahilan Balin dan kekesalan Altan
35 Terciduk oleh tingkah sendiri
36 Amplop cokelat yang membuat Dhyia gemetar
37 Kedatangan Yuzer
38 Masalah Yuzer dan Candaan sahabat
39 Perbincangan di kafe dan kebiasaan Alen
40 Mimpi Alen yang tidak terwujud
41 Dugaan Alen jadi, kenyataan
42 Bingung setelah semburan api
43 Teringat amplop cokelat
44 Benar perihatin melihatnya
45 Dhyia dan Benar terkejut
46 Perhatian yang tidak di anggap
47 Jatuh sakit
48 Ketahuan oleh sang istri
49 Dulu dan sekarang berbeda
50 Kekhawatiran sang istri
51 Di balik sifat Altan dan Cecar
52 Penjelasan yang melegakan hati Dhyia
53 Resep dokter
54 Slide masa lalu terdengar kembali
55 Mendapatkan ide brilian
56 Mencoba bersikap sabar
57 Dhyia kembali di uji
58 Mengusir istri dari dalam kamar
59 Kembali ke kamar belakang
60 Keinginan Ayah dan anak yang bertentangan
61 Kekesalan dua anak yang berbeda
62 Dhyia mencoba kembali
63 Selembar memo
64 Perdebatan Ilker dan Yilzid
65 Pertanyaan Ilker tentang mobil yang terlihat olehnya dari CCTV
66 Munajat sang wanita
67 Kegelisahan Ilker
68 Kecemasan Bi Benar
69 Pertama kalinya memberi nasihat
70 Mendadak menerima perhatian
71 Ilker yang terbuai dengan Dhyia
72 Ilker dan Yilzid asyik berbalas pesan
73 Persiapan Ilker dan juga Gohan Hakan
74 Kecurigaan Dhyia terhadap suami
75 Rahasia Ilker dari istri
76 Di ruang rapat
77 Pergi liburan
78 Kebahagiaan Ilker dan Yilzid di tengah duka Dhyia
79 Di dalam mobil dan di atas sajadah
80 Kerinduan sang adik dan kemarahan Yilzid
81 Kegelisahan
82 Tekanan Gohan Hakan terhadap Yuzer dan kemarahannya kepada pengawal
83 Di restoran dan di rumah
84 Keberangkatan Rana dan di tempat parkiran
85 Di atas kapal
86 Kedatangan Rana Carya
87 Kepanikan Ilker
88 Ilker tiba di rumah
89 Mengompres sang istri
90 Rana singgah di kafe Asil
91 Kebahagiaan Gohan Hakan
92 Rana tiba di rumah
93 Perintah Ilker yang membuat Benar pusing
94 Omelan Ilker yang menekan batin Alen dan Cecar
95 Dhyia yang berusaha tegar
96 Kedatangan Yuzer yang membuat Ilker terkejut
97 Benar mendadak pulang
98 Ketakutan Yilzid
99 Kemarahan Rana
100 Cibiran Rana yang menguras air mata
101 Sebuah ancaman yang mematikan Burcu
102 Kecurigaan Yilzid dibalik kerjasama
103 Kebencian Ilker dan kepanikan Dhyia
104 Perdebatan Pevin dan Yilzid
105 Peringatan keras terhadap Pevin
106 Tiket pesawat di dalam saku celana
107 Ilker shock setelah mengetahui yang sebenarnya
108 Memutuskan pergi
109 Ucapan Rana yang membuat Dhyia miris
110 Tiba di rumah kerabat
111 Perlakukan sang Bibi setelah melihat ke datangannya
112 Kekonyolan Pevin demi menolong Yilzid
113 Penemuan tiket pesawat di atas tolet
114 Ilker mendesis kesal
115 Makan siang
116 Makan siang part 2
117 Makan siang part 3
118 Makan siang Part 4
119 Yilzid tiba di rumah
120 Kemarahan Ilker
121 Di ruangan olahraga
122 Di dalam lemari
123 Di tengah jalan
124 Di tengah jalan part 2
125 Pesta
126 Pesta part 2
127 Serangan di tempat pesta
128 Serangan di tempat pesta part 2
129 Pertengkaran di kamar hotel
130 Pergi mencari kerja
131 Pergi mencari kerja part 2
