Sang Pemilik Hati

Sang Pemilik Hati

Bab 1

Khatimah Aisyah yang sering di sapa Imah itu merupakan wanita yang sangat cantik di kampung Bojong. Kecantikannya selalu menjadi buah bibir bagi para ibu-ibu dan kaum adam. Sebab tidak sedikit dari mereka yang berdatangan ingin menjadikan Imah sebagai pendamping hidup atau menantu. Tapi sayang Imah selalu menolaknya dengan berbagai macam alasan yang kedua orang tuanya pun sampai tidak habis pikir.

"Alasan apa lagi yang mau kamu berikan untuk menolak Fahri besok?." Ucap Ibu Muslimah geram. Mengusap wajahnya berulang kali saat sudah duduk di tepi ranjang milik Imah.

Sudah ada ratusan pria yang telah di tolak oleh Imah. Saat usia Imah mulai beranjak 20 tahun sampai usia Imah sekarang 36 tahun. Entah sudah berapa banyak hati yang tersakiti oleh penolakan Imah. Karena tidak sedikit dari mereka yang tertantang untuk mendapatkan kembang desa itu. Ada juga yang memang benar-benar menginginkan Imah menjadi istrinya.

Imah selalu terdiam setiap kali disudutkan dengan pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh Ibunya.

"Fahri bukan pria biasa. Bukan hanya karena tampan, mobil mewah, atau pekerjaan yang sangat menjanjikan. Tapi Fahri juga pantang menyerah untuk menjadikan mu istrinya." Tutur Ibu Muslimah dengan lemah lembut. Sudah terhitung ini ketujuh kalinya Fahri akan meminta Imah untuk menjadi istrinya.

"Ibu mohon buka sedikit hati mu dan beri kesempatan pada Fahri untuk bisa mengobrol dengan mu." Lanjut Ibu Muslimah lirih.

"Aku tidak janji, tapi aku akan mengusahakan." Akhirnya Imah buka suara terkait besok pertemuan dirinya dan pria yang bernama Fahri.

Sebagai seorang ibu tentunya ibu Muslimah menginginkan jodoh yang terbaik untuk anak perempuannya. Jodoh yang langgang dan membawa putrinya pada jalan kebaikan serta kebahagiaan.

Apalagi di sini, Fahri sendiri tidak langsung meminta Imah untuk menikah. Hanya untuk saling mengenal lebih dekat saja dulu, kalau nantinya memang ada kecocokan dan bisa untuk melangkah ke tahap yang lebih serius, kenapa tidak. Itu yang diharapkan mereka.

Keesokan paginya...

Ibu Muslimah dan Abi Rosidi serta kedua orang tua dari Fahri meninggalkan Fahri dan Imah di ruang tengah yang cukup besar dan nyaman.

Imah sendiri terlahir dari keluarga berada dan cukup terpandang di kampung Bojong.

"Aku bersyukur, akhirnya memiliki kesempatan untuk bicara berdua dengan mu. Tidak langsung menyuruh ku pulang saat kamu menolak ku." Fahri mengembangkan senyum yang membuat ketampanannya berkali lipat. Tapi itu tidak membuat hati Imah bergetar atau tergerak untuk menyukai Fahri walau seujung kuku pun.

"Iya, Fahri. Aku juga sangat bersyukur, kamu tidak pantang menyerah untuk tetap bisa menyambung tali silaturahmi keluarga kita." Imah bicara lebih santai, tidak kaku saat beberapa kali bertemu dengan Fahri atau pun pria yang lainya.

"Iya tapi sayang kamu masih bersikeras untuk menolak, bahkan hari ini juga kamu menolak ku lagi." Senyum itu terus mengembang, sebenarnya untuk mencairkan suasana yang cukup menegangkan.

"Tapi kalau boleh aku tahu, alasan apa yang sebenarnya kamu miliki untuk tetap menolak ku?." Tanya Fahri tegas, kali ini memasang wajah serius. Sebab memang ingin tahu alasan kuat apa yang dimiliki oleh Imah.

"Aku memiliki sebuah janji di masa lalu. Janji untuk menunggu kedatangannya, meminta ku pada Ibu dan Abi secara baik dan benar sehingga kami bisa menjadi sepasang suami istri." Tutur Imah sendu namun berusaha untuk tegar. Sedetik menundukkan wajahnya lalu mengangkatnya kembali dan manatap wajah lawan bicaranya.

Fahri masih ingin mendengarkan kelanjutan dari perkataan Imah, makanya dia hanya menatap wajah cantik yang yang begitu teduh dengan balutan pakaian muslim.

"Dan sampai detik ini, aku masih menunggunya. Atas kemauan ku sendiri, aku masih mau menunggunya." Lanjut Imah lirih.

