Bab 2

Baca aja dulu, kalau suka baru vote😉

Happy Reading All🌾

Kring-kring-kring!

Dara meraih jam beker yang berada di atas lemari kecil dekat ranjangnya dengan mata yang masih terpejam, lalu mematikannya. Wanita itu mengerjapkan matanya, lantas dia melirik jam beker yang berada di tangan kirinya, yang ternyata sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Dara meletakkan kembali jam bekernya ke tempat asal, lalu turun dari ranjang. Kaki jenjangnya membawanya melangkah menuju balkon. Dara menyibak gorden, membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamarnya lewat celah-celah jendela yang tidak tertutup.

Dara menghirup napasnya dalam-dalam, seolah tiada hari esok. Dia ingin menetralkan pikirannya barang sejenak. Dara terlalu pusing memikirkan apakah dia harus memutuskan hubungannya dengan Stevan dan perjodohan ini agar membuat kedua orang tuanya bahagia dan tidak membuat mereka kecewa?

Ah, memikirkan itu membuat mood Dara menjadi buruk. Dia sedang dilanda kebimbangan, apa yang harus dilakukannya sekarang? Seseorang, tolong beri saran terbaik untuknya!

Tak mau larut dalam keputusan yang masih abu-abu, Dara berbalik, kembali melangkah. Dia menyambar handuk yang berada di gantungan dekat lemari, kemudian melanjutkan langkahnya memasuki kamar mandi.

Setengah jam kemudian, akhirnya Dara telah rapi dengan celana jeans berwarna biru yang dipadukan dengan sweter abu-abu. Oh, ya, jangan lupakan sneaker yang juga berwarna abu-abu. Dara mengambil tas juga beberapa buku materi hari ini.

Dara mulai menuruni anak tangga. Dia berjalan menghampiri keluarganya yang sudah siap di meja makan.

“Pagi, Ma, Pa, Kak Dira!” sapa Dara sambil meletakkan buku yang dia bawa di atas kursi yang kosong.

“Pagi, Sayang!” sahut Shira, dia meletakkan segelas susu cokelat di depan Dara, dan segelas susu hamil rasa stroberi di depan Dira.

“Minggu depan kita akan melaksanakan makan bersama dengan calon suamimu di restoran, Dar,” ucap Arya melirik sekilas ke arah anak bungsunya lalu menyesap kopinya.

Senyum di bibir Dara luntur. Baru saja Dara ingin melupakan tentang perjodohan itu, papanya sudah terlebih dahulu membahas.

“Iya, Pa,” sahut Dara tak bersemangat.

Ingin rasanya Dara menolak perjodohan ini. Bahkan, rasanya ingin kabur jika papanya masih bertekad menjodohkannya dengan anak teman papa yang bahkan tidak dia ketahui namanya. Namun, sejauh apa pun Dara kabur, Arya pasti akan menemukannya.

“Jangan coba-coba kamu kabur, Nak. Ke mana pun kamu akan pergi, tempat kembalimu adalah di sini,” ujar Arya lagi.

Dara hanya mengangguk sekilas lalu mulai memakan nasi goreng ayam yang telah disiapkan mamanya.

“Papa dan Mama cuma mau yang terbaik buat kamu. Papa dan Mama nggak akan menjodohkan kamu dengan pria sembarangan, Sayang,” ucap Shira yang duduk di sebelah Dara sambil mengusap rambut yang berwarna cokelat kepirangan milik Dara, persis seperti warna rambut suaminya.

“Dara ngerti, Ma.”

“Sudah-sudah, ini masih pagi, lebih baik kita sarapan dulu, adeknya sudah lapar,” ucap Dira yang sedari tadi hanya menyimak obrolan mereka.

Setelahnya tak ada lagi obrolan yang mereka lontarkan. Mereka tampak asik dengan pikiran masing-masing.

“Pa, Ma, Kak Dira, Dara berangkat duluan, ya, soalnya Dara ada jadwal pagi ini jam delapan nanti,” ucap Dara mengambil bukunya lalu bangkit dari duduknya menyalami kedua orang tuanya dan Dira.

“Hati-hati di jalan, Nak!” ucap Arya sembari mengecup kening putri bungsunya.

“Iya, Pa. Dara berangkat dulu, assalamualaikum!” pamit Dara lalu melangkah keluar rumah.

...🌾🌾🌾...

Dara memarkirkan mobilnya di parkiran kampus. Dia segera keluar dari mobil lalu berjalan menyusul kedua temannya, Eva dan Alden, yang sudah berada di kantin.

Sesampainya di kantin, Dara meletakkan tasnya di bangku kosong lalu menyeruput jus alpukat yang telah dipesankan oleh Eva.

“Lo kenapa, Ra?” tanya Eva melirik Dara yang duduk di sampingnya.

“Iya, nggak biasanya muka lo kusut gitu, lo lagi ada masalah?” Alden ikut bertanya.

Dara hanya menggeleng pelan sambil menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangan di atas meja.

“Ra, kalo lo ada masalah cerita sama kita. Kita pasti bakalan jadi pendengar yang baik buat lo,” ucap Alden tersenyum tulus sambil menepuk pundak Dara.

“Iya, Ra. Lo kayak sama siapa aja. Kita ini udah sahabat dari SMA. Masa lo nggak percaya sama sahabat lo sendiri. Jangan nyimpen masalah lo sendiri, kita selalu ada buat lo, Ra,” tutur Eva bijak.

Dara mendongak, menatap satu per satu wajah sahabatnya, kemudian tersenyum.

“Makasih, ya, kalian selalu ada buat gue. Gue beruntung banget punya kalian.”

“Itulah gunanya sahabat, sekarang lo cerita sama kita, lo lagi ada masalah apa?” tanya Alden kembali.

“Gue bingung, gue harus gimana?”

“Kita nggak bakalan bisa ngasih solusi, kalau kita aja nggak tahu apa masalah yang sedang lo hadapi,” sahut Eva sewot.

“Hehe, iya juga, ya.” Dara menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Jadi?”

“Bokap gue mau jodohin gue sama temannya,” ucap Dara, mengembuskan napas lelah.

“What? Teman bokap lo, udah tua dong?” tanya Eva spontan.

“Eh ralat, maksud gue anaknya teman bokap gue.”

“Terus lo terima dijodohin?” tanya Alden

Dara menggeleng. “Gue belum tau, minggu depan keluarga gue bakalan makan malam sama keluarga dia, yang bahkan gue aja nggak tau siapa dia.”

“Lo ikutin aja keinginan bokap lo dulu. Nanti waktu makan malam, lo lihat, yang mau dijodohin sama lo itu ganteng apa nggak. Kalau misalnya ganteng, lo terima aja, kalau jelek, lebih baik lo tolak ... aduh.” Tiba-tiba Eva mengaduh, sebab seseorang menjitak jidatnya.

“Sembarangan kalo ngomong. Kasih saran teman itu yang benar. Jangan dengerin omongan Eva, Dar!” tegur Alden yang membuat Eva mencibir pelan.

Dara hanya tertawa melihat kelakuan dua sahabatnya yang jarang sekali akrab itu.

“Terus keputusan lo gimana?” tanya Alden.

“Gue bingung, di satu sisi gue nggak pengin buat orang tua gue kecewa karena gue nolak perjodohan ini, di sisi lain gue juga nggak mau mutusin Stevan karena gue sayang banget sama dia,” sahut Dara mengaduk jusnya asal.

“Saran gue sih, lebih baik lo turutin apa mau bokap lo, Dar. Bagaimanapun juga, mereka pasti pengin yang terbaik buat lo. Untuk urusan Stevan, kalo memang kalian berjodoh, pasti bakalan ada cara untuk kalian bersatu,” tutur Eva memberikan petuah.

“Nah, untuk kali ini gue setuju sama Eva,” sambar Alden menyeruput jus jeruk miliknya yang tersisa setengah.

Dara bingung, kenapa semua orang mendukungnya untuk menerima perjodohan ini, dengan begitu secara tidak langsung sama saja mereka meminta Dara untuk putus dengan Stevan. Oh God, ujian apa yang sedang kau berikan pada Dara?

“Udah, nggak usah terlalu dipikirin. Mending kita sekarang ke ruangan, bentar lagi ada kelas,” ucap Alden menepuk pelan pundak Dara dan beranjak dari duduknya.

Benar kata Alden, Dara tidak usah terlalu pusing memikirkan masalah perjodohan ini. Yang harus dia pusingkan adalah masalah skripsinya yang sudah sampai bab akhir, hanya tinggal menunggu accede dari dosen pembimbingnya saja. Ya, sekarang Dara sudah semester akhir.

Mengingat perkiraan beberapa bulan lagi dia akan wisuda dan mendapatkan gelar sarjana, ingat hanya perkiraan, dan semoga saja dia bisa lulus cepat. Dara sangat ingin mendapatkan IPK dengan nilai tinggi, dia ingin menjadi seperti kakaknya yang selalu mendapat nilai A hampir di setiap materi kuliahnya dulu.

To be continued ....

Terpopuler

Comments

kama

kama

cerita yang menarik, semangat untuk author!

2023-07-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!