King Of Buaya
Tap… Tap… Tap…
Langkah demi Langkah begitu tepat menyelimuti siang hari itu. Tidak hanya satu saja, tetapi begitu banyak Langkah kaki berada di tempat tersebut. Semua pasang mata terfokus pada kesibukannya. Tidak berapa lama kemudian, terjadi suatu kejadian yang sangat mencengangkan.
Plak….
Satu tamparan keras mendarat sempurna di wajah seorang pria. Ya, tentu saja membuat pria tersebut tercengang dan menengadahkan kepalanya lebih tinggi. Perlahan rahangnya mulai mengeras, tatkala menyaksikan seorang wanita yang telah berani memberikan tamparan kepadanya.
“Apa-apaan ini? Beraninya lo tampar gue? Siapa lo?” Suara itu terdengar begitu nyaring. Sampai-sampai, orang yang sedang berjalan tiba-tiba menghentikan Langkah kakinya.
“Berani ya lo udah nyakitin hati sahabat gue! lo udah berani buat sahabat gue nangis, dan seumur hidup lo akan berurusan sama gue!” ancamnya tidak takut.
“Heh?! Wanita udik, lo itu siapa?”
Plak… Untuk kedua kalinya tamparan itu kembali mendarat dan makin membuat wajah pria itu memerah. Wajah gadis itu sudah tidak bisa terkendali, merah padam sama seperti singa yang siap untuk menerkam mangsanya. Tidak terima dengan semua cacian yang berasal dari pria tersebut.
“Apa lo bilang? Wanita udik? Lo itu NGGAK TAHU DIRI!!!” pekiknya seraya mengarahkan ibu jarinya ke bawah. Seakan mengejek pria yang ada di hadapannya itu.
“Kurang ajar!”
Satu ayunan tangan berhasil dihalau oleh wanita itu. Dia bahkan tidak merasa takut dengan segala ancaman yang ditunjukkan kepadanya. Keadaan makin genting, di mana seluruh pasang mata menjurus kepada mereka berdua.
“Urusan lo sama gue nggak akan berakhir ya! Awas Aja lo nanti!”
Wanita itu pergi begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak apa pun. Sontak pria itu terkejut seraya menyernyitkan dahinya. Dia memutar kepala sampai wanita itu benar-benar hilang dalam pandangannya. Tidak henti-hentinya pria itu mengusap pipinya yang sudah merah akibat tamparan yang bertubi-tubi.
“Sayang, apa yang udah kamu lakuin sama dia? Kenapa dia marah besar sama kamu?” Seorang wanita yang ada di sampingnya pun bertanya-tanya.
“Mungkin dia lagi kena gangguan jiwa. Udah, jangan terlalu dipikirin. Kita pergi nonton aja yuk, Sayang!”
Kekasihnya itu mengangguk.
Akhirnya mereka berdua pergi. Tanpa memedulikan lagi masalah yang tiba-tiba saja datang. Keadaan di tempat itu kembali seperti semula. Orang-orang yang terhenti, kembali melanjutkan perjalanan mereka.
**
Sementara itu di tempat lain.
“Nad, udah dong. Jangan seperti itu, nanti kita kena masalah.”
“Lo nggak bisa tinggal diam gitu aja El. Lo harus berani, masa ngadepin cowok satu saja lo nggak bisa.”
“Hem… Bukan gitu, Nad. Tapi memang gue sayang sama dia. Gue nggak bisa marah sama dia.”
Bola matanya terputar dengan sempurna, “Males deh kalo lo udah bucin kayak gini. Susah buat dibilangin.”
Ya, dia adalah Denada Parmadita Nathania. Selalu membela sahabatnya Eliana, ketika wanita itu disakiti oleh pria mana pun. Keberaniannya itu berhasil membuat siapa saja takut padanya. Bahkan, para pria segan untuk mendekatinya.
Selain itu, wanita yang akrab disapa Nada itu juga mempunyai kepribadian angkuh dan tidak suka dibantah. Tetapi jauh di lubuk hatinya yang terdalam, dia mempunyai sifat baik hati dan juga rasa empati yang tinggi. Tidak semua orang mengetahuinya kecuali Eliana.
“Oke, terserah lo aja deh, Nad. Gue nggak ikut campur,” pungkas Eliana seraya pergi dari tempat tidur.
Sementara itu, Nada hanya memainkan jari jemarinya yang sedang memegang ponsel dengan erat. Dia tidak begitu peduli dengan nasihat yang diberikan oleh sahabatnya. Sebab, Nada lebih mementingkan perasaan sahabatnya. Dia juga merasa jengah dengan pria yang senang sekali memainkan perasaan wanita.
Eliana kembali memainkan ponselnya. Tentu saja ia sedang memperhatikan beberapa foto mantannya yang bernama Galang Elvan Adhitama, atau yang sering akrab dipanggil Galang. Pria tampan dengan sejuta pesonanya. Itu sebabnya Eliana tidak berpaling pada wajah Galang yang terpajang di media sosial. Pria itu memang terlihat sangat sempurna sekali. Tidak heran jika banyak wanita yang tergila-gila padanya. Termasuk Eliana yang sudah cinta mati pada Galang. Diam-diam Nada memperhatikan gerak-gerik sahabatnya.
Mengetahui kalau sahabatnya sedang memperhatikan foto Galang, dia hanya mampu menghela napas panjang. Otaknya berputar, mencari akal dan ide agar membalaskan dendamnya kepada pria tidak tahu diri itu. Terlebih, dia memang tidak suka jika ada yang berperilaku buruk pada orang-orang yang disayanginya.
“El, lo mau jus jeruk?” tanya Nada memecahkan lamunan Eliana.
“Boleh.”
“Bentar gue buatin.”
Gadis itu mengangguk.
Beberapa saat kemudian, Nada kembali dengan dua gelas jus jeruk yang terlihat sangat menggiurkan. Mereka menyeruput jus jeruk sampai habis tidak tersisa. Rumah itu terasa sepi sekali. Terlebih, di luar sedang turun hujan yang begitu deras.
“Nad, lo udah ngerjain tugas?”
Raut wajah Nada langsung berubah, “Tugas apa?”
“Prakarya. Pak Santoso ‘kan minta kita untuk bawa satu kerajinan tangan.”
“OMG… Gue lupa.” Nada menepuk dahinya dengan sangat kencang.
Eliana mendengus kesal, “Kebiasaan, pasti lupa terus.”
“El,” panggil Nada dengan lemah lembut.
“Nggak. Gue cuma ada satu kerajinan, Nad. Mending lo keluar, terus cari ide.”
“Tapi hujan, El.”
“Udah reda.”
Eliana menunjuk ke arah luar rumah. Ternyata hujan sudah reda tanpa disadari oleh Nada. Karena tidak mau dihukum, akhirnya Nada memutuskan untuk pergi keluar rumah. Dia akan pergi ke toko untuk membeli beberapa barang. Walau dia tidak tahu harus membuat kerajinan seperti apa.
Gemricik air masih terdengar dengan begitu jelas. Nada mulai membentangkan payung berwarna merah muda agar tubuhnya terhindar dari percikan air hujan. Sebelum pergi, Nada menghirup udara yang sangat sejuk. Hujan memang selalu membawa ketenangan bagi siapa saja yang menikmatinya.
Sampailah Nada di sebuah toko yang berisikan banyak sekali pilihan untuk kerajinan tangan. Dia kemudian mencari beberapa lembar koran dan kotak persegi. Selama mencari, Nada berpikir akan membuat kotak tisu dari koran-koran yang ada di tangannya.
“Kayaknya udah cukup,” ujar Nada pelan.
Dia pun kemudian berjalan menuju kasir. Tetapi, di saat dia akan membayar. Tiba-tiba saja datang seorang pria yang menebut anteannya. Sontak Nada terkejut dan hampir saja terjatuh. Nada berteriak sekencang-kencangnya, menyebabkan semua perhatian orang-orang tertuju padanya.
“Woi! Bisa antre ‘kan? Main rebut aja,” oceh Nada.
“Gue buru-buru,” balasnya dengan santai.
Ketika Nada menengadahkan kepala, rupanya pria itu adalah Galang. Ya, Galang yang siang tadi baru saja ditampar olehnya. Tatkala Nada menyaksikan kehadiran Galang di tempat itu, dia makin tersulut emosi.
“Eh cowok nggak tahu diri, minggir!” Nada membentak dengan suara lantang.
“Oh jadi lo, wanita udik.”
“Kurang ajar ya!”
Mereka saling memandang dengan tatapan tajam. Nada tidak mau kalah, dia terus menajamkan kedua bola matanya. Begitupun dengan Galang. Suasana berubah menjadi mencekam ketika keduanya terlibat pertengkaran hebat di dalam toko. Tidak ingin berlama-lama, Galang memutuskan untuk pergi. Namun, Nada menarik pakaian pria itu. Alhasil tubuh Galang tertahan dan dia hampir saja terjatuh.
“Lepas!” Galang membentak.
“Minta maaf dalu, atau gue nggak akan ngelepasin baju ini.”
Galang yang emosi segera mendekati Nada. Wajahnya kini sangat dekat sekali dengan wanita itu serta memasang wajah penuh amarah. Bahkan hanya berjarak beberapa centi saja. Tatapan itu membuat Nada tidak bisa berkutik. Dia hanya diam seraya menahan napasnya dalam-dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments