Cahaya Cinta Nafia
Ramadhan adalah bulannya seluruh umat nabi Muhammad. Bulan penuh berkah nan ampunan, bulan yang begitu di tunggu tunggu kedatangannya di antara 12bulan.
1bulan Ramdhan melatih kita umat muslim untuk menjadi manusia yang lebih taat kepada Allah SWT, sabar dan ikhlas menerima segala ujiannya.
Juga mengajari kita untuk menjadi manusia yang lebih bersyukur dengan nikmat Allah yang tiada habisnya dimakan waktu.
Ramadhan adalah saatnya kita berkumpul dengan keluarga, menjalankan ibadah puasa bersama, sampai dengan menyambutnya kedatangan bulan Syawal yang Fitri.
Namun bagaimana jadinya jika sudah hampir di akhir Ramadan, seseorang masih berpisah jauh dengan keluarganya, apalagi di negeri orang yang mayoritasnya bukan beragama Islam.
Korea Selatan, negri yang saat ini saya tinggali. Dimana pada tiga bulan yang lalu, kepala bagian kedokteran di rumah sakit tempat saya bekerja telah menugaskan saya bersama dengan dua orang teman saya untuk berdinas di salah satu rumah sakit umum yang ada di kota Seoul, Korea Selatan.
Ini adalah sedikit kisah saya saat masih kecil sampai saya bisa menjadi seorang dokter yang sukses sekarang ini. Sekaligus kisah perjalanan hidup saya saat berada di negri ginseng ini.
...****************...
Menjadi seorang dokter adalah impian saya sejak kecil. Cita cita seorang anak kecil yang ingin mengabdikan dirinya untuk keselamatan umat. Jika di lihat dari keadaan ekonomi orang tua saya saat itu, sangat lah tidak mungkin jika saya bisa sekolah tinggi kedokteran seperti yang saya impian dan saya cita citakan. Namun, apalah yang tidak mungkin bagi Allah. Saya bisa menjadi seorang dokter di umur saya yang ke 25 tahun dengan gelar sebagai dokter ahli bedah spesialis organ dalam. Dengan proses yang sangat indah, melalui jalan yang telah Allah tentukan.
Aliatun Nafi'ah, nama lengkap saya. Terlahir dari keluarga yang sederhana, ayah saya seorang buruh tani yang mengelola kebun orang lain bukan milik sendiri. Kerena kami hanya memiliki sebidang tanah tempat kami tinggal. Ibu saya juga bekerja sebagai buruh cuci, berkeliling mendatangi setiap rumah tetangga yang membutuhkan tenaganya.
Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adik pertama saya adalah seorang perempuan yang kini telah menjadi seorang guru agama, setelah menyelesaikan studi kuliah beasiswanya di Al Azhar Kairo.
Sedangkan adik saya yang kedua adalah seorang lelaki yang kini masih duduk di bangku SMK swasta pertanian.
Meskipun kami terlahir dari keluarga yang sederhana Alhamdulillah kami tidak kekurangan pendidikan sedikitpun sejak kecil sampai sekarang.
Semua berawal dari tekad ayah saya yang ingin sekali anak-anaknya menjadi generasi penghafal Alquran, karena ayah dulu pernah gagal menyelesaikan hafalannya di pesantren dan berlanjut bekerja sebagai tulang punggung keluarga, sampai ayah menikah dengan ibu dan memiliki keluarga kecil sendiri.
Namun karena kesungguhannya, dengan perlahan ayah mampu menyelesaikan hafalannya yang sekarang masih terjaga 30 juz, Alhamdulillah.
Setelah tamat sekolah dasar, pendidikan saya berlanjut ke pesantren. Sebuah pesantren tahfidzul Quran adalah tujuan utama kedua orang tua saya.
Awalnya saya tidak mau, saya marah, saya kecewa dan saya sangat merasa kesal dengan keputusan orang tua saya.
"Aku kan ingin jadi dokter, kenapa ke pesantren".
Pesantren itu bukan tujuan saya, saya ingin sekolah di SMP negri seperti teman saya yang lainnya. Karena Kami memiliki cita cita dan impian yang sama untuk menjadi seorang dokter, jika akhirnya saya ke pesantren bagaimana mungkin saya bisa menggapai cita cita saya seperti mereka.
"Fia tidak ingin seperti Abah yang pernah ke pesantren, tapi akhirnya tidak memiliki masa depan. Dan berakhir hanya sebagai buruh tani. Fia nggak mau bah".
Fia kecil adalah orang yang sangat egois, bahkan memandang remeh pekerjaan orang tua nya.
"Abah tidak pernah menginginkan anak anak Abah bernasib sama seperti Abah saat ini.
Abah tau, Abah bukan orang kaya yang hebat.
Punya uang yang banyak, rumah yang bagus, harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, seperti para pengusaha sukses saat ini.
Tapi Abah punya mimpi yang indah untuk anak anak Abah, meskipun saat ini Abah belum mampu untuk mewujudkannya".
"Abah ingin anak Abah lebih dulu memikirkan akhirat yang sudah pasti, dari pada dunia yang hanya sementara. Abah ngerti kalau Fia punya cita cita dan impian yang tinggi untuk menjadi seorang dokter. Walaupun Abah hanya orang kecil dan biaya untuk menjadi seorang dokter membutuhkan biaya yang yang sangat besar, Abah akan berusaha untuk mewujudkan impian dan cita-cita anak anak Abah. Abah janji nak. Tapi Abah mohon, dahulukan Allah dari segalanya, belajarlah Al-Qur'an. Abah yakin Allah pasti akan memudahkan segala jalannya. percaya sama Abah nak".
Air mata saya mengalir deras saat itu, saya begitu menyesal setelah berkata demikian dengan Abah saya.
Saya pergi dari hadapan orang tua saya kau menenangkan diri saya di dalam kamar.
Saya menangis sejadi jadinya, meskipun saat itu saya masih berusia sangat muda, tapi saya begitu paham dengan segala ucapan kedua orang tua saya.
Mereka benar, akhirat itu lebih utama dari pada dunia. Dahulukan Allah dari segalanya.
Lalu bagaimana pleining hidup saya ke depannya. Apa saya harus mengorbankan cita cita dan impian saya demi mendahulukan Allah?
Waktu demi waktu terus berjalan tahun demi tahun terus berganti. Semua mengalir bagai arus deras air sungai. Saya menerima keputusan mereka untuk mondok di pesantren. Saya bagai sampan di atas air sungai tersebut yang terus berjalan mengikuti alirannya.
Semua saya biarkan mengalir begitu saja, saya ikuti semua keinginan mereka.
Saya berpikir untuk lebih dewasa, apalagi saya adalah anak pertama sebagai panutan untuk adik-adik saya.
Saya tidak banyak menuntut karena saya tahu kedua orang tua saya bukanlah konglomerat yang hidup dengan bergelimang harta.
"Bismillah Ya Allah, aku pasrahkan diriku hanya kepada Mu. Aku memohon bimbingan Mu ya Allah".
Saya belajar dengan semestinya, belajar Alquran menghafalnya dan insya Allah menjaganya hingga akhir hayat saya.
Mensyukuri segala nikmat Nya. Karena belajar Alquran lebih banyak pahit dari pada manisnya.
Yang membuat saya ragu saat itu adalah keyakinan pada diri saya sendiri.
Apa mungkin, orang sepeti saya yang hanya memiliki kepintaran di bawah rata-rata, mampu untuk menghafal Alquran apalagi sampai menyelesaikannya 30 juz.
Dengan tebalnya Alquran melebihi novel bumi cinta Habiburrahman dan bahasa juga tulisan yang bukan bahasa sehari-hari saya gunakan.
Tapi nyatanya, "Kun Fayakun". Jika Allah sudah berkehendak, jadi maka jadilah.
Alhamdulillah, wa syukurillah, saya bisa menyelesaikan hafalan saya dalam waktu 5 tahun.
Di situ saya yakin, bahwa Allah akan memudah kan segala jalannya. Meskipun banyak rintangan yang harus saya hadapi selama belajar Alquran.
Alquran bukan hanya untuk orang yang pintarnya di atas rata-rata. Bahkan banyak orang yang pintar, namun belum tentu bisa menghafal Alquran.
Al-Qur'an tidak pernah memilih atau memandang dari sudut kemampuan seseorang, tapi Alquran memilih mereka yang benar-benar ikhlas memperjuangkannya untuk terus berada di jalan yang telah Alquran sendiri ditentukan melalui perkataan Allah ta'ala.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Delis sapariah
mampir ka
2023-11-05
1