132 Pemotretan yang berujung penyekapan
133 Berita pagi menyibukkan semua orang
134 Berita pagi menyibukkan semua orang part 2
135 Berita yang membuat terpukul
136 Kemarahan Rana dari balik telepon Dan kemarahan Gohan Hakan
137 Ilker dan Yuzer bertemu lagi
138 Duduk di balik pintu kamar
139 Membatalkan pencarian Yilzid
140 Kejadian di lapangan hijau
141 Masih dengan lapangan hijau
142 Malam hari
143 Pertemuan Dhyia dengan Bu Afin
144 Peristiwa yang menimpa Rana
145 Yilzid dan Pevin di rumah gubuk
146 Peristiwa yang menimpa Rana part 2
147 Memenuhi panggilan polisi
148 Memenuhi panggilan polisi part 2
149 Memenuhi panggilan polisi part 3
150 Memenuhi panggilan polisi part 4
151 Kepulangan Rana dari rumah sakit
152 Kebohongan Gohan Hakan
153 Pengusiran Dhyia
154 Kebenaran yang mengejutkan sang mafia
155 Terbongkarnya kejahatan sang mafia
156 Yilzid pergi dari rumah
157 Di depan meja kasir
158 Kedatangan Yilzid
159 Keributan
160 Keputusan Dhyia
Episodes

Updated 160 Episodes

1
Awal mula pernikahan
2
Di meja makan termenung seorang diri
3
Prasangka buruk terhadap Dhiya Kharya
4
Kemesraan di tengah masalah
5
Kejadian sepanjang dalam perjalanan
6
Di cafe
7
Dilema dalam diri masing-masing
8
Keributan di tempat parkir
9
Melihat sebuah foto
10
Kemarahan di diskotik
11
Untuk pertama kalinya
12
Keputusan Dhyia yang disambut Ilker
13
Sedih dan sesal mengenang keputusan Afsheen
14
Menahan rasa yang menganak di dalam hati
15
Keributan di atas tangga
16
Ilker berusaha menjauh
17
Menyembunyikan panggilan dari Yilzid
18
Panggilan di tolak
19
Semburan terhadap Alen
20
Dhyia pertama kalinya ke kantor
21
Berita yang membuat Ilker terkejut
22
Luka yang mengingatkan masa lalu
23
Kekaguman Dhyia terhadap sang suami
24
Kabar berita yang membuat Yilzid terkejut
25
Ke rumah Yilzid melihat foto
26
Kedatangan Gohan Hakan
27
Permintaan yang buat menyesal
28
Terkejut melihat foto
29
Kepanikan Dhyia Kharya
30
Kesenangan Gohan Hakan
31
Yilzid mendadak berdiri
32
Alen dan Cecar
33
Mencari model
34
Kejahilan Balin dan kekesalan Altan
35
Terciduk oleh tingkah sendiri
36
Amplop cokelat yang membuat Dhyia gemetar
37
Kedatangan Yuzer
38
Masalah Yuzer dan Candaan sahabat
39
Perbincangan di kafe dan kebiasaan Alen
40
Mimpi Alen yang tidak terwujud
41
Dugaan Alen jadi, kenyataan
42
Bingung setelah semburan api
43
Teringat amplop cokelat
44
Benar perihatin melihatnya
45
Dhyia dan Benar terkejut
46
Perhatian yang tidak di anggap
47
Jatuh sakit
48
Ketahuan oleh sang istri
49
Dulu dan sekarang berbeda
50
Kekhawatiran sang istri
51
Di balik sifat Altan dan Cecar
52
Penjelasan yang melegakan hati Dhyia
53
Resep dokter
54
Slide masa lalu terdengar kembali
55
Mendapatkan ide brilian
56
Mencoba bersikap sabar
57
Dhyia kembali di uji
58
Mengusir istri dari dalam kamar
59
Kembali ke kamar belakang
60
Keinginan Ayah dan anak yang bertentangan
61
Kekesalan dua anak yang berbeda
62
Dhyia mencoba kembali
63
Selembar memo
64
Perdebatan Ilker dan Yilzid
65
Pertanyaan Ilker tentang mobil yang terlihat olehnya dari CCTV
66
Munajat sang wanita
67
Kegelisahan Ilker
68
Kecemasan Bi Benar
69
Pertama kalinya memberi nasihat
70
Mendadak menerima perhatian
71
Ilker yang terbuai dengan Dhyia
72
Ilker dan Yilzid asyik berbalas pesan
73
Persiapan Ilker dan juga Gohan Hakan
74
Kecurigaan Dhyia terhadap suami
75
Rahasia Ilker dari istri
76
Di ruang rapat
77
Pergi liburan
78
Kebahagiaan Ilker dan Yilzid di tengah duka Dhyia
79
Di dalam mobil dan di atas sajadah
80
Kerinduan sang adik dan kemarahan Yilzid
81
Kegelisahan
82
Tekanan Gohan Hakan terhadap Yuzer dan kemarahannya kepada pengawal
83
Di restoran dan di rumah
84
Keberangkatan Rana dan di tempat parkiran
85
Di atas kapal
86
Kedatangan Rana Carya
87
Kepanikan Ilker
88
Ilker tiba di rumah
89
Mengompres sang istri
90
Rana singgah di kafe Asil
91
Kebahagiaan Gohan Hakan
92
Rana tiba di rumah
93
Perintah Ilker yang membuat Benar pusing
94
Omelan Ilker yang menekan batin Alen dan Cecar
95
Dhyia yang berusaha tegar
96
Kedatangan Yuzer yang membuat Ilker terkejut
97
Benar mendadak pulang
98
Ketakutan Yilzid
99
Kemarahan Rana
100
Cibiran Rana yang menguras air mata
101
Sebuah ancaman yang mematikan Burcu
102
Kecurigaan Yilzid dibalik kerjasama
103
Kebencian Ilker dan kepanikan Dhyia
104
Perdebatan Pevin dan Yilzid
105
Peringatan keras terhadap Pevin
106
Tiket pesawat di dalam saku celana
107
Ilker shock setelah mengetahui yang sebenarnya
108
Memutuskan pergi
109
Ucapan Rana yang membuat Dhyia miris
110
Tiba di rumah kerabat
111
Perlakukan sang Bibi setelah melihat ke datangannya
112
Kekonyolan Pevin demi menolong Yilzid
113
Penemuan tiket pesawat di atas tolet
114
Ilker mendesis kesal
115
Makan siang
116
Makan siang part 2
117
Makan siang part 3
118
Makan siang Part 4
119
Yilzid tiba di rumah
120
Kemarahan Ilker
121
Di ruangan olahraga
122
Di dalam lemari
123
Di tengah jalan
124
Di tengah jalan part 2
125
Pesta
126
Pesta part 2
127
Serangan di tempat pesta
128
Serangan di tempat pesta part 2
129
Pertengkaran di kamar hotel
130
Pergi mencari kerja
131
Pergi mencari kerja part 2
132
Pemotretan yang berujung penyekapan
133
Berita pagi menyibukkan semua orang
134
Berita pagi menyibukkan semua orang part 2
135
Berita yang membuat terpukul
136
Kemarahan Rana dari balik telepon Dan kemarahan Gohan Hakan
137
Ilker dan Yuzer bertemu lagi
138
Duduk di balik pintu kamar
139
Membatalkan pencarian Yilzid
140
Kejadian di lapangan hijau
141
Masih dengan lapangan hijau
142
Malam hari
143
Pertemuan Dhyia dengan Bu Afin
144
Peristiwa yang menimpa Rana
145
Yilzid dan Pevin di rumah gubuk
146
Peristiwa yang menimpa Rana part 2
147
Memenuhi panggilan polisi
148
Memenuhi panggilan polisi part 2
149
Memenuhi panggilan polisi part 3
150
Memenuhi panggilan polisi part 4
151
Kepulangan Rana dari rumah sakit
152
Kebohongan Gohan Hakan
153
Pengusiran Dhyia
154
Kebenaran yang mengejutkan sang mafia
155
Terbongkarnya kejahatan sang mafia
156
Yilzid pergi dari rumah
157
Di depan meja kasir
158
Kedatangan Yilzid
159
Keributan
160
Keputusan Dhyia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!