Sesampainya di sana. Harun langsung mengantre. Sementara Qonni memilih untuk duduk di meja kosong menunggu suaminya datang membawakan pesanannya. Karena outlet tak begitu ramai, Harun pun tak begitu lama juga mengantre makanya. Ia sudah kembali dengan nampan berisi satu porsi Ebi furai dan minuman yang tak begitu banyak mengandung gula.
"Ini, Nyonya." Harun meletakkan nampan tersebut di hadapan Qonni.
"Yeaaay! Makasih Hubby."
"Sama-sama, janji habisin ya? Kalau nggak aku beneran marah loh, Bii."
"Aaaaaa, jangan. Berat kalau A'a marah pake jurus diam seribu bahasa." Qonni menggoyang-goyangkan lengan Harun yang duduk di hadapannya. Pria itu tersenyum.
"Ya udah di makan."
"Bantuin makanya..."
"Aku 'kan nggak bisa makan udang, Sayang," tolak Harun dengan nada halus.
"Eh, iya... lupa."
"Makanya, habiskan. Jangan mubazir..."
"inshaAllah, ini habis kok. Aku suka udang."
Harun manggut-manggut sambil mengacungkan satu ibu jarinya. Kemudian duduk menyandar mengalihkan pandangannya ketempat lain.
"Nak Harun!" Seorang wanita yang berjalan kearahnya, menegur.
"Eh, Ustadzah Siti." Harun beranjak sambil menangkupkan kedua tangannya. Qonni yang melihat perempuan berhijab Syar'i itu juga turut beranjak menjabat tangan wanita tersebut. Wanita paruh baya di hadapannya merupakan ustadzah yang amat di gemari Safa dan dirinya walau tak segila Safa yang bahkan sampai tak pernah absen untuk mendatangi kajian Beliau.
"MashaAllah, ketemu kalian disini."
"Iya, Ust." Harun terkekeh, tatapannya tertuju sebentar pada dua gadis di belakang Ustadzah Siti, yaitu Zahra dan Hanifah. Keduanya merupakan Puteri Beliau. "Assalamualaikum!"
Harun menangkupkan kedua telapak tangannya pada Mereka berdua kemudian beralih pandang lagi pada wanita paruh baya yang masih mengajaknya berbicara basa-basi.
"Ya udah, silahkan di lanjutkan. Kami permisi dulu ya... Assalamualaikum."
"Walaikumsalam warahmatullah." Harun menunduk. Saat ketiga wanita itu melewati mereka setelah itu kembali duduk.
"Yang mana yang namanya Zahra?" Tanya Qonni pada Harun. Perempuan itu akhir-akhir ini memang mengetahui, kalau gadis yang sempat di lamar Harun dulu adalah puteri dari Ustadzah Siti bernama Zahra. Namun ia tidak pernah tahu, seperti apa sosok Zahra.
Harun tersenyum tipis, "kenapa tanya itu?"
"Pengen tahu aja. Dua-duanya cantik, pasti salah satu dari mereka namanya, Zahra."
Harun tak menjawab, ia hanya mengambil botol air mineral lalu meminumnya.
"A'a–"
"Apa, Bii?" jawabnya lembut.
"Yang mana?"
"Mau tau banget, ya?" ledek Harun sambil tertawa.
"Ya mau, lah. Kasih tau yang mana, yang kerudung Dusty pink atau yang abu-abu?"
"Salah satu dari mereka," jawabnya nyeleneh.
"Ya, yang mana?"
"Ihh, mau tahu aja. Ntar tinggal sewot lagi," cibirnya sambil senyum-senyum.
"Sekarang aja udah sewot, kali!" gumamnya lirih hingga menimbulkan tawa di bibir Harun.
"Kan?"
"Iiih, yang mana?"
"Bii, ngapain tanya sesuatu yang nggak bakal masuk timbangan hisab kamu? Jangan kasih cela ke setan dong. Kita lagi adem ayem, nih."
Qonni memajukan bibirnya, ia pun menghentikan pertanyaan itu. Yang jelas, salah satu dari gadis-gadis cantik tadi. Kalau nggak yang lebih dewasa ya, yang lebih muda dengan aura kepintaran yang memancar dari kacamatanya.
Kayanya yang kacamataan, sih? Kalau yang satu terlalu modis. Tapi, entah siapapun gadis yang batal di jadikan isteri oleh A' Harun. Kalian udah berhasil membuatku kesal tanpa alasan. CK!
"Bii, dimakan!" titah Harun yang menangkap raut kecemburuan di wajah Isterinya.
"Iya, ini lagi di makan, Kok." Qonni melirik sebal. Adapun Harun hanya geleng-geleng kepala sambil menyiapkan jurus jitu demi mendinginkan hati Qonni yang mendadak panas itu.
***
Beberapa hari berlalu...
Ilyas menghubungi Harun setelah mendapatkan tiket bola yang akan mereka tonton langsung di GBK. Pria yang baru selesai mengajar di kelasnya pun mengepalkan tangan 'Yes!' karena mendapatkan tiket bola itu lumayan sulit. Sekarang, tinggal bagaimana caranya ia meminta izin pada isterinya yang semoga saja diizinkan.
Hingga saat sore hari setelah menjalankan sholat Ashar. Harun mendatangi isterinya sambil membawa potongan buah segar ke dalam kamar mereka.
Saat ini, keheningan menyelimuti suasana kamar. Perempuan itu sempat memiliki firasat tapi entah apa. Hingga pria di hadapannya mulai bersuara.
"Sayang, aku mau izin ya. Besok mau nonton bola di GBK sama Ilyas?" Harun menyodorkan potongan buah melon ke mulut Qonni. Berbicara dengan hati-hati.
"Kok tiba-tiba?" tanyanya dengan mulut penuh.
"Sebenarnya udah janji lama. Hari ini tim kesayangan ku tanding di sini."
"Club A?" Tanyanya yang di jawab anggukan kepala. "Lawannya?"
"XX FC."
Qonni terdiam, entah mengapa perasaannya merasa tidak enak. Mengingat, dua supporter dari club-club tersebut termasuk rival garis keras yang bahkan sampai di luar lapangan pun saling bantai.
"Harus banget nonton di GBK, ya?" tanyanya pelan sambil memegangi lengan suaminya.
"Iya, Sayang. Ilyas bahkan udah beli tiketnya."
"Tapi aku khawatir, kalau ada tawuran besar gimana?"
"Nggak akan, Bii. Aparat yang mengamankan pasti banyak. Dan lagi, kalau Club A main disini? Supporter dari mereka nggak akan berani nonton langsung di kandang XX FC. Sudah ada himbauan juga kok."
Ayudia Qonniah manggut-manggut, meski demikian hatinya tetap tidak tenang. Terlebih Harun merupakan keturunan asli dari kota dimana Club A terbentuk. Walaupun sudah memiliki KTP sini, karena sejak kecil keluarganya menetap di Jakarta.
Jujur, sebenarnya aku nggak ridho, A'... tapi melihat A'a sangat berharap sekali bisa nonton club kesayangan A'a langsung, aku jadi nggak tega kalau harus melarangnya. Apalagi A'a sekarang jarang keluar rumah selain urusan kerja atau beli sesuatu yang penting.
"Gimana?" Harun menyentuh pipi isterinya. "Jangan diem aja, dong. Kamu izinin A'a ke GBK, 'kan?"
Qonni mengangguk pelan. "Iya, A'... tapi hati-hati, ya? Sebisa mungkin jaga diri A'a baik-baik. Jangan aneh-aneh –"
Harun terkekeh. "Emang aku aneh-aneh apa?"
"Ya kali aja ada sesuatu. Pokoknya kamu harus inget, kita mau punya anak loh!"
"Iya, Sayang! Iya! inshaAllah, A'a bisa jaga diri. Kan ada Ilyas juga. Mudah-mudahan semua baik-baik aja."
Qonni mengangguk pelan. Dan kembali melanjutkan menyantap beberapa potong buah lagi sebelum beralih untuk istirahat karena kepala yang sedikit pening.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
may
Kok perasaanku ikutan gk enak🙄
2023-11-20
0
Nova Septiarini
perjalanan penuh air mata segera dimulai 😆
2023-11-04
0
adning iza
siap² mental
2023-08-03
1