Aku mulai melangkahkan kaki ku, mendekati pagar tinggi yang mengelilingi rumah itu.
Pintu pagarnya terbuka otomatis saat aku akan masuk kedalamnya.
Dari luarnya saja sudah kelihatan jika rumah itu sangat mewah, apalagi di bagian dalam nya.
Menghela nafas panjang juga tak lupa membaca "bismillah" aku pun memencet tombol yang ada di dekat pintu masuk setelah aku melewati pagar otomatis yang bisa mendeteksi dan terbuka sendiri jika itu adalah seorang tamu yang diinginkan oleh sang tuan rumah.
Setelah bel itu membunyikan suara khasnya, seorang wanita dengan pakaian seperti pelayan pun keluar dan menyambangi diriku.
Karena dia memberikan senyuman juga rasa hormatnya padaku, aku pun melakukan hal yang sama padanya.
"Selamat malam. Apa anda yang bernama dokter Fia?" tanya pelayan itu yang membuatku tertegun.
Bahkan pelayan nya pun mengenal namaku?
"Iya. Saya dokter Fia".
"Mari silahkan masuk dokter Fia".
"Terima kasih".
Aku pun masuk ke dalam rumah itu dengan mengikuti langkah pelayan yang tadi.
"Silahkan tunggu sebentar di sini dokter Fia, tuan Kenny sedang menjamu makan malam bersama keluarganya".
Aku hanya tersenyum sembari mengangguk kepada pelayan itu.
Aku duduk sendiri di sofa yang sangat besar dan mewah. Aku juga mengamati setiap kiasan dan isi rumah yang sangat mewah bak istana tersebut, semua interiornya di desain dengan sangat apik. Guci guci besar yang indah juga tersedia di setiap sudut ruangannya, ini adalah surga dunia yang sangat menggiurkan. Astaghfirullah haladzim. Aku langsung beristighfar dalam hati sebelum timbul rasa takjub selain dari pada kebesaran Allah subhanahu wa ta'ala.
Satu tanda yang membuat aku menyimpulkan bahwa penghuni rumah ini adalah non muslim. Iya, sebuah papan salip besar menempel di sebuah ruangan paling ujung. Saking besarnya sampai bisa terlihat dari ruang tamu paling depan.
"Permisi tuan. Maaf mengganggu waktunya, di ruang depan sudah ada dokter Fia yang menunggu tuan Kenny". pelayan itu bicara dengan kepalanya yang menunduk sebagai rasa hormat pada majikannya.
"Berikan dia jamuan makan malam seperti yang sudah saya katakan tadi siang, sebentar lagi saya akan ke sana".
"Baik tuan, terima kasih". pelayan itu kembali berjalan mundur meninggalkan majikan nya.
"Dokter siapa yang kau undang Kenny? Apa kau mengundang psikologi dan membayar mahal padanya, sedangkan tugasnya tidak berarti apa-apa".
Kenny tidak menggubris omongan ayahnya, sampai ia selesai makan dan mengabiskan segelas air putihnya.
"Ini urusanku pa. Papa tidak perlu ikut campur. Lagi pula uang yang untuk membayarnya pakai uang ku sendiri, bukan uang papa".
nada bicaranya terdengar ketus seperti tidak ada keakraban pada keduanya. Setelah itu, Kenny pun pergi meninggalkan meja makan lalu menyambangi tamunya yang sudah menunggu.
Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa aku yang hanya sendiri di sini, di hadapkan dengan makanan yang begitu banyak macamnya. Lalu bagaimana cara ku memakannya dan apakah ini adalah makanan halalan thayyibah? Tapi jika dilihat dari makanannya seperti nya ini makanan halal yang biasa ada di restoran Arab cepat saji.
"Silahkan di nikmati dokter Fia, semua ini tersaji khusus untuk mu".
Aku diam tak menjawab, karena aku bingung harus menjawab apa.
"Tenang saja, makanan yang ada di hadapan mu itu sudah terjamin kehalalannya, karena aku sendiri yang langsung memesannya di restoran Arab cepat saji".
Suara laki-laki yang membuat jantungku tiba-tiba berdetak sangat kencang.
Laki-laki dengan tinggi 188 cm itu berdiri tegak tak jauh dari hadapanku. ia memiliki wajah yang sangat tampan, kulit putih dengan hidung runcing yang sangat sempurna. Mataku lekat dengan menatap wajahnya.
Astaghfirullah haladzim, ingat Fia hafalan Qur'an mu. Em kira kira aku tadi murojaahnya sampai mana ya..."Yaaayyuhalladzi na aamanuu tuubuuu ilallahi taubatan nasuuha, a'saarobbukum ayyukaffiro ankumsayyiaatikum wayudkhilakum jannaatin tajriimin tahtihalanhaar......".
Alhamdulillah masih ingat kok. Jangan di lihat lagi Fia, dosa.
Bagaimana mungkin aku sekarang harus dihadapkan oleh seorang laki-laki yang biasa hanya bisa terlihat di televisi dan kini aku sendiri yang melihatnya ada di hadapanku, ya walaupun dia bukanlah seorang aktor yang biasa memerankan drama.
Aku berdiri dari tempat dudukku.
"Maaf tuan Kenny, makanan ini terlalu banyak jika hanya diberikan kepada saya".
"Aku tidak meminta anda untuk menghabiskannya semua, makanlah seberapa anda mau".
Padahal saat itu aku hanya asal saja menyebut namanya. Tapi ternyata benar kalau itu adalah tuan Kenny.
Dia benar benar menyiapkan makan malam untuk tamunya dengan begitu lengkap menunya. Mulai dari makanan pembuka hingga makanan penutupnya.
Ini terlalu berlebihan, lagian dari mana dia tau kalau seorang muslim harus makan makanan yang jelas kehalalannya.
"Jadi anda yang bernama tuan Kenny?"
Lelaki itu hanya diam dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Dari mana anda tau nama saya?"
Dia sejenak memalingkan pandangannya.
"Makan lah dulu, Tidak baik jika makanan yang sudah di hidangkan menunggu lama".
Bukan itu jawaban yang ku mau. Aku juga tau jika makanan yang sudah di hidangkan tidak baik kalau menunggu lama.
Yasudah lah, aku pun kembali duduk di tempat ku dan menghadap kembali ke makanan yang tadi.
Bagaimana aku bisa makan dengan nyaman, jika dia saja duduk di hadapan ku sambil memainkan ponselnya. Apa sepeti itu caranya menghormati seorang tamu perempuan.
"Saya datang bersama dengan teman perempuan saya, apa saya bisa mengajaknya makan bersama di sini?"
"Makanan itu sengaja di hidangkan untukmu, bukan teman mu. Jika kau mau, aku akan membelikannya yang baru untuk temanmu".
Jawabnya dengan tatapannya yang masih fokus pada layar ponselnya.
Mendengar setiap jawabannya hanya membuat aku kesal, padahal aku ingin mengajak Mila makan di sini bersama. Tapi dia malah akan membelikan makanan yang baru. Ini saja belum tentu habis tuan Kenny.
Aku menghela nafas dan kembali lagi pada makanan itu.
"Tidak usah sungkan, makan lah dengan tenang. aku tidak akan melihat mu sampai kau selesai makan". Ucapnya dengan wajahnya yang masih dalam posisi yang sama, seakan dia yang sedang menyindirku yang merasa tidak nyaman dengan adanya dirinya di sana.
Saat aku lihat dia masih di posisinya, aku mencoba untuk mengajak pelayan yang dari tadi berdiri di sampingku untuk makan bersama.
Tapi dia hanya menyahuti ku dengan senyuman atau menolaknya dengan cara halus.
Bismillah ya Allah.
Setelah selesai makan, dia mengajak ku ke lantai paling atas rumah nya, atau tepatnya di lantai lima.
"Anda akan membawa saya kemana?"
"Aku meminta mu datang ke rumah ini karena ada yang ingin ku tunjukkan padamu, dokter Fia".
Sebenarnya aku sangat ingin tau dari mana dia tau nama ku dan tentang diriku yang seorang dokter, ya walaupun saat ini aku bekerja di rumah sakitnya, mungkin saja dia bisa tau dari kepala bagian rumah sakit. Tapi kan aku belum pernah bertemu dengan dia selama aku ada di tempat ini. Apa dia bisa mengenali seseorang hanya dengan namanya saja tanpa tau atau bertemu langsung dengan yang punya nama?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments