Jodoh Kejutan
Baca aja dulu, kalau suka baru vote😉
Happy Reading All🌾
“Dara, sini, Sayang. Ada yang mau Papa sama Mama omongin ke kamu,” panggil Shira. Dia melambaikan tangan ke arah Dara yang sedang berjalan menaiki anak tangga.
Perempuan cantik itu berhenti. Dia berbalik, menghampiri Shira lalu duduk di samping sang mama.
“Papa sama Mama mau ngomong apa?” tanya Dara. Tersebab, sudah beberapa menit dia duduk di sini bersama kedua orang tuanya, tetapi mereka tak kunjung memulai pembicaraan.
Shira tersenyum tipis sambil menggenggam tangan anak bungsunya, lalu mengelusnya dengan ibu jari.
“Jadi begini, Papa sama Mama sudah sepakat mau jodohin kamu sama anak teman Papa.”
Deg!
Dara terkesiap, dia menatap tak percaya ke arah kedua orang tuanya. “Enggak, Dara nggak mau. Dara sudah punya pacar. Dara bukan anak kecil lagi, Ma, Pa, yang harus terus diatur-atur. Dara bisa nyari pasangan hidup sendiri tanpa ada perjodohan kayak gini.” Gadis manis berambut sepinggang itu menggeleng, menolak permintaan kedua orang tuanya.
“Tapi, Sayang. Mama sama Papa hanya ingin yang terbaik untuk kamu, Nak.” Shira berusaha menyakinkan Dara, tak lupa tangannya yang terus mengusap punggung anaknya itu.
“Tapi Dara nggak mau, Ma. Dara sudah dewasa, Dara bisa nentuin pilihan Dara sendiri.” Dara menggeleng, tetap menolak keinginan orang tuanya. Dia tidak ingin dijodohkan.
“Papa tidak mau tahu, pokoknya kamu harus terima perjodohan ini, Papa nggak terima penolakan!” tegas Arya, lalu kembali fokus membaca koran yang berada di pangkuannya.
“Turuti apa mau Papa, Dar. Kamu tidak mau menjadi anak durhaka, kan?”
Dara hanya menggeleng lemah mendengar penuturan dari bundanya. Dia memilih bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju kamar, meninggalkan mama dan papanya di ruang keluarga.
“Gimana kalo Dara marah sama kita, Pa?” tanya Shira sambil menatap punggung Dara yang semakin menjauh.
“Mama tenang aja, kalo nanti udah bertemu, pasti Dara juga yang bahagia. Papa cuma memberikan surprise untuk Dara,” sahut Arya mengusap kepala istrinya lembut.
“Tapi ngasih surprise nggak begini caranya, Pa!”
“Sut, tenang aja, Dara nggak akan marah sama kita. Mama percaya aja dengan Papa,” ucap Arya menempelkan jari telunjuknya di bibir Shira.
Mau tak mau, Shira hanya mampu menggeleng lemah. Ia sebagai istri hanya bisa menuruti kemauan sang suami, selagi itu untuk kebaikan mereka dan anak-anaknya, walau Shira juga tak dapat membohongi hati bahwa ia tak rela melakukan ini pada si bungsu itu.
🌾🌾🌾
Perempuan yang tengah mengenakan piyama satu ini tengah duduk merenung sambil memandangi layar ponselnya yang menampilkan gambar dirinya dengan kekasihnya, siapa lagi jika bukan Dara. Dia bingung, tindakan apa yang harus dia ambil sekarang. Air matanya tak hentinya mengalir dari pelupuk matanya, mengingat beberapa menit yang lalu.
Ceklek!
Suara pintu yang dibuka oleh seseorang mengalihkan perhatian Dara. Dia menoleh ke arah pintu kamar, dan mendapati sang kakak, Dira, sedang berjalan menghampirinya.
Setelah Dira duduk di ranjangnya, Dara segera memeluk kakaknya erat.
“Dara harus apa, Kak?” tanya Dara, dia terisak di pelukan kakaknya.
“Dara, lepas dulu pelukannya, perut Kakak tertekan nih,” ucap Dira, menarik kedua bahu Dara sedikit ke belakang.
“Maaf, ya, Dek. Aunty Dara tidak sengaja.” Dara menghapus air matanya, lalu mengusap pelan perut kakaknya yang sedikit membesar, sebab kakaknya sedang mengandung yang usianya sudah lima bulan.
