Sesuai kesepakatan, Harun dan Ilyas bertemu di lokasi. Karena jarak yang berlainan arah jadi lebih baik menggunakan kendaraan sendiri-sendiri dari pada saling samper.
Sambil menunggu Ilyas yang katanya sudah ada di luar GBK, Harun memasang headset di telinga. Mendengarkan murotal dari benda pipih yang ada di genggamannya. Ia sengaja menunggu Ilyas di atas motor setelah mengirimkan lokasi Beliau saat ini.
Tak menunggu lama, motor berjenis PCX warna merah berhenti di area kosong lainnya karena parkiran tersebut sudah mulai penuh dengan kendaraan milik para supporter lain.
"Assalamualaikum!" Pria berkacamata itu mendekatinya.
"Walaikumsalam warahmatullah!" Mereka saling bersalaman dan berpelukan sebentar.
"Nunggu lama?"
"Enggak, Kok. Pas kirim share lokasi, Anna juga baru dateng."
"Syukurlah, Anna sempet nganter mouse bluetooth dulu tadi, sekalian. Mumpung deket. Hehehe..."
"Menyelam sambil minum air, ya?"
"Iya, hahaha."
"Ya udah, kita langsung masuk aja?"
"Ayo! Udah mulai penuh ini. Takutnya kita susah masuk." Ajak Ilyas yang di susul anggukan kepala Harun. Pria itu pun turun dari atas motornya lalu berjalan bersisian dengan Ilyas ke salah satu pintu masuk yang di jaga panitia penyelenggara.
Selama pertandingan di menit-menit awal semua nampak aman. Supporter hanya menyerukan yel-yel demi menyemangati Tim XX FC yang sedang bertanding di lapangan hijau. Hingga masuk di menit ke tiga puluh, XX FC berhasil memasukkan bola kedalam gawang Club A. Riuh teriakan pendukung XX FC menggema di stadion gelora bung Karno, karena timnya berhasil memimpin skor di babak pertama.
Beberapa menit berjalan sampai ke babak kedua pertandingan. XX FC masih mendominasi permainan, namun semakin mendekati menit ke sambilan puluh Club A berhasil mengimbangi skor. Sorakan kemarahan mulai menggema kembali, mereka-mereka yang tidak terima lawan dari timnya menyamai skore. Sebagiannya lagi mulai menyalakan kembang api. Langit pun berubah merah karena asap yang di timbulkan dari benda yang sejatinya di larang masuk kedalam stadion saat pertandingan berlangsung.
"Mulai nggak kondusif, nih." Ilyas mengeluhkan, namun Harun nampak tak perduli, justru terlihat asik menonton jalannya pertandingan. Bahkan ia hampir saja bersorak saat timnya kembali membobol gawang XX FC. Buru-buru ia tahan selain hanya dengan mengepalkan tangannya saja. Karena mau bagaimanapun juga, ia duduk di tengah-tengah Supporter yang mulai bringas karena timnya kalah satu dua.
Masuk ke sepuluh menit waktu tambahan, salah seorang pemain dari XX FC melakukan pelanggaran yang fatal di dalam kotak pinalti. Hingga mau tak mau wasit pun memutuskan untuk di adakannya sebuah tendangan pinalti. Hal itu pula yang memecah kemarahan para supporter dari XX FC.
Harun bergeming, fokus melihat kapten tim dari Club A mulai bersiap-siap menjadi eksekutor yang akan menendang bola kearah gawang langsung, dan gol ketiga pun kembali di dapat bersamaan dengan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.
Harun hanya bisa menahan senyum sambil mengepalkan tangannya yes! tanda ia benar-benar senang saat tim favoritnya menang padahal bukan di kandang sendiri. Jika saat ini ia sedang menonton di rumah, pasti mulutnya sudah bersorak bahagia.
Beruntungnya Ilyas langsung mengajak Harun keluar, karena penonton di dalam mulai berang. Tangan-tangan jail dari orang-orang yang fanatik mulai bringas melempar botol air mineral kearah lapangan saat para pemain dari Club A di amankan masuk oleh para aparat keamanan.
Di luar stadion, Harun dan Ilyas mengayunkan kakinya. Ilyas sendiri sebenarnya pendukung XX FC walau dia bukan orang Jakarta asli. Namun ia tak se-anarkis para pendukung lain yang masih terlihat kesal meneriaki para pemain dari Club A tersebut. Berbeda dengan Harun yang justru nampak puas dengan pertandingan tadi. Ia benar-benar bangga pada club kesayangannya itu.
"Kita langsung ke masjid aja," ajak Harun.
"Ayo! Kita cari yang terdekat."
"Okay!"
Tiiiiiiiing...
"Sebentar, Yas!" Harun menghentikan langkahnya saat mendengar notifikasi pesan chat berdenting. Pria itu pun gegas membukanya, yang rupanya dari Qonni.
[Assalamualaikum, Hubby. Kamu masih di GBK?]
[Udah mau pulang, Bii. Ini lagi di parkiran. Tapi niatnya mau mampir masjid dulu. Tanggung! lima menit lagi adzan Maghrib.] balas Harun kemudian. Dan ia sendiri tak langsung keluar dari kolom chat-nya dengan Sang Isteri.
[Syukurlah, tadi aku liat tim kesayangan kamu menang dan penonton kaya ricuh gitu.]
Harun mengirim stiker beruang nyengir dengan pipi merona.
[Alhamdulillah, A'a tadi langsung keluar. Soalnya udah nggak tahan rasanya pengen selebrasi. Hehehe]
[Ya ampun. Udah cepetan pulang gih, akunya khawatir nih.]
[Iya, Sayang. Nanti mau di beliin apa? Pas A'a pulang?]
[Ummmm... 🤔 karena kamu nawarin, bisa belikan calon ibu dari anakmu ini cakwe, nggak? Lagi pengen makan itu soalnya.]
Senyum Harun mengembang. Dimana hal itu di perhatikan juga oleh Ilyas yang jadi ikut senyum sambil memalingkan wajahnya ke langit.
[Okeh, Sayang. Nanti A'a beliin.] Balasnya kemudian, sebelum memasukkan gawai kedalam tasnya lagi.
"Udah!" Ajak Ilyas.
"Udah, yok!" Kembali langkah keduanya terayun menuju area parkiran.
Setibanya di dekat motor masing-masing Harun dan Ilyas langsung memasang atribut berkendaranya. Namun sepersekian detik berikutnya, samar-samar telinga mereka menangkap sebuah kegaduhan.
"Run, itu apa ya?" Tanya Ilyas yang tak langsung dijawab karena tak lama dari itu mereka melihat seorang pria dengan wajah berlumuran darah berlari kencang, berniat untuk keluar dari lokasi tersebut.
"Innalilah..." Harun bergumam. Karena puluhan orang mengejar sambil berteriak menyerukan julukan bagi para fans club A.
"Run, orang itu supporter dari Club A." Ilyas kembali meletakkan helm-nya kemudian berlari kearah kerumunan yang nampak bringas tadi.
"Yas!" Seru Harun, bergegas mengejar Ilyas dan menahannya sebelum sampai pada mereka. "Antum mau ngapain?"
"Itu di depan lagi di keroyok, Run. Kita harus nolongin!"
"Antum jangan gegabah! Liat, massanya cukup banyak. Bisa bahaya buat kita juga."
"Mau gimanapun juga kita harus nolongin, Run. Dia nggak punya salah apa-apa. Dia cuma penonton kaya kita," bantahnya yang tak berpikir panjang langsung menepis tangan Harun, kemudian mendekati kerumunan tersebut.
"Astaghfirullah al'azim, ILYAS!" Harun sendiri tak memiliki pilihan, ia turut menyusul Ilyas yang setengah berlari mendekati orang-orang beringas tersebut.
"Stop! Berhenti semuanya, jangan main hakim!" Ilyas berseru lebih dulu. Sambil menarik-narik mereka yang berkerumun tersebut agar mau melepaskan seorang pria yang sedang di aniaya ramai-ramai.
"Siapa, Lo?! Temennya, ya? Dari Club A...ng?" Tanya pria yang masih mengepalkan tangannya.
"Bukan, tapi kita nggak boleh main keroyok gini. Dia juga cuma penonton kaya kita."
"Apaan sih, kalo bukan temennya harusnya Lu ikut solidaritas, Bang. Bantai ni orang!" Mereka masih melanjutkan pemukulan pada tubuh pria yang sudah tidak bergerak itu.
"Astaghfirullah al'azim..." Ilyas kembali menahan tangan-tangan bringas tadi.
"Iiiish! temennya nih, pasti? Pendukung Club A...ng 'kan, lu? Ngaku!"
"Bu–bukan?" Ilyas mengangkat kedua tangannya di depan dada sambil memundurkan tubuhnya.
"Udah, bantai aja sekalian nih orang lah..."
Buaaaaaaack! Buuuck! Dua bogem mentah langsung mendarat di wajah Ilyas. Disusul orang-orang lainnya.
"Innalilah, Ilyas!" Melihat Ilyas mulai di pukuli masa, Harun pun mencoba untuk menolong. Namun belum sempat menggapai tubuh Ilyas, sebuah benda padat sudah mendarat lebih dulu di kepala bagian belakangnnya cukup keras.
Praaaaang!
Kontan mata Ilyas langsung terbelalak saat mendapati seorang pria kerempeng yang kemungkinan akan memukulnya dengan botol minuman keras, justru malah mengenai kepala Harun hingga pecah. Parahnya tak hanya satu kali, rupanya dua orang lainya pun turut memukul kepala Harun dengan botol kaca tersebut secara bergantian.
Bruuuuuuk.... seketika tubuh Harun tumbang tak sadarkan diri, menimpa tubuh Ilyas yang sudah tersungkur di atas paving.
"HARUUUUUUUUNNN!" Ilyas yang sudah lemah juga tak mampu berbuat apa-apa. Selain melihat Massa yang semakin gila memukuli mereka yang sudah tak bergerak secara bertubi-tubi.
Doooooooor! Suara tembakan peringatan yang mengarah ke udara terdengar. Beberapa masa pun menghentikan aksinya, sebagian melarikan diri, dan sebagiannya lagi tertangkap aparat yang mengejar mereka.
"Ruuunn..." Suaranya yang lemah dan diiringi tangis itu mencoba untuk membangunkan Harun dengan cara menggoyangkan bahunya, "Run, bangun. Bangun Harun..." tangan Ilyas menyentuh banyaknya darah yang keluar dari kepala sahabatnya.
"Astagfirullah, Harun. Ya Allah..., tolong Harun. Tolong Harun, Ya Allah..." Ilyas benar-benar panik karena sahabatnya tak sama sekali merespon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ika
si ilyas sok bgt deh.. teman laknat si ilyas
2023-12-29
0
Herlina Lina
bs d bilang gara2 ilyas kan ini
hrsny liat sikon cari bantuan lain ky aparat gt😭😭 tp emang gini alur takdir yg d buat author kan
2023-12-01
1
Umi Jasmine
kasihan istrinya
2023-08-12
1