Tanpa aba-aba Liam sudah membungkamnya dengan ciuman cepat. Gadis itu tertahan perlahan ia mulai membalasnya, membuat Liam menyeringai.
Liam mendorong tubuhnya hingga membentur pintu, menahan pergelangan untuk menahan gerakan.
Liam semakin menghimpit tubuh gadis itu dengan agresif, lalu menjejalkan sebelah tangannya ke balik pakaian gadis itu. Liam sadar dan kembali tersenyum saat dia direspon dengan baik oleh wanita yang ada di hadapannya.
Sayangnya obat per*ngsang lebih mendominasi.
Liam menyeret cepat lalu membantingnya ke ranjang. Liam merangkak menaiki ranjang. Sekali lagi Liam sadar ini salah, dia tahu kalau dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan kesenangan semacam ini lagi, tapi biarkan kali ini saja, pikirnya. Permainan mereka kian bergelora.
Liam menarik kakinya sampai dia telentang di ranjang, tanpa perasaan Liam mulai mengger*yangi tubuh gadis itu, dia tidak peduli.
Liam melepas sisa pakaian yang menutupi tubuhnya, dia memandangi gadis di bawahnya dalam perasaan campur aduk. Liam mencoba berhenti tapi tidak mampu melakukannya, tertegun saat terdengar des*han kecil dari bibir gadis itu.
"Oh, Baby" gumam Liam, serak.
Horm*ne testoster*n sudah membakar ubun-ubunnya, mengusai penuh kesadarannya. Tanpa pernah bisa lagi ditahan, Liam melepaskan seluruh hasr*tnya pada gadis yang berada di bawahnya dengan permainan seimbang sesuai perintah yang di berikan sepanjang malam itu.
......................
"Karin!!" Teriakan Morgan menggema di seluruh rumah mencari keberadaan putrinya sambil memegang sesuatu di tangan kanannya.
"Dimana anak itu!"
"Tenang, Karin pasti masih tidur. Kita dengarkan penjelasannya nanti, biarkan dia istirahat dulu" Ucap Riana Ibu tiri Karin.
"Tidak bisa, Kau pikir ini bisa di bicarakan nanti!" Jawab Morgan menelpon seseorang dari kontaknya.
Riana nampak menyabarkan suaminya sambil mengelus lembut lengan Tuan Morgan.
"Anak itu." Gumamnya.
......................
Karin mengerjabkan matanya, menelisik mencari keberadaan Safira dan Jessy.
Gadis itu merasakan sesuatu melingkari perutnya dan saat ia menoleh kesamping, Memaku. Itulah yang Karin lakukan setelah semua efek minuman keras yang bersarang di tubuhnya habis, dia memandangi sosok pria yang memeluknya dalam satu selimut yang sama, dengan perasaan campur aduk dan gemetar.
"Sadar Karin!" Ia menampar dirinya sendiri dan mencoba mengingat apa yang sudah ia lakukan kemarin malam.
Karin masih syok, dan bergerak gelisah bola matanya bergerak dengan cepat, keringat membanjir. Perlahan Karin melepaskan tangan pria itu darinya dan mengenakan kembali pakaiannya yang tercecer di lantai secepat mungkin. Tubuhnya masih lelah akibat kejamnya Liam dengan efek obat pera*gsang yang di konsumsinya. Karin tidak menemukan kata, apa lagi kalimat pantas untuk diucapkan, sebagai penjelasan atas perbuatan yang sudah dia lakukan.
Karin memandangi pria yang masih tertidur pulas di ranjang sambil menggigit jarinya bersandar di lemari, pikirannya kacau. Jika ia buka suara mungkin saja pria itu akan memerasnya karena telah tidur dengannya, terlebih sepertinya kemarin malam Karin menerima semuanya dalam pengaruh alkohol.
Dengan cepat ia meraih ponselnya dan pergi dari kamar itu sesegera mungkin tanpa mengetahui sebuah foto tak pantas sudah di kirimkan kerumahnya.
Tak berselang lama masuk seorang pria yang sedang menghisap sepotong rokok, lalu duduk di sofa single yang berada di pojok dekat jendela kaca.
"Bagaimana?" Tanya Jayden mengepulkan asap putih dari mulutnya.
Liam tersenyum sumringah, "Sayang sekali dia cuma pengh*bur .. Jika dari keluarga baik-baik, aku akan menikahinya, terlalu disayangkan jika tub*hnya dinikmati banyak pria hidung belang" Jawab Liam sambil bersandar di punggung ranjang dan menatap sesuatu yang menurutnya aneh.
"Ada apa?" Tanya Jayden selaku sponsor untuk kesenangan tadi malam.
"Benar-benar pemain baru rupanya" Celetuknya pelan saat menyadari ada darah segar di seprai putih.
