Baca aja dulu, kalau suka baru vote😉
Happy Reading All🌾
Lima hari kemudian ....
Dara mengerjapkan matanya pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya saat mendengar azan berkumandang dari masjid yang jaraknya tak jauh dari rumahnya. Dia melirik jam yang menempel di dinding. Ternyata sudah pukul setengah lima.
Dara bangkit dari tidurnya, masuk ke kamar mandi mengambil air wudu. Setelah selesai berwudu, dia melangkah menuju lemari pakaiannya mengambil sajadah juga mukena dari dalamnya.
Perempuan itu menggelar sajadahnya di atas lantai lalu, mulai melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Setelah mengucapkan salam, Dara mengangkat tangannya di depan dada, berdoa pada Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan dirinya juga seluruh alam semesta beserta isinya.
“Ya Allah, tunjukkanlah kepada hamba bahwa yang benar itu benar. Permudahkanlah hamba dalam mengambil keputusan ini. Ya Allah, kedua pilihan ini sangatlah sulit untuk hamba memilih salah satunya. Hamba bingung, Ya Allah. Apa yang harus hamba lakukan? Berikanlah hamba petunjuk, Ya Allah. Ya Allah, semoga keputusan hamba kali ini tak merugikan siapa pun, baik hamba, Stevan, atau pun pihak mana pun, aamiin ya rabbal alamin.”
Dara mengusap kedua telapak tangannya ke muka. Dia melepas mukenanya, melipatnya, lalu meletakkan kembali ke dalam lemari. Kakinya melangkah keluar dari kamarnya, menghampiri kakak dan mamanya yang sudah berkutat di dapur.
“Eh Dara. Sini, Sayang. Kenapa muka kamu kusut gitu, Dar?” tanya Shira menatap anak bungsunya yang sudah berada di sampingnya.
“Dara nggak apa-apa, Ma,” sahut Dara. Tangannya mengambil alih pisau dari sang mamanya lalu melanjutkan pekerjaan mamanya memotong brokoli.
“Kamu kenapa, Dek?” Kini giliran Dira yang bertanya sambil menepuk pelan pundak adiknya.
Dara hanya menggeleng tanpa mau menjawab.
“Nggak baik, Dar. Pagi-pagi udah cemberut aja. Harusnya kamu sambut harimu dengan senyuman, biar harimu juga lebih berwarna. Walaupun kita nggak tau apa yang akan terjadi hari ini,” tutur Dira tersenyum tulus ke arah Dara.
Dara kembali mengangguk sambil memotong wortel. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi kurang sepuluh menit.
“Dara ke kamar dulu, Ma, Kak. Mau mandi dulu,” pamit Dara lalu meninggalkan Shira dan Dira yang sedang menata makanan di atas meja makan.
Kurang dari tiga puluh menit, Dara telah menyelesaikan rutinitas mandinya juga berpakaian. Saat ini Dara menggunakan rok abu-abu dipadukan dengan sweter berwarna baby pink juga sneaker abu-abu miliknya yang baru dibeli beberapa hari lalu.
Dara berdiri di depan meja riasnya, mengambil bedak, mengusapkannya di wajahnya lalu memoles lipbalm pada bibirnya. Setelah dirasa cukup, Dara mengambil tas juga beberapa buku dari atas meja belajarnya. Dia keluar kamar, menghampiri keluarganya di meja makan.
“Dara!” panggil Arya saat Dara baru saja duduk di bangku meja makan.
Dara menoleh ke arah papanya.
“Iya, Pa. Kenapa?”
“Persiapkan dirimu nanti malam,” ucap Arya.
“Memangnya kenapa, Pa?” tanya Dara, tak mengerti maksud papanya.
“Nanti malam kita akan makan malam bersama dengan keluarga calon suamimu. Jadi, kamu bersiap-siap saja, jam setengah tujuh sudah harus selesai. Karena kita harus tiba di sana saat pukul tujuh,” ucap Arya menjelaskan.
Uhuk-uhuk-uhuk!
Shira yang melihat Dara tersedak saat sedang meminum susu refleks menepuk pelan punggung Dara.
“Pelan-pelan, Sayang, minumnya!” peringat Shira yang duduk di samping Dara.
“Secepat itu, Pa?” protes Dara tak terima.
“Lebih cepat lebih baik. Papa, kan udah bilang sebelumnya. Seminggu yang lalu malah.”
Dara hanya mengangguk lemah, mau menolak pun rasanya sangat tak mungkin. Mengingat papanya yang tegas. Mungkin bila Dara menolak, dia akan dikurung di gudang selama setahun, ah bercanda. Arya tak mungkin sekejam itu pada anak bungsunya.
Tak ingin mendengar masalah perjodohan lagi untuk saat ini, Dara bangkit dari duduknya, memilih berpamitan kepada keluarganya.
“Dara berangkat dulu, Ma, Pa, Kak.”
“Jangan lupa, nanti malam!” ucap Arya mengingatkan, lebih tepatnya terkandung peringatan didalamnya.
Lagi-lagi Dara mengangguk kemudian berjalan menjauh, keluar rumah untuk berangkat ke kampusnya. Padahal dia baru akan ada materi nanti jam delapan dan sekarang jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh. Itu artinya dia harus menunggu satu setengah jam lagi di kampus.
Huh, tetapi tak apa. Itu jauh lebih baik, daripada mendengarkan papanya yang selalu saja membahas tentang perjodohan saat Dara berada di sampingnya.
Dara segera melajukan mobilnya menuju kampus. Membelah jalanan yang hampir padat, untungnya saat ini tidak terjadi macet sehingga tak butuh waktu lama dia telah tiba di kampus.
Dara meraih ponselnya yang berada di dalam tas. Saat ini, Dara masih berada di dalam mobil dan sudah berada di parkiran.
^^^Va, lo udah berangkat?^^^
Dara mengetikkan pesan kepada Eva. Tak butuh waktu lama Eva telah mengetikkan jawabannya.
Iya, gue udah di kantin sama Alden
^^^Lo udah berangkat?^^^
^^^Iya, gue baru aja sampai, sekarang gue masih di parkiran^^^
Lo kalah mau nyusul kita aja
Materi kita kan masih satu jam lebih lagi
^^^Oke gue ke sana^^^
Iya, gue sama Alden nunggu lo di sini
‘Read
Dara hanya membaca pesan dari Eva lalu meletakkan kembali ponselnya di dalam tas. Dia turun dari mobilnya, berjalan menuju kantin menghampiri kedua sahabatnya di sana.
“Kenapa lagi lo, ada masalah lagi?” tanya Alden saat melihat air muka Dara yang terlihat sangat kusut.
“Kalian pada tahu, nggak?”
“Ya nggak taulah, lo aja belum bilang sama kita. Ya nggak, Al?” tanya Eva.
Alden hanya mengangguk menyetujui ucapan Eva.
“Kata bokap gue, nanti malam gue harus siap-siap,” ucap Dara lesu.
“Ke mana memang?”
“Nanti malam keluarga gue bakalan makan malam sama keluarga, eum, siapalah itu. Pokoknya keluarga dari anak teman papa yang mau dijodohin sama gue,” jelas Dara lalu mengusap wajahnya kasar.
“Terus gimana?” tanya Eva, merasa begitu prihatin dengan nasih yang menimpa sahabat cantiknya itu.
“Mau nggak mau gue harus turutin mau bokap gue.”
“Terus lo bakalan mutusin Stevan dan nerima perjodohan ini? Atau lo bakalan nolak perjodohan ini dan lanjut sama Stevan?” tanya Alden panjang.
“Gue bingung, Al. Gue takut pilihan gue akan mengecewakan seseorang,” jawab Dara frustasi.
“Turuti kata hati lo. Apa pun keputusan lo, kita berdua akan selalu dukung lo. Kita akan selalu berada di dekat lo, baik lo susah maupun senang.” Alden mengangguk, mendengar solusi yang diberikan Eva untuk Dara.
“Tapi lebih baik lo senang terus sih, jadi kita nggak perlu ikutan susah,” lanjut Eva yang membuat Alden refleks menjitak kening Eva keras.
To be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments