Dua pelayan bertubuh kurus datang membawa nampan berisi gelas-gelas tinggi vanilla cranberry mimosa cocktail dan sparkling champagne untuk mereka, sementara para hidung belang kian memadati kelab.
Jayden mengajak Juan merapat ke pinggiran panggung, lalu dia menunjuk penari di ujung sebelah kanan, cantik dan mungil, cocok dengan seleranya. Sementara Juan sibuk mengira-ngira, berapa kali para penari itu jatuh saat latihan di tiang penyangga.
"Tidak terlalu banyak, milyaran kurasa," jawab Liam, santai, sembari menyambar segelas champagne.
"Dasar Bre*ngsek!" umpat Adam sambil terkekeh. Kali ini Liam tidak menjawab, hanya menyeringai lalu menenggak champagne dari gelas ketiganya.
"Kenapa keberuntungan masih saja berpihak pada orang bre*ngsek sepertimu?" kata Adam sambil menikmati minuman, mengangsurkan segelas cocktail pada Liam. Dia memandangi Liam yang menghabiskan minuman dalam dua kali tenggak.
"Masih percaya kalau hidup itu keberuntungan?"
Hingar bingar di antara mereka hampir menenggelamkan jawaban Liam, dia menepuk pundak Juan seraya berbisik. "Hidup itu perjuangan, usaha maksimal tidak akan pernah mengkhianati hasil," tambahnya setelah menghabiskan gelas alkohol kelimanya.
Sial, umpat Adam.
Liam bergabung bersama Jayden dan Juan. Adam memperhatikan Liam tengah melepas Gianfranco Ferre suit yang dikenakannya, lalu mengangkat papan harga untuk penari bertubuh paling semampai. Adam masih sulit percaya, betapa beruntungnya hidup sahabat sekaligus salah satu Chief Executive Officer paling sukses abad ini.
Pria 28 tahun, tampan dengan rahang tegas, biji mata sepekat telaga yang mampu mengintimidasi sampai ke titik terendah. Air muka tenang dan dingin. Darah Britania yang mengalir di garis keturunannya, membuat ketampanan Liam terlukis nyaris sempurna. Sialnya lagi, pria 182 senti itu adalah lulusan arsitek terbaik dari Academy of Art University, San Fransisco, California.
Liam bukan tipe pemimpin ramah yang bisa meramu basa basi. Kinerjanya mumpuni dan sulit dipatahkan, ide rancangannya membawa Rez Holdings berdiri kokoh sebagai salah satu pengembang property terbesar di negaranya. Liam bahkan bisa meyakinkan jajaran direksi untuk memilihnya sebagai CEO di usianya yang kini baru menginjak angka 28.
"Apa aku harus jadi bad boy dulu, baru bisa sukses di pekerjaan dan mencari pacar?" Adam merapat ke sisi Liam yang menoleh sekilas, lalu kembali sibuk mengganti nominal papan harga untuk incaran mereka malam ini.
"Kau dokter paling hebat yang dimiliki negara ini, apa itu belum cukup?" kata Liam, tapi Adam tidak mendengarnya karena Jayden berteriak tepat di telinga.
"Selamat Tuan, kau memenangkan Peach." Suara lantang dari pria berjas di atas panggung dengan mikrofon merah di tangan kanan, menghentikan niat Adam mengusap kuping dan memaki Jayden.
Seruan sedih dibuat-buat memenuhi seluruh ruangan, mereka semua seketika mengarahkan pandang pada Liam. Liam tersenyum lebar yang tampak sedikit konyol, tapi tidak mengurangi ketampanannya saat penari itu turun panggung dan merapat kepadanya.
"Kami sudah menyiapkan hadiah untukmu, ada di kamar 4012." Adam melirik Juan dan Jayden yang kini asik main batu gunting kertas bersama Peach. "Masih baru, sewanya mahal. Dasar Bocah," tambahnya, kesal.
Liam mengangguk lalu menenggak champagne dari gelas dia lupa sudah minum berapa gelas, sembari menekan pelipis. Sebagian dirinya tengah menahan perasaan aneh yang lamat-lamat menjalari pikiran dan menekan otak, membuat tubuhnya bereaksi panas dan berkeringat.
"Sudah pengen, belum?" Adam mulai cegukan, kepalanya miring ke kanan lalu ke kiri.
"Apanya?"
Teriakkan Peach yang kalah dan dapat jitakan kecil di kening dari Juan, membuat Liam berpaling dan mengabaikan pertanyaan Adam. Dia memperhatikan Juan sebentar, lalu menyambar jasnya yang tergeletak di sofa sebelum menyampirkannya di bahu Peach. Gadis itu terkejut dan sempat protes, tapi tertunda saat seorang pria berjas menghampiri meja mereka.
Pria berjas tersenyum ramah, sembari membungkuk hormat. "Pesanan anda sudah siap, Tuan Jayden. Kamar 4012."
"Sesuai pesanan?" tanya Jayden.
"Tentu. Barang baru dan anda harus membayar lunas lebih dulu."
Jayden mengeluarkan black card dari saku jas hitamnya yang tersampir di lengan, membuat mata pria berjas membesar dan tersenyum lebar bikin Juan mau muntah kembali terulas.
"Ditunggu sebentar," katanya, lalu hilang di ujung meja bar.
"Aku menambahkan obat pera*gsang di gelasmu, tapi sepertinya dosisnya kurang. Seharusnya aku memberimu dosis lebih dari yang seharusnya, kau kan maniak." Adam melanjutkan. Sembari menahan mati-matian cegukan yang semakin sering.
"Dasar Kep*rat!" Liam menyeringai, dia juga sudah mulai cegukan dan semakin pening. Mereka berdua cekikikan, lalu Liam menepuk bahu Adam dua kali.
"Kau pikir aku impoten?"
"Cuma mau ngetes produk baru. Gratis sih, tapi sayang kalau dibuang."
Pria berjas datang lagi, dia memberikan kartu akses dan black card pada Jayden. "Semoga malam anda menyenangkan, Tuan Jayden," tambahnya tanpa diminta.
Kemeriahan di atas panggung kembali tergelar, ketika Jayden memberikan kartu akses kamar pada Liam. Juan melambaikan tangan berlebihan, saat Liam hilang di antara keramaian pengunjung kelab yang kian penuh. Lelang kedua sudah dimulai.
Dengan pandangan yang kian berkabut Liam menempelkan kartu di layar monitor untuk membuka pintu kamar, tapi sebelum sempat melakukannya pintu sudah terbuka. Ternyata tidak terkunci. Bingung, tapi Liam tidak memedulikannya.
Cegukan sesekali terdengar dari kerongkongannya yang panas, Liam melepas kemeja Valentino yang dia kenakan, membuangnya ke lantai, lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Liam mengerang, gejolak h*srat yang memintanya untuk segera menyatukan diri dengan seorang gadis semakin menguasai.
"Bre*ngsek!" makinya. Entah berapa dosis yang ditambahkan Adam, yang pasti Liam sudah berada di puncak ga*irah, pening dan kesal.
Pintu kamar terbuka, seorang gadis kurus dengan pakaian yang menurut Liam terlalu berbeda untuk ukuran gadis pengh*bur, muncul dengan raut wajah sama tidak sadar dengan dirinya. Namun tak bisa Liam pungkiri kalau paras gadis seperti Peach tidak main-main.
Tak bisa Liam pungkiri kalau paras gadis itu yang tampak masih terkejut karena ini pekerjaan barunya, sangat cantik, tanpa dandanan berlebih yang biasanya melekat pada seorang Pekerja **** Komersial.
"Kemarilah." Liam menggerakkan tangan, kepalanya miring ke kanan, mengerjab berkali-kali. Otaknya kian berdenyut menahan h*srat yang hampir membunuhnya, dia berusaha menajamkan penglihatan yang kian buram. Gadis itu perlahan mendekat
Sementara di sisi lain, seorang wanita nampak di boyong masuk ke kamar 4021 yang berada di seberang.
"Pekerjaan dimulai, siapkan uangnya." Ketiknya di papan keyboard mengirimkan pesan pada seseorang.
Dia terkesiap saat tangan dingin Liam berhasil menarik lengannya sebelum dia mencapai ranjang, lalu mendorongnya dan kini mereka berdiri berhadapan di muka pintu.
"Begini. Aku sedang tidak ingin basi-basi, kita selesaikan ini dengan cepat dan setelah itu kau boleh pergi. Kalau bayarannya kurang, kita bisa bicarakan nanti, sekarang aarrghh, aku bisa mati." Liam kian kesal, obat per*ngsang dan langkah lambat wanita itu membuatnya seperti disiksa di ruang pesakitan.
......................
.
.
.
.
.
...🌻🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Cheptyie Vhalhella
sampai sini bacanya pusing engk ngerti
2024-07-05
0