"Sialan, seharusnya aku saja yang duluan" Rutuk Jayden iri pada Liam.
Saat mereka asik bicara, seorang wanita masuk kedalam kamar. Liam dan Jayden sudah tak asing, itu Peach yang terlihat membawa nampan berisi makanan ditangannya.
"Kau pegawai hotel?" Tanya Jayden terkejut.
"Part time" Jawab Peach tersenyum manis sambil meletakkan makanan Liam di atas meja.
"Kau baik-baik saja jika harus bekerja lagi? Apa kemarin malam Liam tidak menghajarmu habis-babisan?" Lagi-lagi Jayden bertanya, tapi Peach terlihat mengernyitkan dahi, bingung.
"Bukankah kemarin malam kau sudah tidur? Pintunya terkunci, jadi aku tidak jadi melayani mu tapi masuk ke kamar Juan karena dia menarikku, aku pikir sama saja" Jawabnya, yang tentunya sukses membuat Jayden dan Liam saling menatap kaget lalu beralih pada Peach.
"Kau yakin? Coba di ingat-ingat lagi? Mana mungkin Juan .." Ucap Jayden tak percaya.
"Hmm, aku dengannya tadi malam kalau mau tanya saja padanya" Jawab Peach yang jadinya ikut bingung, ada apa dengan dua pria di depannya ini.
"Astaga, aku harus melayani tamu lain. Semoga hari kalian menyenangkan, aku pergi dulu" Sambungnya dan langsung berlari kecil keluar kamar.
"Tunggu dulu, jadi yang tadi malam .. "Bukan Peach, lalu siapa?" Menjadi pertanyaan di otak keduanya.
"Apa mungkin kau cuma mimpi dan tertidur tadi malam?" ejek Jayden yang masih bisa tertawa di situasi saat ini.
"Kau pikir aku apa! Aku yakin, aku ingat betul rasanya dan aku bahkan," ucapan Liam terhenti dan beralih menatap Jayden.
"Bahkan apa? Jangan bilang kau meninggalkan jejak? Tidak kan, kau tidak mungkin melakukan itu"
"Tapi sepertinya iya, obat Adam benar-benar gila, aku bahkan menggila tadi malam" Seketika juga Jayden melemparkan bantal sofa kearah Liam, "Sialan, kau tahu apa konsekuensinya jika melakukan itu!" Marahnya.
Jayden bangkit dari duduknya dan menelpon tim keamanan hotel untuk mencari informasi wanita yang satu kamar dengan Liam.
......................
Plak!
"Apa-apaan ini Karin?! Kau mau membuat muka Ayah malu!" Bentak Morgan sambil melempar beberapa foto pada putrinya itu, ia tak habis pikir bagaimana bisa putrinya melakukan hal itu dengan mudah.
"Mau di taruh di mana muka Ayah kalau sampai berita ini terdengar media!" Teriak Morgan sekali lagi memarahi Karin.
Ia memegang tengkuk lehernya, tekanan darahnya naik, mata dan wajahnya memerah urat tangannya menonjol keluar satu tangan mengepal kuat.
"Ma-maafkan Karin Yah, Karin benar-benar tidak sadar" Ucap Karin bersimpuh di kaki Ayahnya.
"Please. Maafkan Karin Yah, Karin tidak akan mengulangi kesalahan lagi" Pintanya sambil menyatukan tangannya memohon pada Ayahnya.
"Tenang, ada baiknya di bicarakan baik-baik. Karin juga pasti masih syok" Ujar Riana mengelus lembut pundak Morgan yang duduk di sofa.
Karin sanggup menerima konsekuensi apapun yang di berikan Ayahnya, selama ia tidak di asingkan lagi dari rumah.
"Sekarang mau di apakan lagi? Nasi sudah menjadi bubur" Gumam Morgan.
"Menurutku sebaiknya kita mencari pria yang membuat Karin di posisi sekarang dan membuatnya bertanggung jawab" Saran Riana pada suaminya.
Oh, tentu saja Karin langsung membelalakkan matanya mendengar ucapan ibu tirinya itu.
Ia mendongak menatap tajam Riana yang berdiri disamping sofa Ayahnya.
"Sialan, dia mau menyingkirkan ku dengan perlahan!" Gumamnya dalam hati.
"Baiklah, Ayah akan mengampuni kamu dan mencari pria yang harus bertanggung jawab atas dirimu" Ucap Morgan final tanpa bisa di sela karena pria itu sudah beranjak pergi dari ruang tamu meninggalkan Karin yang masih bersimpuh sendirian.
Saat ia akan bangkit, langkah kaki terlihat mendekatinya.
......................
.
.
.
.
.
...🌻🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments