Cinta Untuk Adita 4

" Silahkan pergi dari rumah ini." Usir papi.

Mas Dani bangun dari duduknya. Mas Dani menggandeng tangan mami dengan mesra. Mataku memanas memandang mereka. Ada api cemburu yang meletup-letup didalam dada.

Mas Dani... Kita pernah berjanji menua bersama, namun takdir Allah menggariskan kita hanya sampai disini.

Aku memandang kepergian dua penghianat itu dengan hati nelangsa. Dalam sekaligus Allah menjauhkan aku dari mas Dani dan mami.

" Allah, apa salahku?" Jerit hatiku pilu.

Semakin lama pandanganku Kabur, kumpulan air mulai menggenang di pelupuk mata. Tanpa bisa ku bendung air itu berebutan untuk turun membasahi wajahku.

" Dit, kita kuat. Kita kuat, Dit." Ucap papi sambil menepuk pundak ku berkali-kali.

Aku hanya mengangguk tanpa mampu menjawab. Tapi aku tidak bisa berbohong, papi pun sama hal dengan ku. Rapuh. Ya, kami rapuh tanpa mami.

***

Ini adalah hari ketujuh kepergian mami dan mas Dani. Aku sengaja memblokir semua akses yang berhubungan dengan mami dan mas Dani. Tak luput olehku memblokir akun media sosial mereka.

Aku dan papi mulai mengurus surat cerai berbarengan.

" Pi, kita harus move-on." Ucapku pagi ini.

Setelah mami memutuskan pergi dengan mas Dani, mau tidak mau akhirnya aku kembali tinggal di rumah papi. Aku tidak tega jika harus meninggalkan papi sendirian di rumah sebesar ini.

Aku juga takut jika nanti papi putus asa dan memilih jalan buntu. Cukup aku kehilangan mami, tidak untuk kehilangan papi. Bagiku papi adalah segala-galanya.

" Papi jangan sedih terus dong," aku mencoba memberi semangat pada papi

" Kira-kira mami sedang apa ya, Dit?"

Aku terperangah mendengar ucapan papi.

" Kabar mami gimana ya, Dit? Apa mami sedang bahagia? Papi rindu sama mami. Seumur hidup papi, papi gak pernah berjauhan dengan mami." Curhatan papi pagi ini membuat luka di hatiku kembali menganga. Rasa benci pada mami semakin tumbuh subur di dadaku.

" Pi, mami bahagia atau tidak sekarang itu bukan urusan papi. Yang paling penting saat ini adalah kesehatan papi. Kesehatan kita berdua."

" Tapi.. mami gak pernah hidup susah, Dit." Papi sedikit tidak terima dengan ucapanku.

" Pi.." bentakku.

Papi menatapku dalam. Ada rasa sesal karena sudah berani lancang membentak papi.

" Ma-maaf,pi. Dita bukan bermaksud.."

Papi malah nangis tersedu-sedu, persis seperti anak yang tidak di belikan jajan oleh ibunya.

" Pi... " Aku memeluk papi. Setelah kepergian mami, papi seperti kehilangan jati dirinya. Papi sudah seminggu tidak pernah pergi bekerja. Hari-harinya hanya diisi dengan melamun dan melamun. Papi juga jadi sering menyalahkan dirinya sendiri. Papi juga semakin sering berandai-andai.

Andai aku tidak menikah dengan mas Dani, mungkin kami tidak akan kehilangan mami. Andai papi lebih muda, mungkin mami tidak akan terpesona dengan mas Dani. Andai papi lebih perhatian pada mami, andai papi lebih banyak waktu untuk mami... Dan masih banyak andai-andai yang di ungkapkan papi.

Setiap papi nangis aku berusaha membujuk papi, menenangkan papi, tapi kali ini aku membiarkan papi menangis sepuasnya. Mungkin papi butuh melepadkan bebannya dengan tangisan.

Cukup lama aku menunggui papi selesai menangis, hingga papi merasa lelah dan tertidur dengan sendirinya.

Aku membenarkan posisi papi agar lebih nyaman tidur di sofa. Tak lupa kuberi selimut agar papi lebih terasa hangat.

" Papi... Dita juga rindu mami. Sama seperti papi. Tapi.. mami sudah terbang

jauh bersama mas Dani, pi." Ucapku pilu.

Ku usap pipi keriput papi. Rambut papi pun mulai banyak di tumbuhi uban. Andai mami tahu, papi kerja keras demi membahagiakan mami.

Aku berjalan meninggalkan papi, taman belakang menjadi tempat favorit ku, tapi itu dulu saat ada mami. Taman ini dulunya di penuhi oleh bunga hiasan milik mami. Mami adalah pencinta tumbuhan. Dulu kami sering menghabiskan waktu di belakang rumah, hanya untuk sekedar bercengkrama. Aku menatap taman belakang rumah dengan pilu. Sejak kepergian mami, taman ini tidak terawat. Banyak dedaunan yang mulai kering, bahkan banyak tumbuhan yang nyaris mati karena kekeringan. Nasib tumbuhan ini tak beda jauh dengan kami. Sangat bergantung dengan mami.

Aku mulai membersihkan taman belakang, membuangi daun kering dan mulai menyiram tumbuhan milik mami.

"Mami boleh pergi, tapi tempat yang penuh kenangan ini tidak boleh rusak." Celotehku sendiri.

" Mami, mami gak rindu dengan tanaman ini? Mami gak rindu ngumpul bareng sama kami di tempat ini?" Aku berbicara sendiri, seolah-olah mami ada dihadapanku. Tapi nyatanya.. mami sudah gak ada.

Aku menangis lagi... Di tinggal mas Dani memang sakit, tapi di tinggal mami pergi dengan mas Dani jauh lebih sakit.

" Mami, aku kalah mami.. aku kalah. Mami pemenangnya." Ucapku tersedu-sedu.

" Mami puaskan? Mami puaskan? Huuuu....." Aku menangis sendiri hingga puas.

*

Sidang perceraian sudah selesai. Aku dan mas Dani sudah sah bercerai. Papi dengan mami juga sudah sah bercerai.

Pengacara keluarga kami mengurus semuanya dengan cekatan. Beliau juga sudah mengirim semua berkas perceraian kerumah mas Dani dan mami. Aku tidak tahu darimana beliau mendapatkan alamat mas Dani dan mami. Karena sejak mami pergi aku sudah menutup komunikasi dengan mereka berdua.

Sejak kepergian mami, papi jadi lebih sering sakit. Papi juga sudah tidak bekerja. Semua aset perusahaan papi juga sudah di jual dengan rekan bisnisnya. Katanya papi hanya ingin menikmati masa tua dengan indah.

Hingga suatu sore, " Dit, papi sudah jual rumah ini."

Uhuuuk! Aku yang kala itu sedang menikmati secangkir teh manis hangat jadi tersedak.

" Pelan-pelan, Dit." Papi menepuk-nepuk pundakku

" Papi serius?" Tanyaku tak percaya.

" Iya. Papi hanya ingin tinggal dirumah yang lebih kecil saja." Sahut papi santai.

" Tapi gak mendadak juga, pi. Dita gak punya persiapan buat cari-cari rumah pi."

" Ngontrak juga gak papa, Dit." Sahut papi lagi.

" Emang papi bisa tidur tanpa AC?"

" Ehm.." papi seperti berpikir sejenak.

" Berat loh pi tinggal di kontrakan." Aku seperti kurang setuju dengan ide papi.

" Tapi rumah ini sudah papi jual. Maaf kalau papi tidak melibatkanmu dan tidak memberi tahu kamu. Papi gsk bisa tinggal di rumah ini. Rumah ini penuh kenangan. Setiap hari, papi selalu lihat bayangan mami di rumah ini. Setiap malam, papi selalu dengar suara mami, tertawa mami, semua tentang mami ada di rumah ini. Papi bisa gila, Dit." Keluh papi jujur.

" Papi serius?" Aku masih tidak percaya dengan ucapan papi.

" Papi selalu lihat mami di rumah ini, Dit." Mata papi mulai menerawang jauh. Wajahnya berubah sedih.

" Pi, kalau itu untuk kebaikan papi, Dita setuju dengan ide papi. Secepatnya Dita akan cari kontrakan untuk kita." Aku mengusap bahu papi.

Ternyata papi sangat lemah. Papi belum move on dari mami.

***

Setelah meminta bantuan beberapa teman, akhirnya aku bisa mendapatkan kontrakan dengan secepatnya.

" Papi mau bawa barang apa saja?" Tanyaku.

Papi merenung, matanya basah.

" Papi nangis." Tanyaku lagi.

" Enggak." Elak papi.

" Nangis juga gak papa kok pi."

" Papi bawa ini saja." Kulihat papi menenteng sepasang celana jeans dan baju warna hitam dengan merk terkenal.

" Hanya itu?" Aku mengernyitkan dahiku sebagai pertanda heran.

Papi hanya mengangguk. " Kado dari mami tahun lalu." Ucap papi lemah.

" Kenapa cuma satu?" Baju papi banyak loh yang di belikan mami."

" Baju, sepatu, sandal, jam tangan, semua barang papi boleh kamu jual. Uangnya nanti kamu masukkan ke buku tabungan. Papi sudah tidak butuh barang-barang itu lagi." Ucap papi menjawab rasa penasaranku.

" Papi ingin hidup baru. "

Aku mulai paham, tanpa banyak tanya aku mulai memberesi barang-barang yang ku butuhkan. Aku ingin seperti papi, memulai hidup baru tanpa bayang-bayang mami dan mas Dani. Jika papi masih membawa barang pemberian mami, lain hal denganku, aku tidak membawa satu barang pun yang berkaitan dengan mas Dani dan mami. Aku ingin move on, aku ingin hidup normal tanpa bayang-bayang luka masa lalu.

Terpopuler

Comments

Tati Suwarsih

Tati Suwarsih

ngapain jg d tangisin manusia lacnat seperti mereka

2023-10-23

0

kavena ayunda

kavena ayunda

ayah sama anak sama2 tolol ngapain nangisin sampah

2023-07-30

2

Embunpagi

Embunpagi

💪😆

2023-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!