Terkadang sulit, sangat sulit, menyaksikan bumi indah ini, tak lebih indah, ketika hatimu, hatiku, bertaut dalam suatu keadaan tak pasti.
Itu yang mengagumkan, membuat kita terlena, tak bisa terbayangkan, tak bisa diuraikan, dengan apapun, sebab itu menjadi suatu, suatu kenangan, yang semakin terkenang, kala hati mengingat ulang, kejadian lama yang terputar, pada balik kenyataan diri.
Misteri kita, misteri ini, dan misteri, dimana kita hanya menjadi gumpalan kecil, sebuah misteri yang terlampau panjang, untuk dijalani, sepanjang usia hidup kita.
Dari alam nan indah, dan super luas, yang tak bisa diukur, hanya bisa ditatap, sejauh batas mata, hingga semakin ingin tahu. Maka, batas mata pun akan semakin jauh terhentinya.
Bumi tempat makan, tempat menghasilkan, hingga menjadi satu perjalanan hidup, untuk bakalan berhenti dan kembali membumi, pada akhir suatu kegelapan.
Salah diantara benar, apa yang kemudian dilakukan, tak pernah benar, namun berusaha untuk berbuat benar, hingga bisa memperbaiki diri.
Air yang mengalir dan terhenti pada suatu samudera luas, dimana terkumpul segala cerita, untuk bergabung pada perhentian akhir yang demikian hebat.
Kelokan nan syahdu, semakin kelok, semakin syahdu, dalam satu bagian lurus, yang demikian mudah dilalui, namun dihentikan oleh kelok suatu misteri, untuk sejenak menghentikan laju, memikirkan sekejap, apa yang pantas dikerjakan berikutnya. Dan menyatu satu, dalam penyatuan dengan alam yang demikian luas, dibalut oleh semesta tak bertepi, yang menjangkau sisi-sisi batas pemikiran.
Sawah yang luas, dipenuhi oleh hijaunya tanaman, dimana akan menjadi benih lain, akan suburnya padi, hingga menjadi makanan di kesehariannya.
Gunung yang tinggi, setinggi itu keinginan, dimana akan semakin ingin menjangkau kesejukannya, pada jurang terjalnya, dan akan mudahnya dalam menjangkau langit. Namun tak pernah terjangkau. Hingga merasa menjadi bintang kerdil. Yang menghendaki jadi besar.
Membentuk selaksa hutan, tempat berteduh segala pohon, hewan, juga akan buasnya cuaca. Dingin, lembab, merana. Dalam kesunyian. Dan pepohonan menjadi saksi indahnya kesunyian alam itu. Untuk menjadi rumah. Bagi para pengikutnya. Gubug itu menaungi diri, akan teriknya suasana dan basahnya keheningan, oleh hujan yang mengiring. Sehingga membasahi batang-batang pisang menjadi suatu balutan yang membingkai tepiannya.
Hati yang terbakar asmara panasnya melebihi rasa gundah diri. Api pun membara memanasi hati untuk lebih hangat dalam alunan selaksa nafas yang menerima sebentuk lain akan indahnya kasih.
Kembali pada bintang, kerlipnya menghiasi angkasa, yang luas tak terhingga, hingga ujung mata. Semakin mata ingin tahu, sejauh itu batasannya.
Ruang kosong, dimana ada hatimu, hatiku, yang kosong. Dan rembulan, dinginnya menerangi hati, tanpa ada kepulan rasa dan terbingkai oleh senyum anggunnya.
Dimana berputar, terus berputar, semakin cepat dan tak kita ketahui. Suatu rangkaian putih, yang terikat kuat, enggan lepas, oleh suatu keinginan, agar tak jauh, dan bisa terus dijaga, oleh kuatnya si hitam.
Kelam, sekelam apa, harapan, keinginan yang kandas, oleh belenggu keinginan lain, yang tak tergapai.
Kelabunya hati semakin kuat ketika kepedihan juga mengiringi tak terutai untuk balik.
Kosong, melompong, penuh kepalsuan, akan hampanya suasana, akan diri yang rapuh dan terbelenggu pada kekosongan jiwa, tanpa apa-apa dan tanpa siapa-siapa. Menelan kejenuhan, kegundahan agar semakin ramai suasana hati dan membiarkan, semakin tak bisa melalaikan kepedihan itu.
Dan jangkauan waktu, tak terjangkau, tak mudah hilang, untuk kembali pada waktu yang menjangkaunya. Waktu itu.
Untuk menembus luar batas, dimana tak bisa ditembus, pada ruwetnya hati, yang terkobar, dalam suatu semangat, untuk memperbaiki diri, sehingga menjadi semakin pasti, akan indahnya suasana.
Keingintahuan. Yang pudar, akan terus memudar, sejauh rasa ingin tahu itu, benar-benar hilang, sirna, dari keinginan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments