Seikhlas Awan Menemani Hujan
Masih menjadi tanda tanya dalam benak perempuan berparas manis bernama Ayudia Qonniah. Kenapa banyak orang mencela pernikahan. Kenapa banyak orang mengeluh akan pasangannya?
Bukankah, mereka menikah atas dasar cinta? Kalaulah dijodohkan, mereka masih bisa 'kok menolak jika tidak cocok. Apalagi yang menikah melalui proses pacaran. Seharusnya hidup mereka jauh lebih harmonis, karena sudah mengenal lama.
Belaian lembut di keningnya membuat kelopak mata peri itu terangkat perlahan. Wanita dengan rambut lurus se-bawah bahu menggeliat sebentar. Demi merenggangkan otot-ototnya yang kaku sehabis tidur.
Suara senyum yang terdengar sedikit berat terkesan hangat di telinganya. A' Harun mengecup kepala isterinya dengan lembut.
Ya, inilah yang dia maksud. Tak sedikitpun terlintas di benak Qonniah untuk mencela pernikahan. Nyatanya, sudah hampir dua tahun menikah hubungan mereka masih baik-baik saja.
Walau belum di karuniai seorang anak di tengah-tengah kebahagiaan mereka. A' Harun tetap baik dan pengertian. Kalaupun ada masalah, tak pernah berlarut-larut. Pria itu selalu mendatangi isterinya lebih dulu setelah tiga jam saling diam sambil menenangkan pikiran masing-masing.
"Assalamualaikum, Ya Qalbii. Bangun! Bangun!" tuturnya lembut membangunkan isterinya.
Wanita itu tertawa pelan, sebelum mengangkat wajahnya menghadap Harun.
"Aku udah bangun, niiiih!" sautnya manja. Sebuah usapan lembut di wajah membuat Qonni menahan tangan putih suaminya.
"Jangan di sentuh..." protesnya seperti biasa.
"Kenapa sih, nggak suka banget di pegang wajahnya?"
"Ya, karena wajah ku kalau baru bangun tidur kaya kertas buat ngelapisin gorengan," jawabnya jujur yang kontan membuat Harun tertawa. "Aku serius! makanya nggak pede."
"Iya...iya... lagian nggak perlu ngerasa gimana-gimana. Aku tetep seneng megang wajah kamu." Harun kembali menyentuh kedua pipi Qonni. Kali ini dengan tarikan di kedua pipi yang sedikit chubby itu.
"Aaaaaaaa– sakit!" rengeknya sambil memukul-mukul pelan lengan suaminya yang justru terlihat girang karena rengekan tadi.
Setelah bercanda sebentar, Mereka melakukan aktivitas awal hari dengan sholat berjamaah. Ini hari Minggu jadi jadwalnya Qonni di imami suaminya saat sholat subuh di rumah mertuanya. Sebab Harun anak bungsu, sementara ibunya tinggal sendirian. Jadi mereka memutuskan untuk tinggal di rumah orang tua Harun sesuai kesepakatan sebelum akad.
Harun mengarahkan tangannya kebelakang, dan saat Qonni hendak meraihnya, Harun justru menggeser kekanan. Gerakan itu terjadi beberapa kali sampai Qonni mulai memanyunkan bibirnya. Samar-samar terdengar suara istighfar yang bercampur tawa dari pria di depannya.
Tak kehilangan akal ia lantas menggampit tangan suaminya menggunakan kedua tangan dia sendiri. Karena semakin ia berusaha meraihnya, Harun justru semakin mempercepat gerakan tangan yang di putar-putar demi menghindari Qonni. Dan saat dapat, perempuan itu langsung menciumnya beberapa kali.
"Aku itu smart!" ucapnya mempertegas.
"MashaAllah, Ya...ya percaya." Mereka kembali menyambung dzikir setelah tertawa bersama.
Beberapa waktu berlalu, Qonni menujukkan sesuatu pada suaminya. Sebuah kotak kecil yang terbuat dari bahan karton. Wanita itu menggangsurkan kontak tersebut ke sisi Harun yang sedang duduk di bibir ranjang sambil membaca tafsir kitab yang akan ia kaji sebagai materi di tempatnya mengajar esok hari.
"Ini apa, Bii?" Tanyanya sambil menutup buku yang teramat tebal di atas pangkuannya.
"Buka aja," jawab Qonni yang turut tak sabar melihat ekspresi wajah suaminya saat tahu apa isi di dalam kotak dengan pita pink tersebut.
"A'a jadi takut. Kamu suka nge-prank, sih" Harun gegas meletakkan buku diatas nakas lalu beralih pada kotak tersebut.
"Jangan su'udzon dulu. Baca bismillah sebelum buka kotaknya."
"Eh, iya. Bismillahirrahmanirrahim..." Di bukalah kotak tersebut yang kontan membuat Harun tertegun menekuri isi didalamnya.
Mata Qonniah bergerak pelan ke wajah suaminya sambil senyum-senyum.
"Allahu Akbar!" gumamnya pelan masih dalam posisi tertegun, adapun tangannya merogoh kotak dan mengambil isinya. "Ini punya siapa?"
"Aku, Hubby!" jawabnya antusias hingga ekor mata Harun gegas beralih padanya.
"Ya Qalbii..."
"Ya?" Binar wajah Qonni yang mulai berkaca-kaca itu tak bisa ia sembunyikan lagi.
"Ini punya kamu, beneran?"
"Beneran, By. Masa aku bohong! Alat tes kehamilan itu punya aku. Tau kan jawabnya sekarang, kenapa aku lama di kamar mandi pas sebelum subuh tadi?"
"MashaAllah, Bii! Sini, Sayangku..." Harun kontan memeluk tubuh istrinya seiring air mata yang mulai mengalir dari salah satu netra kecoklatan itu. "Alhamdulillah, ya Allah... A'a seneng kita mau punya anak, loh ini?"
"Aku juga, A'... kaya nggak percaya, 'kan?"
"Iya, Sayang." Harun menciumi isterinya. Kemudian menyentuh perut sang isteri sambil membaca doa kemudian mengecup perut yang masih rata tersebut.
***
Hari-hari semenjak mengetahui kehamilan Qonniah. Harun jadi lebih protektif lagi dalam segala hal. Termasuk makanan dan kegiatan sehari-hari isterinya. Maklumlah, menunggu hadirnya janin dalam kandungan sang isteri setelah hampir dua tahun, membuatnya pantas melakukan itu. Karena ia sendiri pun ingin anaknya tetap sehat setelah tahu kalau kandungan Qonniah termaksud lemah.
Hari ini...
Setelah menutup toko kecilnya, Harun buru-buru pulang. Karena petang ini, ia akan menuruti keinginan isterinya ke toko buku.
Dan setelah sampai rumah untuk berganti pakaian, mereka langsung tancap gas. Menuju salah satu Mall yang terdapat toko buku dari penerbit ternama.
"A' pengen kesitu–" Qonni menunjuk banner iklan dengan gambar Ebi furai atau udang goreng yang dibalut tepung dari salah satu restoran Jepang.
Harun menghela nafas. "Kita baru makan siomay Bandung di outlet sana. Teru sekarang mau makan itu?"
Qonni menjawab dengan anggukan kepala.
"Kita bahkan belum sampai ke tujuan awal loh, Bii. Kamu berkali-kali minta berhenti untuk jajan. Nanti aku lagi yang suruh ngabisin?" protes Harun, hingga menimbulkan senyum memohon Qonni yang sedang mengusap perut ratanya.
"Dede yang minta, By. Bukan aku...," jawabnya manja.
"Ya ampun..." Harun menahan gemas pada perempuan di depannya.
"Yuuuk! Ayooo, A'..." Rengeknya sambil menarik lengan Harun.
"Bii, jujur aku tuh kenyang banget. Kalau kamu mau jajan dan kamu habisin, aku nggak masalah. Kalau nggak, dan harus aku lagi yang makan sama aja berlebihan, 'kan? Aku nggak suka perut begah, Sayang."
"Huuuuh!" Qonni memajukan bibirnya.
"Ya udah, bungkus aja?" Harun membujuk.
"Makan di sana. Tempatnya estetik, A'..." rengeknya lagi.
"Janji dulu di habisin."
"Iya, iya! Ayoooo–"
"Bener ya?"
"Beneran, By. Aku udah ngiler banget liat udangnya."
"Okay, Sayang. Yuk kita makan di sana. Kamu ini kalau nggak di turutin ngerengeknya ngalahin anak balita. Heran, aku!"
"Hehehe– Dede yang minta, buka aku."
"Iya deh, terserah kamu, Bii. Emang bisaan." Harun menarik pipi Qonni gemas kemudian mengajaknya ke outlet makanan jepang tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
fitria linda
q hadir lagi...
2023-12-11
0
Susilawati
aku baru mampir nih Thor
2023-12-09
0
Herlina Lina
bismillah,izin mampir ya kak author😊
2023-12-01
0