Cinta Untuk Adita
Gubrak!
Aku membuka pintu kamar mami dengan kasar. Ada pemandangan yang menjijikkan hingga aku ingin membunuh dua manusia yang ada di hadapanku. Dua manusia tanpa busana yang sedang bergumul dengan wajah berkeringat penuh kelelahan.
Mataku memanas melihat mami dan suamiku bercinta layaknya suami istri. Dimana akal sehat mereka? Apakah mereka sudah sama-sama gila?
Oh tuhan!
Mereka terkejut bukan kepalang, serta merta mami menutup tubuhnya dengan selimut yang ada di atas ranjang. Sementara Mas Dani, suamiku spontan langsung mencari pakaiannya dan segera memakainya.
" Adita.. ini tidak seperti yang kamu lihat." Ia berusaha menjangkau ku. Aku yang terlanjur jijik padanya mencoba mundur agar ia tak bisa menyentuhku.
" Jangan sentuh aku!" Teriakku keras. Aku mengangkat kedua tanganku, agar ia berhenti mendekat.
" Jadi ini kelakuan kalian? Bertingkah layaknya binatang? Tega kamu mas!" Bentak ku pada pria yang sudah setahun ini menjadi suamiku.
Aku menatap mami, namun ia hanya menunduk. Tangannya menutup wajahnya. Malukah ia padaku?
Aku berjalan mendekat kearah ibu kandung ku itu.
" Mami.." suaraku bergetar. " Tega sekali mami berkhianat. Aku putri mu, mi. Putri yang lahir dari rahimmu dua puluh tiga tahun yang lalu."
Mama masih diam, namun ia berkali-kali mengusap wajahnya. Menyesalkah ia sekarang? Atau itu hanya air mata buaya.
" Sejak kapan, mi?" Aku melemah. Air mataku tumpah. Jika berbicara dengan mami aku tidak bisa sekeras itu, seperti tadi aku berbicara dengan mas Dani.
" Sejak kapan semua ini terjadi?" Ulangku lagi.
" Ma-maafkan mami, sayang." Ucap mami terbata-bata.
" Maaf? Maaf untuk apa? Untuk kejadian ini?" Tanyaku pelan. Bahkan tenagaku sudah habis terkuras meski aku tidak melakukan apa pun.
" Mami janji tidak akan melakukan ini lagi pada suami mu, mami janji akan... Mami janji, Adita.." mam mulai tersedu-sedu.
" Tolong jangan bilang papi, atau..."
" Atau apa?" Aku memotong perkataan mami.
" Atau... Rumah tangga mami akan hancur." Ucap mami pelan.
Aku tertawa bersama deraian air mata yang meluncur dengan bebas. Mulutku tertawa, tapi hatiku menangis.
Bisa-bisanya mami memikirkan rumah tangganya.
" Bukan hanya rumah tangga mama saja yang hancur, tapi... Rumah tanggaku pun akan hancur. Hancur mi!"
" Adita, kita bisa selesaikan ini dengan baik. Ini hanya kekhilafan antara aku dan mami." Mas Dani berusaha membela diri.
Aku menatap mas Dani tajam. Bisa-bisanya ia bilang ini hanya khilaf.
Oh Tuhan! Ini gila.
" Khilaf katamu, mas? Khilaf tapi memabukkan?" Sindirku tajam.
" Sudah berapa kali kalian melakukan ini? Sekali? Dua kali? Atau sudah berkali-kali? Kurang apa aku, mas? Apa goyangan ku tak seenak punya mamiku? Atau aku kurang menarik di matamu?"
" Adita!" Mami membentak ku. Sekian puluh tahun menjadi putrinya, ini kali pertama aku di bentak oleh mami.
Sakit! Ada luka yang tidak berdarah.
" Mami bentak Adita? Demi lelaki sampah ini? Kita bertemu akan bertemu dimeja hijau mas." Aku berjalan keluar dari kamar mami. Meninggalkan dua sejoli yang sedang di mabuk cinta.
Aku melajukan mobil dengan pelan. Bagaimana pun rasa sakit dan kecewa yang mendera, aku harus tetap waras. Jangan sampai aku yang menjadi celaka.
Sasaran utamaku saat ini adalah pergi ke kantor papi. Bagaimana pun juga papi harus tahu kejadian menjijikkan ini.
Aku memasuki pelataran parkir kantor papi. Cukup lama aku berdiam didalam mobil. Berusaha menghapus sisa air mata penghianatan mas Dani dan mami. Aku memberi taburan bedak di wajahku, agar penampilanku tak buruk. Aku mengatur napas agar jauh lebih tenang. Setelah merasa baik, aku melangkah masuk kedalam kantor papi.
Aku langsung menemui papi setelah mendapat izin dari sekretaris papi.
Tok..tok..tok..
Aku mengetuk pintu ruangan papi.
" Masuk." Terdengar suara perintah dari dalam. Dan itu suara papi.
Aku membuka pintu, papi terkejut melihat aku ada di balik pintu.
" Adita? Tumben. Masuk sayang." Papi tersenyum ramah padaku.
Aku memeluk papi. Rasanya dadaku terasa sesak mengingat kejadian di kamar mami.
" Duduk." Papi menepuk kursi kosong di sebelahnya.
Tanpa ku ku minta, papi memesankan segelas teh manis hangat untukku. Selalu begitu. Papi lebih percaya jika segelas teh akan memberi rasa nyaman dari pada sebuah es jeruk atau pun kopi.
" Dani sakit?" Tanya papi.
Aku menggeleng lemah.
Papi menghela napas berat. Beliau meletakkan kaca mata ya di atas meja.
" Sudah beberapa bulan ini Dani berubah." Ucap papi
" Maksud papi?" Tanyaku pura-pura bodoh.
" Karyawan papi bilang, Dani sering absen. Alasannya selalu tidak enak badan. Apa benar?" Papi menatapku, menunggu jawaban dari mulutku.
Lagi-lagi aku menggeleng. Aku tidak punya kekuatan untuk bercerita apa pun pada papi. Lidahku terasa kelu. Aku tidak tega untuk menyakiti papi.
" Tolong bilang sama Dani, meski papi pemilik perusahaan ini, namun dia tidak bisa bersikap semena-mena. Kantor ini punya aturan." Ucap papa lagi.
" Oh iya, tumben kamu datang kekantor papi. Ada apa?" Tanya papi keheranan.
Wajar jika papi heran melihat aku mengunjungi beliau kesini. Semenjak menikah dengan mas Dani, aku memilih resign dari kantor papi dan memberikan wewenang pada mas Dani untuk mengambil posisiku. Ku pikir, mas Dani domba ternyata ia tak lebih dari seekor serigala.
" Minum dulu Dit." Papi menyenggol lenganku. " Malah melamun." Ucap papi pagi.
Aku meminum teh manis hangat itu dengan sekali teguk.
Dan kini gelas di hadapanku sudah kosong.
" Haus?" Tanya papi menyindirku.
Aku hanya tersenyum kalut. Ku pandangi wajah papi, wajah yang bersih sebersih hatinya. Papi yang lembut, romantis sama mami, perhatian, selalu memenuhi kebutuhan dan keinginan mami, bahkan aku tidak pernah mendengar suara tinggi papi membentak mami. Lalu dimana kurangnya papi hingga mami tega berselingkuh? Dengan suamiku lagi.
" Pi?" Panggilku pelan.
" Hm."
" Papi pernah berselingkuh?"
Papi terbatuk-batuk mendengar pertanyaan ku.
" Dani selingkuh?" Tanya papi cepat.
Aku diam bahkan mataku memerah menahan kesakitan ini sendirian.
" Adita ingin bercerai pi." Ucapku lemah.
" Hah! Cerai? Memangnya benaran Dani selingkuh?" Wajah papi mengeras seperti menahan emosi.
" Iya pi." Ucapku terisak. Jika tidak dengan papi, mau kemana lagi aku berpulang untuk mengadu.
" Dengan siapa?"
Aku bingung harus menjawab apa. Haruskah aku jujur? Mulutku seperti terkunci aku tidak sanggup membuka fakta sesungguhnya pada papi.
Papi mengambil ponselnya, " papi harus telpon Dani sekarang."
" Jangan pi!" Aku mengambil ponsel dari tangan papi.
" Kenapa?"
" Jangan sekarang, pi."
" Lalu? Tunggu dia dan selingkuhannya hamil? Ucap papi meledak-ledak.
Dadaku seperti di hantam godam besar.
Tidak bisa ku bayangkan jika mami sampai hamil anak mas Dani.
" Apa kamu sudah memergoki Dani bersama perempuan lain?" Selidik papi.
Aku kembali mengangguk.
" Apa kamu mengenalinya?" Selidik papi.
" Ya, aku mengenalnya pi. Bahkan beliau adalah..." Tangisku pecah.
Papi memelukku, mencoba menenangkan ku.
" Bilang sama papi siapa wanita itu!" Ucap papi mulai emosi.
" Dia..."
Sanggupkah Adita menguak perselingkuhan mami dan suaminya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
jujur aja lah, Dita...
2023-07-24
2
Mukmini Salasiyanti
Assalamu'alaikum
salken, mbak....
nyimak. yaaaa
2023-07-24
1
A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿
hadir kak
2023-07-23
1