Mertolulut: Pendekar Sakti Tanpa Tanding

Mertolulut: Pendekar Sakti Tanpa Tanding

Mertolulut

Rombongan itu terus bergerak menjauhi istana. Mereka terburu-buru. Seakan ketakutan lah yang terus mengejar. Hingga sejauh langkah kaki mereka tak kuasa bergerak. Nantinya.

Istana bedah. Keraton Kadipaten Pasir Luhur sudah menjadi karang abang. Bahkan menurut berita, Sang Adipati sendiri telah binasa, digorok lehernya oleh para pemberontak yang merupakan raja wilayahnya itu.

“Hei Berhenti!“

Ada suara yang berseru. Mereka-mereka ini para prajurit pemberontak yang berhasil menguasai pusat kekuasaan. Mereka terus melakukan pengejaran, sehingga keluarga istana nanti dapat ditumpas habis, sehingga tidak akan berani mendongkel kekuasaan mereka kembali, serta akan abadi dalam memerintah negeri di atas bukit yang tinggi itu.

“Celaka.....“

Mereka panik. Bukannya menghentikan langkah, malah semakin cepat mencoba melarikan diri. Mereka tak menghiraukan panggilan mereka. Tak perduli itu siapa, semuanya membuat mereka ketakutan. Bencana yang sebelumnya terjadi membuat mereka semakin waspada, juga tak mudah percaya pada apapun. Termasuk orang yang memanggilnya.

Menjauh. Mesti terus menjauh. Menghindari kontak fisik kalau bisa. Mereka-mereka ini sangat kuat. Sehingga kalau memaksa untuk bertempur mati-matian, bisa jadi akan mati betulan. Itu yang tak diinginkan. Selain nafas cuma satu, juga tak ada cadangannya. Meminjam pun tak boleh, apalagi menyewa.

Namun tak berapa lama mereka telah terkepung oleh para prajurit pemberontak itu. Mereka telah lebih dulu melakukan penghadangan. Gerakannya sangat cekatan. Dan sudah sangat piawai dalam usaha melalukan penghadangan dengan kemungkinan berhasil mendekati sempurna. Kali ini contohnya yang sangat nyata ada didepan mereka.

“Kita lebih banyak. Jangan takut!” ujar pengawal Bhayangkari, sang pelindung istana yang gagah perkasa. Itu dia lakukan, agar semuanya tidak panik. Dengan demikian, maka lawan akan terasa lebih kecil, dan diri mereka akan bisa mengalahkan mereka jika mesti bertempur demi bisa meloloskan diri. Dan sejauh itu, belum ada keinginan untuk merebut kembali tahta. Sebab dirasa kurang mampu. Selain mereka perkasa, keadaan tiba-tiba yang membuat kekacauan di dalam sendiri yang tak mampu dibendung. Sehingga dengan mudah keraton dikuasai, hanya dalam waktu yang tak berapa lama.

Kini harapan keamanan pada lingkup keraton dan mungkin segenap istana bakalan berada di pundak dua orang yang sangat tangguh kesaktiannya itu. Singonegoro dan Mertolulut.

Mercukundo melawan tiga orang. Dia enggan menyerah.

Sebagai anak Sang Singonegoro yang biasa menjadi algojo buat para tersangka yang menjalani pidana, dia tak akan ngeri walau dikeroyok berapapun jumlah orang musuhnya. Namun keselamatan pangeran yang bakal mewarisi takhta itu yang membuatnya kebingungan. Antara terus mengamuk atau melarikan pangeran yang kini keselamatannya berada di pundaknya.

Si Ronggo Bintoro melawan seorang prajurit. Dia juga pantang menyerah. Tentunya sebagai anak Merto lulut yang sangat disegani.

Dia menyerang musuh. Dan berharap akan dapat merobohkannya segera.

Dipukulnya musuh, lantas menghindar. Tendangan lawan berhasil dielakkan. Pusaka nya menyabet dan berhasil memutus batang tombak prajurit musuh.

Lalu berkelit lagi. Yang akhirnya meskipun dengan kerepotan berhasil menangkap prajurit terluka itu. Dan keluarga kerajaan lain, saling bahu membahu memukuli prajurit itu hingga binasa.

Tiga orang itu mengerubuti Mercukundo, dengan cekatan anak Singo Negoro, yang kemungkinan bakal mewarisi jabatan ayahnya itu, terus mengamuk. Meski lawan tiga dia berhasil mengatasinya. Pusaka nya berhasil memupus perlawanan musuh.

Tiga orang binasa dan seorang lolos mau melapor pada yang lainnya akan keberadaan Pangeran, Putra Mahkota, sang pewaris kerajaan.

“Paman Ronggo!“

“Ya Mercukundo.“

“Kita sudah ketahuan. Mesti Berpencar.“

“Lo... Bagaimana ini?“ Ronggo sedikit terperanjat.

“Paman bawa putri dan keluarga istana lainnya, sementara aku yang akan menjaga pangeran. Biar kalian tidak diserang. Karena yang menjadi incaran utama tentunya sang pangeran bukan?”

“Aduh, bagaimana kamu ini? Aku malah mendapat lawan yang banyak.“

“Tentunya yang akan dikejar pangeran. Karena dia putra mahkota. Biar aku yang mengawasi pangeran. juga penjagaan ku lebih terarah, tidak terpencar untuk ikut mengawasi yang lainnya itu.“

Ronggo hanya manggut-manggut. Tak bisa menolak lagi.

Akhirnya mereka berpencar. Si putra mahkota mengikuti anak Singonegoro. Yang kali ini wajahnya nampak pucat antara ketakutan akibat diburu musuh juga kelelahan yang teramat sangat karena tak biasa melakukan perjalanan kacau ini.

Sebagian besar dari rombongan yang terpecah itu, mengikuti Ronggo Bintoro, anak keturunan Merto Lulut yang sangat disegani. Dan kini menjadi pemimpin dalam usaha penyelamatan diri, para kerabat istana.

“Sekarang kita bergerak.”

Kini semua ada di pundak Ronggo. Dia memberi perintah. Dianggap yang paling berpengalaman. Semuanya mengikuti apa yang diinstruksikan nya.

Mereka terus bergerak menjauh. Sebisa mungkin menjauh dari para pengejar yang kemungkinan bakal menghabisi nyawa mereka kalau tertangkap.

Ada lima orang lebih dalam perjalanan diam itu. Putri sendiri, kakak si putra mahkota dan para kerabat istana penting lainnya yang mesti hengkang dulu. Untuk menyusun strategi dalam usaha perebutan kembali tahta yang hilang, direbut musuh.

“Nah kalian disini rupanya!“

Tiba-tiba ada suara mengerikan, suara dari empat prajurit musuh yang kali ini sudah berada di depan mereka. Tahu-tahu menghadang, secara mengejutkan keluar dari semak-semak persembunyian.

“Celaka...” katanya. “Kemana Si Mercukundo itu? Kenapa dia tak datang menolong? Katanya mereka mau mengejar pangeran, Sang Putra Mahkota, yang menjadi incaran utama, ini malah kita yang dikejar.“

Ronggo Bintoro tambah panik. Dia bakalan sendirian dalam menghadapi keroyokan musuh ini. Menunggu teman, jelas tak mungkin. Entah keberadaannya kali ini dimana, juga tak tahu.

Sementara para pengejar langsung mengepung para kerabat istana yang mesti diselamatkan, bila ingin kekuasaan berlangsung langgeng pada dinasti tersebut.

Sebisa mungkin, Ronggo berusaha melawan. Dia langsung menghunus pusaka andalan yang bertuah. Setidaknya nanti bisa untuk menakuti musuh.

Tapi apa daya, dia tak kuasa melawan musuh. Musuh terus merangsek maju. Dengan hantaman yang mereka lontarkan silih berganti. Hingga tubuhnya kini menjadi bulan-bulanan, dikeroyok sana sini. Satu demi satu anggota kerajaan itu tertangkap bahkan ada yang langsung dieksekusi. Tanpa banyak jeritan, tahu-tahu tubuh mereka berlumuran darah atau langsung terlihat pusaka yang menancap di tubuh.

Makanya membuat Ronggo semakin panik.

Dia terus menjadi tempat pukul musuh. Meskipun tak semua dari ke empat orang itu mengeroyok, karena ada dari padanya yang sibuk sendiri untuk langsung menangkap para keluarga raja.

Melihat kenyataan itu, Si Ronggo ada kesempatan hendak lari. Mumpung musuhnya sedikit lengah jadi kurang waspada pengawasan atas dirinya. Dia berusaha menjauh.

“Paman!“

Namun putri memanggil dia. Membuat langkahnya terhenti. Mau terus menjauh, mumpung ada kesempatan, tapi dengan si cantik itu bagaimana? Melawan juga tak mungkin menang, melihat tubuhnya juga sudah babak belur.

“Ayo Putri!“

Akhirnya dia menunggu sejenak.

“Tunggu....“

Putri terus menghindari penangkapan. Menghindari musuh yang terus berusaha menangkapnya.

Terpopuler

Comments

sembiring meilala

sembiring meilala

semangat ya kk
cerita nya bagus kok

oh iya mampir lagi ke cerita aku Reborn little army

2020-06-27

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!