Dira mengangguk lalu mengusap rambut Dara lembut. “Dara jangan nangis. Kakak tau, Papa dan Mama nggak mungkin jodohin Dara sama pria sembarangan. Papa dan Mama pasti menjodohkan Dara dengan pria yang baik-baik. Dara turuti kata Papa sama Mama, ya? In syaa Allah, Dara bakalan bahagia sama pria yang nanti bakalan jadi suami Dara.”
“Tapi, Kak. Dara nggak mau putus dengan Stevan, Dara sayang dengan Stevan, Kak,” ucap Dara, menahan isakannya.
“Kalo seandainya Dara sama Stevan berjodoh, kalian pasti akan bersatu, bagaimanapun keadaannya. Dara nggak mau buat Papa dan Mama kecewa karena Dara menolak perjodohan ini, ‘kan?”
Dara hanya menunduk sambil menggeleng, dia mengusap air matanya menggunakan punggung tangan. Saat ini, dia dihadapkan oleh dua pilihan yang sama-sama sulit untuk dipilih salah satunya.
Dara sangat menyayangi Stevan, yang notabenenya adalah kekasihnya, dia tidak ingin putus dari Stevan. Namun, di sisi lain, dia juga tidak ingin membuat orang tuanya kecewa kepadanya. Bagaimanapun, orang tuanya adalah kedua orang yang sangat dia sayangi, lebih dari apa pun di dunia ini.
“Terus Dara harus gimnaa, Kak?” tanya Dara frustasi, matanya menatap pada kakaknya yang juga tengah menatapnya.
“Turuti apa mau Papa, ya. Bukannya Kakak nggak dukung kamu sama Stevan. Kakak dukung, bahkan banget, karena Kakak tau kalo kamu bahagia sama Stevan. Kakak tau kalian sama-sama saling mencintai, tapi bagaimanapun, kamu sebagai anak harus menuruti apa yang dikatakan oleh orang tua kita. Mereka cuma mau yang terbaik buat kamu, dan Kakak juga ingin yang terbaik buat kamu, Sayang.
“Kakak pengin lihat kamu bahagia, Kakak sayang sama kamu. Sekarang hal yang paling berharga di hidup Kakak hanya Papa, Mama, kamu, juga anak yang ada dikandungan Kakak, setelah Mas Angga pergi,” tutur Dira dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya.
Air mata Dara ikut mengalir, dia ikut sedih atas kesedihan kakaknya. Dia ingat bagaimana susahnya Dira berjuang agar tidak terus larut dalam kesedihan.
Angga Mahardika, sosok yang sangat dikagumi oleh kakaknya, begitu pun sebaliknya. Mereka menikah satu setengah tahun yang lalu. Angga sangat menyayangi Dira. Keluarga kecil mereka terlihat sangat harmonis, dikarenakan saling menyayangi satu sama lain. Namun, nahasnya mereka tidak ditakdirkan untuk menghabiskan sisa umur mereka bersama. Angga mengalami kecelakaan parah, yang menyebabkan nyawanya tidak tertolong. Saat itu Dira sedang mengandung anak mereka yang baru berumur dua bulan.
Dara mengusap pelan punggung Dira. “Kakak jangan sedih, Dara akan selalu ada untuk Kakak, dan jagoan ini juga pasti akan mendukung mamanya.” Dira tersenyum sambil mengusap perut Dira.
“Tante yakin kamu akan jadi sosok yang kuat seperti mama kamu, Nak,” gumam Dara masih mengusap perut Dira lembut. “Eh, dia ngerespons, Kak!” lanjut Dara dengan tersenyum semringah saat merasakan tendangan dari perut kakaknya.
Senyuman Dara menular ke Dira. Dia ikut tersenyum, akhirnya adiknya itu tidak sedih lagi. Dia ingin selalu bisa melihat senyum adiknya, baginya bahagia adiknya adalah bahagianya.
“Sekarang kamu tidur, ya. Pikirin ini semua baik-baik. Kakak keluar dulu. Nice dream, Sister,” ucap Dira sambil mencolek hidung Dara.
Dara hanya tersenyum menatap ke arah kakaknya yang berjalan keluar kamarnya. Dia mulai merebahkan tubuhnya lalu memejamkan mata, memasuki mimpi indahnya. Dara berharap semua ini hanyalah mimpi. Ya, mimpi yang semoga saja tak menjadi kenyataan. Namun, sekali lagi, harapan hanyalah tinggal harapan. Sebab kenyataan sudah menanti di hari mendatang.
🌾🌾
To be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments