Cinta Untuk Adita 3

" Adita, setelah menikah dan punya suami , jangan terlalu mengekang suami ini itu, jangan pernah melarang suami mu untuk melakukan hal yang ia sukai. Dan satu lagi, buat suami mu nyaman dalam urusan perut dan kasurnya." Pesan mami selalu terngiang-ngiang di telingaku.

Bahkan aku tidak pernah menolak berhubungan intim ketika mas Dani menginginkannya. Aku siap kapan pun mas Dani mau.

Kurang bahagia apa lagi kamu, mas?

Suara ponsel berbunyi menyadarkan aku dari lamunan. Nama papi terpampang di layar ponselku.

" Assalamu'alaikum, pi."

Terdengar suara parau papi di ujung sana.

" Iya pi, nanti Adita datang ke rumah papi. Sekarang Adita mau siap-siap dulu ya, pi."

" Waalaikumsalam, pi."

Aku bergegas bersiap untuk pergi kerumah papi.

Mendengar suara papi sepertinya beliau sedang tidak sehat.

" Ya Allah...berilah kesehatan selalu pada papi." Doaku dalam hati.

Aku mulai merias wajah. Menutupi mataku yang bengkak dan wajahku yang sembab dengan makeup. Aku tidak mau papi tahu kesedihan ku.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah papi. Sepi seperti tanpa penghuni. Hanya ada mobil sport papi yang terparkir dengan rapi, Itu artinya mami sedang tidak dirumah.

Aku membuka pintu yang tidak terkunci, tampak papi yang sedang termenung di ruang keluarga.

" Papi..." Aku menyentuh bahu papi.

Papi terkejut, belia tidak sadar jika aku sudah datang.

" Papi melamun?"

Papi hanya menggelengkan kepalanya, lalu beliau membuang pandangannya kesamping. Tangan keriput papi mengusap wajahnya.

" Papi jangan sedih." Ucapku serak.

Bagaimana aku bisa menguatkan papi, sementara aku sendiri juga sedang hancur.

Tak berapa lama terdengar langkah kaki memasuki rumah ini.

" Papi mengundang siapa?"

Belum sempat papi menjawab pertanyaan ku, aku melihat dua sosok yang ku kenal berjalan ke arah kami. Sosok yang dulu ku kagumi dan ku sayangi, mami dan mas Dani.

" Kamu boleh duduk, Dit." Papa menyuruhku duduk disampingnya.

Mami dan mas Dani masih berdiri, hingga papi mempersilahkan mereka duduk.

" Silahkan duduk." Ucap papi dengan suara bergetar.

Mami dan mas Dani duduk berdampingan. Mereka bagai dua remaja yang sedang dimabuk asmara, tak terpisah bak lem dan prangko.

Aku muak melihat pasangan yang ada dihadapanku. Jika bukan karena papi, mungkin aku sudah melempar mereka berdua dengan vas bunga yang berada diatas meja.

" Mami... Kenapa harus dengan Dani? Dan kamu Dani, kenapa harus dengan mami? Kenapa kalian tega menyakiti hati kami?" Tanya papi dengan pelan.

Mereka berdua hanya menunduk, entah apa yang ada di pikiran mereka saat ini.

" Mi, kita tidak muda lagi, mungkin papi bisa memaafkan mami, kita bisa memulai kehidupan yang baru, papi akan anggap semua kesalahan mami adalah karena mami khilaf. Mami seperti ini mungkin juga karena salah papi yang kurang memperhatikan mami. Mami masih maukan menemani papi sampai kita bertemu ajal nanti?" Ucap papi sedih. Bahkan papi kini sudah menangis, hal yang tidak pernah ia tunjukkan selama ini. Tapi kini cinta pertama ku sedang mengemis cinta pada permaisurinya yang sudah berkhianat. Dari apa hati papi terbuat?

Jika bukan karena sayang pada papi, mungkin aku sudah melarang papi untuk mengemis cinta. Yang bisa kulakukan saat ini adalah diam, membiarkan papi mendapatkan permaisurinya kembali.

Meski aku yakin, jika mami kembali pada papi, hubungan ku dengan mami takkan sebaik dulu.

" Maaf mas, aku gak bisa melanjutkan pernikahan kita. Aku sudah tidak mencintaimu lagi."

Ucapan mami bagai petir di siang bolong.

Papi terdiam menatap mami, beliau seperti tidak percaya mendengar ucapan yang keluar dari mulut mami.

Ah. Mami memang sudah berubah, seumur hidupku, mami tidak pernah memanggil papi dengan sebutan mas. Mami juga tidak pernah menyebut dirinya dengan kata aku.

Oh Tuhan!

" Aku memilih bercerai dengan mu, mas. Secepatnya aku akan mengurus surat perceraian kita." Ucap mami lagi.

" Apa yang membuat mami mencintai Dani? Apakah ia jago di ranjang? Ia jago memuaskan nafsu mami?"

Aku terkejut mendengar ucapan papi yang mulai ngelantur. Aku malu, jika urusan ranjang mulai di bahas secara terbuka.

" Cukup mas!" Suara mami naik satu oktaf lebih tinggi.

" Lalu apa yang mami dapat dari lelaki seperti Dani jika bukan urusan ranjang? Apa Dani punya harta seperti papi? Apa Dani bisa membuat mami keluar masuk salon? Jika bukan papi suaminya, tidak mungkin mami bosa secantik sekarang. Tidak mungkin mami masih awet muda, mulus seperti sekarang ini." Bentak papi.

Sepertinya kesabaran papi mulai habis.

Memang benar apa yang di bilang papi. Mami adalah wanita paruh baya yang terawat dengan baik. Kulitnya mulus dan kencang, bahkan sedikit keriput pun tidak ada di tubuh dan wajahnya. Itu semua karena papi berhasil menjadi seorang suami. Apa pun yang mami inginkan selalu di turuti oleh papi.

Papi berjalan kearah mereka berdua. Beliau mendekati mas Dani. Aku mulai ketar ketir, takut terjadi perkelahian antara mas Dani dan papi.

" Kenapa harus maminya Adita, Dani? Apakah bagimu Adita tidak menarik? Kalau benar Adita tidak menarik, mengapa kamu tidak mencari wanita di luar sana? Kalau kamu mau, kamu masih bisa mendapatkan perawan yang lebih menggoda di banding mami Adita." Ucap papi penuh penekanan.

Mas Dani hanya terdiam menundukkan kepalanya.

Tidak pernah terpikirkan olehku, jika aku akan berada didalam situasi seperti ini.

Munafik jika sekarang aku katakan bahwa cintaku sudah musnah. Aku masih mencintai pria penghianat itu, mas Dani adalah cinta pertamaku. Tapi ku pastikan, aku tidak akan kembali menjalin hubunganku dengan laki-laki yang pandai berkhianat, apalagi berkhianat dengan ibu kandungku sendiri.

" Dit, apa keputusanmu?" Tanya papi padaku.

" Aku akan tetap bercerai, pi." Jawabku mantap.

Mas Dani menatapku sendu, aku tidak mengerti arti tatapan mas Dani. Menyesalkah atau... Malah sebaliknya.

" Dit, " panggil mami pelan.

Aku menatap mami tajam.

" Dit..ma-maafin mami, dit. Mami mengerti perasaanmu, dit. Kamu pasti terluka dengan kejadian ini. Huuuhu..."

Mami menangis, namun tidak ada rasa iba di hatiku seperti dulu. Mami mendekatiku, ingin menyentuhku dan memelukku.

" Stop! Jangan mendekat!" Aku mundur beberapa langkah kebelakang, berusaha menjauh dari jangkauan mami.

" Dit.. mami sayang kamu, Dit." Ucap mami tersedu-sedu.

" Tidak.." aku menggelengkan kepalaku.

" Kalau mami sayang padaku, pasti mami tidak akan melakukan ini padaku. Kalau mami sayang padaku, mami pasti tidak akan menggores luka sedalam ini padaku. Mi, aku putrimu. Aku lahir dari rahim mu, mi. Sembilan bulan engkau mengandungku penuh cinta, puluhan tahun engkau menyayangiku tanpa syarat, lalu hanya karena lelaki ini... Semuanya hancur mi, hancur." Aku meluapkan kekesalanku kepada mami.

" Mi...sakit di sini, mi..." Teriakku sambil menepuk dada.

" Dit.." papi mengusap bahuku.

" Kita relakan mereka pergi dari kehidupan kita. Kita masih bisa bahagia meski tanpa mami. Saraswati hari ini kami bukan istriku lagi, dan hari ini aku ceraikan kamu."

" Silahkan pergi dari rumah ini." Usir papi.

Mas Dani bangun dari duduknya. Mas Dani menggandeng tangan mami dengan mesra. Mataku memanas memandang mereka. Ada api cemburu yang meletup-letup didalam dada.

Mas Dani... Kita pernah berjanji menua bersama, namun takdir Allah menggariskan kita hanya sampai disini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!