Biasakan Like bab-nya😉...
Masukin list Fav juga ya🥰
Komentar positifnya biar Author
makin semangat Up, apalagi dapet hadiah🥰
So... I Hope Enjoy The Story
......................
"Karin"
Langkah Liam terhenti, dan memperhatikan keduanya dari pos jaga petugas keamanan.
Karin menoleh lalu berbalik menghadap asal suara, irisnya melebar saat melihat sosok yang tidak asing lagi baginya. Seorang pria dengan perawakan mirip dengan Liam, bedanya pria ini baik sedangkan Liam menyebalkan.
Tapi kalimat baik itu hanya berlaku untuk masa lalu, bukan saat ini. Karin memasukkan kunci mobil yang ada di tangannya kedalam paper bag yang dia pegang.
"Karin!"
Sekali lagi suara itu memanggilnya saat Karin tadi melangkah pergi. "Bisa kita bicara sebentar?"
"Tidak ada yang perlu di bicarakan. Silahkan pergi" Telak, kalimat itu berhasil meremukkan hati Felix.
Sesuai ucapannya, Karin melenggang pergi dari sana meninggalkan Felix sendirian merutuki kesalahannya di masa lalu.
......................
Karin masuk dengan tatapan kosong, entah kenapa ia merasa sesak saat melihat foto wanita yang tadi ada di laci dashboard mobil Liam.
"Siapa? Kau bertemu siapa tadi?"
Langkah Karin terhenti ketika mendengar Liam yang mengamatinya sedari tadi tanpa disadarinya. Karin menarik napasnya dalam dan menghembuskannya kasar kemudian berbalik menghadap asal suara.
"Bukan urusanmu!" Ketusnya. Karin kesal sekali.
Liam berdiri, berjalan mendekati Karin dan mencengkeram pergelangan tangan wanita itu. "Apa maksudmu, bukan urusanku?"
Karin mengerutkan kening, menatap pergelangan tangannya yang masih dicengkeram oleh Liam. "Ada apa denganmu? Jangan bertingkah seolah-olah aku baru saja selingkuh darimu." Jawab Karin terlihat tenang. Senyum miringnya tersemat. Karin menarik tangannya dari genggaman Liam hingga terlepas.
"Aku cuma ingin tahu siapa pria tadi, kenapa susah sekali kau menjawab. Jangan-jangan dia memang selingkuhanmu?!" Tekan Liam.
Karin terkejut. Emosinya tiba-tiba naik, "lalu bagaimana denganmu. Kau menyimpan foto wanita di dashboard mobilmu. Apa itu juga wanita pengh*burmu yang lain?!"
Liam tidak mau kalah, badannya maju satu langkah kearah Karin. "Apa masalahmu?! Kenapa menyentuh barang pribadiku. Kau menumpang disini?!" Perasaan baru saja kita melihat hubungan mereka baik-baik saja tadi di kamar, sebelum Liam meminta Karin mengambil hadiah di dalam mobilnya.
Karin mengepalkan tangannya, bahunya naik-turun menahan emosi. "Apa?! Kau yang menyuruhku tinggal disini! Aku juga tidak sudi tinggal satu rumah denganmu, asal kau tahu, bod*oh!"
Teriakan keduanya mampu memancing anggota lain keluar dari balik sofa dan sekarang berkumpul menatap mereka heran. Tidak berani memisahkan.
"Bod*oh katamu! Kau cari mati!" Liam tidak ingin kalah.
Karin bersedekap, mengangkat dagu, menyombongkan diri. "Tidak. Aku tidak ingin mati. Aku belum menikah dengan Pria idamanku."
Liam mengepalkan tangannya. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
Karin melangkah mendekat pada Liam, wajahnya dicondongkan tepat didepan wajah Liam kemudian mengulas senyum remeh. "Sudahlah. Berdebat denganmu sama saja seperti berdebat dengan batu. Sebaiknya, urus saja wanita itu, bukankah dia membutuhkanmu?"
Alis Liam naik satu, lidahnya dimainkan pada dinding pipi, "tentu saja. Dia begitu manis, sangat berbeda denganmu. Aku heran, bagaimana pria tadi bisa menyukaimu. Aku bahkan tidak selera denganmu Karin" Tawa remeh Liam terdengar.
Kalian semua diam, kucing hitam dan kucing oren sedang beradu mulut.
Karin semakin kesal, "apa katamu? Tidak selera. Haha." Karin tertawa bak orang pesakit, "dasar munafik! Kau tidak ingat malam itu? Lalu bagaimana dirimu merebut posisi Regard di altar? Bahkan kau mengurung dan mengawasi ku karena kau takut kehilanganku, kan Tuan Liam yang terhormat."
Liam menjawab tenang, "itu karena aku dalam pengaruh obat nona. Jika tidak, aku juga tidak selera denganmu."
Selamat. Liam berhasil menaikkan emosi Karin. Karin menatap kesal, tengkuknya sakit, kepalanya panas seakan ada kepulan asap yang akan berasal dari sana. Jayden dan yang lain terlihat saling berbisik, bertaruh siapa yang akan menang atas perdebatan ini mengingat kedua pemainnya sama-sama berkepala batu.
Karin semakin mendekat kearah Liam, tersenyum lebar sembari mengangguk-anggukkan kepala seperti menikmati tawa Liam yang menertawainya, dan detik berikutnya satu tendangan Liam terima tepat pada kejantanannya. Mereka terkejut dengan apa yang dilakukan Karin.
"Akh! Masa depanku!" Teriak Liam sembari melompat-lompat meringis menahan sakit.
Kepalanya berputar, sakitnya luar biasa. Karin menendang sekuat tenaga.
"Kau gila! Kau menghancurkan masa depanku! Dasar istri durhaka!"
Karin masih tenang, menikmati pertunjukkan. "Masa depan apanya. Bahkan sosis lebih besar dari milikmu."
Karin berbalik, meninggalkan Liam dengan amarahnya. Dia sudah puas. Dia menang. Jangan pernah mengusik Karin jika dia sedang tidak ingin berdebat.
"Kau bilang apa?! Apa kau lupa, kau pernah men*desah hebat karena ini Karin!"
Seolah tuli, Karin tidak peduli. Sementara Adam dan yang lain menggeleng-geleng tidak jelas, terlebih Jayden yang harus menyerahkan segepok uangnya untuk Juan karena kalah dalam pertaruhan. Harusnya dia memilih Karin saja tadi.
Jayden berjalan kearah Liam, menepuk pundak pria itu, kemudian mendecak. "Ternyata, sosis lebih besar dari milikmu. Kasihan sekali." Jayden menggeleng-gelengkan kepala, "yang sabar yah brow."
"Aaaaaaa... Sialan!" Teriakan Liam memenuhi ruangan.
Sambil meringis Liam memanggil Adam untuk memeriksa keadaannya.
Sementara Karin masuk kedalam kamar dengan kekesalan yang memuncak, dia kesal mendengar ucapan Liam tadi.
......................
Karin menguap, dia diam sejenak di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Perutnya berbunyi karena tadi malam tidak sempat makan malam akibat ulah Liam. Tapi sebenarnya Karin sudah tidak nafsu makan saat melihat Felix.
Beberapa detik kemudian Karin bangun, ia segera masuk kedalam kamar mandi untuk sekedar membersihkan dirinya, dia ingin pergi hari ini.
Sudah dua minggu semenjak pernikahan mereka sah, tapi tidak ada kemajuan setiap hari terus berjalan seperti itu. Karin ingin pergi bekerja seperti rencananya yang sudah dia atur sebelum kembali dari Amerika, tapi sepertinya tidak memungkinkan.
Namun sekarang dirinya malah terjebak dalam labirin bersama Liam yang tidak tahu kapan ada jalan keluarnya. Sebenarnya Karin tidak seberani itu untuk melawan Liam, dia hanya berani adu mulut, takut Liam melakukan kekerasan padanya jika lebih kurang ajar.
Hari ini weekend, Liam memberinya ijin kemarin malam untuk keluar, tentunya sebelum perkelahian tadi malam.
Karin melihat kelantai bawah, dimana para pria itu sedang tertidur di sofa ditemani televisi yang menyala dan botol minuman yang berserakan.
"Good morning, aku pergi dulu, kemarin kau mengizinkanku keluar." Ucap Karin pelan, bahkan hampir berbisik lalu dengan cepat ia mengambil card akses dari saku celana Liam.
Karin tidak pergi jauh, dia hanya ingin jogging di fasilitas yang di sediakan developer Paradise Sky Penthouse.
"......"
Sudah hampir jam 09.00 AM, tapi mereka masih saja tertidur pulas dengan tirai yang masih tertutup. Liam masih merasakan ngilu akibat pukulan Karin kemarin, membuatnya terus mengumpat sepanjang malam.
Drrttt...
"Juan ponselmu berisik sekali" Tegur Liam dengan mata tertutup.
"Itu ponselmu bod*oh" sela Adam yang baru saja bangun beberapa menit yang lalu.
"Siapa?" tanyanya, enggan meraih ponselnya.
"Tidak ada namanya"
"Yasudah biarkan saja"
Drrttt...
Tapi panggilan kembali masuk membuat Adam kesal sendiri dan mengangkatnya. Baru saja ia menekan tombol hijau di layar ponsel, ekspresi Adam langsung berubah.
"Liam bangun!" Adam langsung menarik Liam untuk bangun, tidak ada alasan untuk menolak lagi.
......................
Felix Alexander Adler
.
.
.
.
.
...🌻🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Syamil Rasyid
hahaha makin seru ceritanya,,menarik,,
2024-03-06
0