“Alvaro?” lirih Flora terkejut.
Kepala Flora terasa sedikit pusing dan pandangannya seperti kabur. Ia sampai mengerjap-ngerjapkan mata untuk memastikan bahwa lelaki yang masuk ke dalam kamarnya benar-benar Alvaro, teman SMA nya dulu yang sangat menyebalkan dan sukai mengatainya jelek karena gendut.
“Alvaro! Tolong aku!” teriaknya.
Lelaki itu masih berjalan sempoyongan mendekat ke arah ranjang. “Hm, kenapa kamu terikat di sini?” tanyanya.
“Bantu aku melepaskan ini!” pinta Flora. Ia mengenyampingkan kebencian dan dendamnya kepada lelaki itu.
Alvaro menurut. Ia melepaskan satu per satu ikatan yang melilit kaki serta tangan Flora. Tubuhnya langsung limbung seakan ia tak punya tenaga lagi.
“Alvaro, kamu kenapa?” tanya Flora sembari memegangi pergelangan tangannya yang masih kesakitan. Alvaro terlihat tidak bergerak. Ia mencoba menggoyang-goyangkan badannya.
“Alvaro, kamu kenapa?” tanyanya lagi.
Lelaki itu menarik tangan Flora lalu menindihnya. Wajahnya seperti orang yang tengah mabuk berat.
“Alvaro, lepaskan aku! Apa-apaan sih!” pinta Flora kesal. Alvaro menahan kedua tangannya.
“Aku sudah menolongmu. Kali ini, bantu aku! Tubuhku sangat panas,” Alvaro marancau tak jelas.
***
Tin! Tin!
Suara klakson mengagetkan Flora saat ia berjalan. Hampir saja ia tertabrak.
“Hah, kenapa aku malah memikirkan hal itu lagi? Bodoh! Dasar bodoh!” Flora memukuli kepalanya sendiri.
Semenjak tahu putranya mengidap penyakit yang serius, Flora terus memikirkan Alvaro, ayah kandung Gavin. Enam tahun lalu lelaki itu yang telah menghamilinya saat mabuk. Ia akhirnya memutuskan kembali ke tanah air untuk mencari lelaki itu. Ia berharap Alvaro akan memiliki kecocokan sumsum tulang dengan putranya.
Hari ini akan menjadi hari pertama Flora masuk kerja. Ia tetap harus menghasilkan uang demi mencukupi kebutuhan dan biaya berobat Gavin. Beruntung ia punya seorang teman yang bisa memasukkannya ke dalam sebuah perusahaan besar untuk mengisi posisi sekertaris.
“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis dengan ramah.
“Saya ingin bertemu dengan Pak Rendi dari bagian HRD. Nama saya Flora Abraham, kemarin sudah membuat janji dengan beliau.” Jawab Flora.
“Baik, akan saya konfirmasikan terlebih dahulu,” kata sang resepsionis seraya menghubungi seseorang lewat sambungan telepon.
Flora masih berdiri menunggu di sana. Sesekali matanya melihat sekeliling lalu Lalang pegawai yang mulai berdatangan. Kantor itu memiliki karyawan yang cukup banyak.
“Ibu Flora,” panggil sang resepsionis.
“Iya?”
“Silakan Anda naik ke lantai empat ke ruangan sebelah kiri paling ujung. Tepatnya di ruangan direktur. Pak Rendi sudah menunggu Anda di sana,” kata sang sekertaris.
“Oh, iya, terima kasih,” ucap Flora.
Flora beralih dari area lobi menuju lift. Ia tekan angka empat sembari menunggu lift terbuka. Ia masuk ke dalam lift bersama beberapa karyawan lainnya. Mereka terlihat memandangi pakaian yang dikenakan Flora dengan tatapan aneh. Flora ikut memperhatikan penampilannya sendiri takut ada yang salah. Menurutnya, penampilannya cukup rapi. Namun, karyawan yang memperhatikannya seperti tersenyum-senyum sendiri.
Saat lift terbuka, ia bergegas keluar. Dicarinya ruangan yang disebutkan oleh resepsionis tadi. Akhirnya ia menemukannya.
“Permisi, Pak,” sapa Flora.
“Oh, kamu Flora, ya?” seorang lelaki paruh baya terlihat berjalan menghampiri Flora. “Silakan duduk dulu!”
“Terima kasih, Pak.” Flora mengikuti Pak Rendi duduk di sofa yang ada di ruangan itu.
“Istri saya sedikit banyak sudah bercerita tentang kamu. Katanya dulu kamu salah satu mahasiswanya yang cerdas,” puji Pak Rendi.
Flora tersipu malu. Memang, orang yang merekomendasikan dia masuk ke perusahaan itu merukapan dosennya dulu saat kuliah. Namanya Bu Retno, istri Pak Rendi.
“Bisa kamu berikan apa yang istriku minta kemarin?” tanya Pak Rendi.
“Ah, iya, Pak. Sudah saya siapkan semuanya.” Flora mengeluarkan ampop coklat lebar dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Pak Rendi.
“Hm, kamu juga sudah punya pengalaman bekerja di luar negeri, ya. Bagus sekali, apalagi kalau ditunjang keterampilan Bahasa Inggris yang bagus. Soalnya kebanyakan klien perusahaan ini merupakan orang asing. Kamu sangat cocok di posisi ini.”
Flora tersenyum lebar. Ia sangat berharap mendapat pekerjaan itu. “Jadi, saya diterima bekerja di sini, Pak?” tanyanya dengan nada antusias.
“Iya, selamat ya, Flora. Kamu diterima bekerja di sini.”
Pak Rendi mengulurkan tangannya yang disambut jabat tangan oleh Flora.
“Katanya sekertaris baru mau datang hari ini?”
Terdengar suara dari arah pintu. Senyuman Flora seketika menghilang menyadari kedatangan orang yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup.
Namanya Alvaro, CEO perusahaan tempat Flora kini bekerja. Perawakannya tinggi dan tegap serta memiliki wajah yang rupawan. Akan tetapi, di balik kesempurnaan fisik yang dimiliki, ia memiliki sifat yang tegas dan sedikit arogan.
Kharisma yang dipancarkan seolah mampu membuat semua orang menurut kepadanya.
Bagi, Flora, Alvaro tak lebih dari sekedar tukang bully. Masa-masa SMA nya menjadi kelam karena ulah Alvaro. Ia tidak menyangka jika lelaki menyebalkan ituulah yang akan menjadi atasannya.
“Selamat pagi, Pak Alvero. Saya sudah mendapatkan sekertaris pribadi untuk Anda,” kata Pak Rendi.
Alvero mengeryitkan dahi. “Jadi dia calon sekertaris baru? Kelihatannya kampungan. Aku tidak yakin dia bisa bekerja dengan baik,” ucapnya dengan sangat enteng.
Flora merasa gregetan. Kalau saja dia bukan bos di sana, mungkin sudah ia jambak rambutnya dan mencakar-cakar wajahnya.
“Silakan dibaca dulu biodatanya, Pak. Dia mantan mahasiswa istri saya. Dia sangat pintar dan bisa Berbahasa Inggris dengan lancer.” Pak Rendi menyerahkan biodata milik Flora kepada Alvero.
“Baiklah, biar aku yang mewawancara sendiri. Silakan Pak Rendi bisa kembali ke ruangan,” kata Alvero.
“Baik, Pak.”
Alvero terlihat angkuh memperhatikan Flora. Dari penampilannya memang sama sekali tidak menarik untuk dijadikan sebagai seorang sekertaris yang harus berhadapan langsung dengan klien.
“Kamu yakin mau melamar sebagai sekertaris di sini? Kok lebih cocok jadi petugas kebersihan sepertinya,” ujar Alvero.
Flora menghela napas berusaha bersabar. Ia mencoba mengalihkan perhatian ke tempat lain.
Pada dinding ruangan terpampang jelas sebuah foto keluarga. Di sana ada foto Alvero bersama seorang anak laki-laki dan seorang wanita yang tidak asing baginya. Prilly Anastasia, seorang artis ternama. Dulu mereka sama-sama mengikuti audisi menyanyi. Seandainya saat itu Flora tidak kabur ke luar negeri karena hamil, ia pasti juga akan menjadi artis sukses seperti Prilly.
Ia tidak menyangka jika ternyata Alvero telah menikah dan memiliki anak. Bahkan anak yang ada di foto itu terlihat seumuran dengan putranya. Hatinya tiba-tiba terasa sakit, seharusnya foto putranya yang terpampang di sana. Davin juga anak Alvero meskipun lelaki itu tidak mengetahuinya.
“Namamu Flora Abraham? Dari SMA Panca Bhakti? Kelulusan tahun 20XX? Yang benar saja …. “ Alvero terlihat bolak-balik mengecek biodata yang Flora berikan. “Kamu … flora yang dulu gendut dan culun pakai kacamata itu, ya?” tanyanya memastikan.
Flora sudah merasa firasat yang tidak enak. Apalagi Alvero terus memandanginya sembari tersenyum mengejek. Baginya, lelaki itu masih sama seperti dulu: menyebalkan!
“Wow, kamu Flora … sekarang sudah kurus, ya! Aku sampai tidak mengenali. Tapi, selera fashionmu masih sama buruknya dengan yang dulu.”
“Maaf, Pak. Saya di sini mau melamar pekerjaan sebagai sekertaris, bukan mau menjadi artis atau model,” tegas Flora. Ia sedang tidak mau bercanda.
Alvero hanya senyum-senyum. “Hahaha … selera humormu memang buruk.”
“Memangnya Anda sedang mencari pelawak?” Flora kembali menimpali perkataan Alvero. Ia sekarang lebih berani dan lebih percaya diri.
Alvero cukup tertarik dengan wanita yang dulu sering ia bully. “Kamu sudah memilih untuk bekerja di sini, jadi harus mengikuti aturan yang ada. Sebagai sekertaris, kamu harus tampil rapi dan cantik karena setiap saat bisa ada pertemuan dengan klien. Kamu tidak boleh terlihat jelek. Untuk hari ini akan aku maklumi.
Jadi, besok, datanglah dengan penampilan yang tidak mengerikan seperti ini,” pinta Alvero.
Flora rasanya ingin berteriak protes di hari pertamanya bekerja. Baru hari pertama saja atasannya sudah sangat menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Lie Hia
wouuuiii alvarooo, ingatkah dulu kau ituin flora...klo gak ingat, kugetok kepalamuuu, suka ngebullyy jg yaa kamu...
2023-09-16
1
Siti Ariani
sabar y flora nasibmu tergantung jarinya othor
2023-07-03
3