Walau pun dadanya Fahri seperti ikut terhimpit dinding tembok yang begitu sempit, hingga dirinya kurang mendapatkan pasokan oksigen. Fahri tetap memperlihatkan senyum manis.

"Aku begitu salut pada mu, masih memegang janji dengan begitu teguh untuk pria lain. Padahal pria yang berdatangan pada mu juga banyak bukan?, salah satunya aku."

"Aku tidak ingin dia kecewa karena aku telah ingkar janji padanya. Lebih aku, aku menunggunya sampai aku tahu kenapa dia tidak datang menemui ku?." Tenggorokannya terasa kering setelah mengatakan hal itu.

Tidak bisa dipungkiri sebagai seseorang yang sudah lama menunggu kedatangan pria itu namun juga tidak kunjung datang. Sakit dan kecewa cukup mendominasi perasaannya selama lima tahun pertama penantiannya yang sia-sia. Tapi sekarang dia sudah bisa berdamai dengan keadaannya untuk tetap memegang teguh janji itu.

"Kamu sudah memikirkan banyak kemungkinan yang bisa terjadi kenapa pria itu belum datang memenuhi janjinya pada mu?." Tanya Fahri hati-hati.

Pastinya Imah sudah memikirkan itu semua, namun itu hanya dugaannya saja karena sampai detik ini pun tidak ada satu bukti yang datang padanya.

"Walau sekali saja dia datang pada ku, meski dalam keadaan sudah hidup bahagia bersama wanita lain. Aku tidak akan marah atau menyalahkannya. Sudah cukup bagi ku dengan melihatnya bahagia dan aku cukup lega dengan janji yang sudah aku tunaikan." Sudut hati Fahri sangat terusik dengan setiap kalimat yang keluar dari bibir Imah.

Tanpa sadar dirinya yang menetaskan air mata. Tersentuh dengan kebesaran hati dan ketulusan yang dimiliki seorang Imah. Begitu besar dan dalam pula arti sebuah janji bagi seorang wanita shalihah seperti Imah.

Pertemuan mereka berakhir dengan adanya suara adzan yang terdengar mulai saling bersahutan dari masjid satu dengan masjid yang lainya.

Imah begitu merasa sangat lega setelah membagi apa yang selama ini disimpannya dalam hati. Namun tetap dia kembali harus menolak Fahri demi pria yang sedang dinantinya.

"Semoga Allah masih mau memberikan kesempatan pada kita untuk bertemu walau hanya sebentar."

Di saat-saat sedang sendiri ini lah, Imah bisa menumpahkan air mata. Menangis memohon kebesaran kuasa Allah untuk bisa segara mempertemukan dirinya dengan Salim. Pria dari masa lalu yang masih terbawa sampai sekarang dalam setiap doanya.

Bukan perkara mudah untuk tetap menepati sebuah janji yang sudah lama terucap. Apalagi ini urusan hati dan masa depan, tapi sejauh ini Imah sudah berkompromi dengan nasib dan jalan hidupnya.

Imah tidak mempedulikan predikat yang sekarang tersemat melekat dengan dirinya yaitu sebutan sebagai perawan tua.

Untuk sekarang ini di kampung Bojong yang belum menikah dengan usia di atas 30 tahun adalah dirinya, hanya Imah seorang. Setiap pria yang datang pun usianya mungkin di bawah dirinya atau minimal sama.

.

.

.

"Kamu harus bangun demi janji mu pada Imah. Wanita baik hati itu sudah lama menunggu kedatangan mu. Imah sudah banyak menderita karena menunggu dan menepati janjinya pada mu. Kamu harus sadar dan segara membawa Imah menjadi pengantin mu." Tutur Fahri begitu lirih, bagaikan puisi indah yang mampu di dengar oleh yang berbaring di tempat tidur dengan banyak peralatan medis.

"Pria mana pun tidak akan ada yang bisa membahagiakan Iman selain kamu, Salim."

Terpopuler

Comments

Siti Yuliatin

Siti Yuliatin

khatimah Ayuningtyas... khatimah Aisyah... mana yg satu nih thor...??😁

2023-12-11

1

Kustri

Kustri

36th prawan tua jd'a, klu dikampung udh mau mantu🤭

oalah salim salim... km kecelakaan?
kasih taulah imah, biar bs mutusin masa depan'a, kasian imah, digantung ampe kering

2023-10-30

0

4N4Q$0L3h4😉

4N4Q$0L3h4😉

br baca awal tp ud bagus ini.. kykna bakalan nangis trs nih bacanyaa. 16th menunggu coba..😢😢

2023-07-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!