NovelToon NovelToon

King Of Buaya

Tamparan Keras

Tap… Tap… Tap…

Langkah demi Langkah begitu tepat menyelimuti siang hari itu. Tidak hanya satu saja, tetapi begitu banyak Langkah kaki berada di tempat tersebut. Semua pasang mata terfokus pada kesibukannya. Tidak berapa lama kemudian, terjadi suatu kejadian yang sangat mencengangkan.

Plak….

Satu tamparan keras mendarat sempurna di wajah seorang pria. Ya, tentu saja membuat pria tersebut tercengang dan menengadahkan kepalanya lebih tinggi. Perlahan rahangnya mulai mengeras, tatkala menyaksikan seorang wanita yang telah berani memberikan tamparan kepadanya.

“Apa-apaan ini? Beraninya lo tampar gue? Siapa lo?” Suara itu terdengar begitu nyaring. Sampai-sampai, orang yang sedang berjalan tiba-tiba menghentikan Langkah kakinya.

“Berani ya lo udah nyakitin hati sahabat gue! lo udah berani buat sahabat gue nangis, dan seumur hidup lo akan berurusan sama gue!” ancamnya tidak takut.

“Heh?! Wanita udik, lo itu siapa?”

Plak… Untuk kedua kalinya tamparan itu kembali mendarat dan makin membuat wajah pria itu memerah. Wajah gadis itu sudah tidak bisa terkendali, merah padam sama seperti singa yang siap untuk menerkam mangsanya. Tidak terima dengan semua cacian yang berasal dari pria tersebut.

“Apa lo bilang? Wanita udik? Lo itu NGGAK TAHU DIRI!!!” pekiknya seraya mengarahkan ibu jarinya ke bawah. Seakan mengejek pria yang ada di hadapannya itu.

“Kurang ajar!”

Satu ayunan tangan berhasil dihalau oleh wanita itu. Dia bahkan tidak merasa takut dengan segala ancaman yang ditunjukkan kepadanya. Keadaan makin genting, di mana seluruh pasang mata menjurus kepada mereka berdua.

“Urusan lo sama gue nggak akan berakhir ya! Awas Aja lo nanti!”

Wanita itu pergi begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak apa pun. Sontak pria itu terkejut seraya menyernyitkan dahinya. Dia memutar kepala sampai wanita itu benar-benar hilang dalam pandangannya. Tidak henti-hentinya pria itu mengusap pipinya yang sudah merah akibat tamparan yang bertubi-tubi.

“Sayang, apa yang udah kamu lakuin sama dia? Kenapa dia marah besar sama kamu?” Seorang wanita yang ada di sampingnya pun bertanya-tanya.

“Mungkin dia lagi kena gangguan jiwa. Udah, jangan terlalu dipikirin. Kita pergi nonton aja yuk, Sayang!”

Kekasihnya itu mengangguk.

Akhirnya mereka berdua pergi. Tanpa memedulikan lagi masalah yang tiba-tiba saja datang. Keadaan di tempat itu kembali seperti semula. Orang-orang yang terhenti, kembali melanjutkan perjalanan mereka.

**

Sementara itu di tempat lain.

“Nad, udah dong. Jangan seperti itu, nanti kita kena masalah.”

“Lo nggak bisa tinggal diam gitu aja El. Lo harus berani, masa ngadepin cowok satu saja lo nggak bisa.”

“Hem… Bukan gitu, Nad. Tapi memang gue sayang sama dia. Gue nggak bisa marah sama dia.”

Bola matanya terputar dengan sempurna, “Males deh kalo lo udah bucin kayak gini. Susah buat dibilangin.”

Ya, dia adalah Denada Parmadita Nathania. Selalu membela sahabatnya Eliana, ketika wanita itu disakiti oleh pria mana pun. Keberaniannya itu berhasil membuat siapa saja takut padanya. Bahkan, para pria segan untuk mendekatinya.

Selain itu, wanita yang akrab disapa Nada itu juga mempunyai kepribadian angkuh dan tidak suka dibantah. Tetapi jauh di lubuk hatinya yang terdalam, dia mempunyai sifat baik hati dan juga rasa empati yang tinggi. Tidak semua orang mengetahuinya kecuali Eliana.

“Oke, terserah lo aja deh, Nad. Gue nggak ikut campur,” pungkas Eliana seraya pergi dari tempat tidur.

Sementara itu, Nada hanya memainkan jari jemarinya yang sedang memegang ponsel dengan erat. Dia tidak begitu peduli dengan nasihat yang diberikan oleh sahabatnya. Sebab, Nada lebih mementingkan perasaan sahabatnya. Dia juga merasa jengah dengan pria yang senang sekali memainkan perasaan wanita.

Eliana kembali memainkan ponselnya. Tentu saja ia sedang memperhatikan beberapa foto mantannya yang bernama Galang Elvan Adhitama, atau yang sering akrab dipanggil Galang. Pria tampan dengan sejuta pesonanya. Itu sebabnya Eliana tidak berpaling pada wajah Galang yang terpajang di media sosial. Pria itu memang terlihat sangat sempurna sekali. Tidak heran jika banyak wanita yang tergila-gila padanya. Termasuk Eliana yang sudah cinta mati pada Galang. Diam-diam Nada memperhatikan gerak-gerik sahabatnya.

Mengetahui kalau sahabatnya sedang memperhatikan foto Galang, dia hanya mampu menghela napas panjang. Otaknya berputar, mencari akal dan ide agar membalaskan dendamnya kepada pria tidak tahu diri itu. Terlebih, dia memang tidak suka jika ada yang berperilaku buruk pada orang-orang yang disayanginya.

“El, lo mau jus jeruk?” tanya Nada memecahkan lamunan Eliana.

“Boleh.”

“Bentar gue buatin.”

Gadis itu mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Nada kembali dengan dua gelas jus jeruk yang terlihat sangat menggiurkan. Mereka menyeruput jus jeruk sampai habis tidak tersisa. Rumah itu terasa sepi sekali. Terlebih, di luar sedang turun hujan yang begitu deras.

“Nad, lo udah ngerjain tugas?”

Raut wajah Nada langsung berubah, “Tugas apa?”

“Prakarya. Pak Santoso ‘kan minta kita untuk bawa satu kerajinan tangan.”

“OMG… Gue lupa.” Nada menepuk dahinya dengan sangat kencang.

Eliana mendengus kesal, “Kebiasaan, pasti lupa terus.”

“El,” panggil Nada dengan lemah lembut.

“Nggak. Gue cuma ada satu kerajinan, Nad. Mending lo keluar, terus cari ide.”

“Tapi hujan, El.”

“Udah reda.”

Eliana menunjuk ke arah luar rumah. Ternyata hujan sudah reda tanpa disadari oleh Nada. Karena tidak mau dihukum, akhirnya Nada memutuskan untuk pergi keluar rumah. Dia akan pergi ke toko untuk membeli beberapa barang. Walau dia tidak tahu harus membuat kerajinan seperti apa.

Gemricik air masih terdengar dengan begitu jelas. Nada mulai membentangkan payung berwarna merah muda agar tubuhnya terhindar dari percikan air hujan. Sebelum pergi, Nada menghirup udara yang sangat sejuk. Hujan memang selalu membawa ketenangan bagi siapa saja yang menikmatinya.

Sampailah Nada di sebuah toko yang berisikan banyak sekali pilihan untuk kerajinan tangan. Dia kemudian mencari beberapa lembar koran dan kotak persegi. Selama mencari, Nada berpikir akan membuat kotak tisu dari koran-koran yang ada di tangannya.

“Kayaknya udah cukup,” ujar Nada pelan.

Dia pun kemudian berjalan menuju kasir. Tetapi, di saat dia akan membayar. Tiba-tiba saja datang seorang pria yang menebut anteannya. Sontak Nada terkejut dan hampir saja terjatuh. Nada berteriak sekencang-kencangnya, menyebabkan semua perhatian orang-orang tertuju padanya.

“Woi! Bisa antre ‘kan? Main rebut aja,” oceh Nada.

“Gue buru-buru,” balasnya dengan santai.

Ketika Nada menengadahkan kepala, rupanya pria itu adalah Galang. Ya, Galang yang siang tadi baru saja ditampar olehnya. Tatkala Nada menyaksikan kehadiran Galang di tempat itu, dia makin tersulut emosi.

“Eh cowok nggak tahu diri, minggir!” Nada membentak dengan suara lantang.

“Oh jadi lo, wanita udik.”

“Kurang ajar ya!”

Mereka saling memandang dengan tatapan tajam. Nada tidak mau kalah, dia terus menajamkan kedua bola matanya. Begitupun dengan Galang. Suasana berubah menjadi mencekam ketika keduanya terlibat pertengkaran hebat di dalam toko. Tidak ingin berlama-lama, Galang memutuskan untuk pergi. Namun, Nada menarik pakaian pria itu. Alhasil tubuh Galang tertahan dan dia hampir saja terjatuh.

“Lepas!” Galang membentak.

“Minta maaf dalu, atau gue nggak akan ngelepasin baju ini.”

Galang yang emosi segera mendekati Nada. Wajahnya kini sangat dekat sekali dengan wanita itu serta memasang wajah penuh amarah. Bahkan hanya berjarak beberapa centi saja. Tatapan itu membuat Nada tidak bisa berkutik. Dia hanya diam seraya menahan napasnya dalam-dalam.

Ancaman Untuk Nada

Kring…..

Suara nyaring yang dihasilkan dari jam weker yang ada di atas meja.

Prak…

Satu pukulan keras mengenai dinding. Tepat sebuah ayunan tangan menyebabkan jam tersebut hancur berkeping-keping. Seakan tidak merasa bersalah, gadis itu kembali menarik selimutnya. Berharap tidak ada lagi yang menganggunya dalam meraih mimpi.

Tok… Tok… Tok…

“Non, bangun Non! Sudah siang, nanti Non terlambat ke sekolah.”

Kembali terdengar dengan jelas suara teriakan yang tidak asing baginya. Ya, dia adalah Nada. Masih bergelut dengan mimpi-mimpi indahnya. Karena semua gangguan tersebut, dia harus tepaksa membuka kedua matanya. Mencoba untuk menelaah setiap cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya.

“Ahh!! Shitt… Gue masih ngantuk, ada aja yang ganggu waktu tidur,” umpatnya kemudian turun dari tempat tidur.

Perlahan dia berjalan dan membuka pintu. Rupanya seorang wanita paruh baya masih berada di depan kamarnya. Wanita itu bernama Surti, atau lebih akrab disapa Bi Surti. Sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, Bi Surti selalu menemani hari-hari Nada.

“Ada apa, Bi? Aku masih ngantuk banget pengen tidur,” ujarnya sedikit memelas.

“Ini sudah siang, Non. Nanti Non terlambat ke sekolah.”

“Suruh aja sekolahnya masuk jam 10. Jangan jam 7, masih terlalu pagi buat aku.”

Bi Surti sedikit menyunggingkan bibirnya, “Memangnya bisa ya Non, sekolah ditawar masuknya seperti itu?”

Nada menghela napas panjang, “Ya udah, biar aku siap-siap dalu, Bi.”

“Oke, Non. Bibi siapkan sarapan yang terbaik buat Non Nada.”

Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Nada.

Gadis itu kembali menutup pintu kamarnya dan segera bersiap. Tidak butuh waktu lama bagi Nada untuk siap pergi ke sekolah. Dia berjalan menuruni anak tangga menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Bi Surti yang tengah menyiapkan sarapan pagi.

“Ayah dan Bunda mana Bi?” tanya Nada dengan mengedarkan pandangannya.

“Tuan dan Nyonya sudah pergi dari pagi buta tadi, Non.”

Nada berdehem, “Selalu aja seperti itu. Nggak pernah nunggu anaknya sampai bangun dan sarapan pagi.”

“Kan ada Bibi, Non. Bibi bisa temani Non Nada sarapan pagi.”

Senyuman kecut ditunjukkan oleh Nada. “Oh iya, Bi. Nanti siang masak untuk Bibi saja. Aku mau pergi ke Mall sama Eliana.”

Bi Surti mengacungkan kedua ibu jarinya tanda bahwa dia mengerti.

**

Sampainya di sekolah.

“Nada!!!!” pekik seorang wanita yang tentu saja tidak asing di telinganya.

Terpaksa Nada harus mengalihkan pandangannya ke belakang. Rupanya benar, Eliana tengah berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa. Tidak tahu apa yang sekarang merasuki dirinya sehingga wanita itu terburu-buru seperti itu.

“Kenapa? Abis dikejar wewe gombel? Atau kuntilanak? Oh, jangan-jangan mbah dukun?” tebak Nada.

Eliana menggelengkan kepalanya dengan kuat, “Bukan itu. Tapi, ada yang jauh lebih penting daripada itu semua.”

Nada terdiam seraya menunggu jawaban dari sahabatnya itu.

“Semalam, Galang kirim pesan ini.”

Kemudian Eliana menunjukkan ponselnya. Rupanya, sebuah pesan ancaman yang ditunjukkan kepada Nada. Bahwa, jika Nada berani melakukan seperti kejadian kemarin. Galang tidak akan tinggal diam. Bahkan dia akan melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan jika semua itu terjadi lagi.

“Kurang ajar tuh cowok! Beraninya mengancam gue,” umpat Nada.

“Nad, sebaiknya lo jangan cari masalah sama dia. Bodyguardnya itu banyak, lo harus pikirin baik-baik.”

“Apa lo bilang? Gue harus hati-hati? Harusnya, dia yang hati-hati sama gue. Beraninya dia mengancam begitu. Minta ditimpuk pakek batu kali tu anak.”

Mendengar hal itu, Eliana memijat pelipisnya. “Nada yang cantik dan baik hati. Udah lah, lagi pula gue juga nggak merasa sakit hati kok sama dia.”

“Lo mungkin udah nggak sakit hati. Tapi, gue nggak terima sahabat gue disakiti gitu aja.”

Seketika Eliana terdiam. Dia sangat paham sekali dengan apa yang sekarang sedang dilakukan oleh sahabatnya. Walau terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya di dalam hatinya yang terdalam ia sangat terluka. Terlebih, jika melihat Galang – sang mantan kekasih sedang dengan wanita lain.

Hanya saja, Eliana berusaha untuk menutupi itu semua. Agar Nada tidak tersulut emosi, dan malah melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak berapa lama kemudian, bel masuk telah berbunyi. Mengharuskan seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing.

Begitu juga dengan Nada dan Eliana. Mereka berjalan dengan penuh percaya diri menuju ke kelas. Sampainya di sana, Nada duduk dengan tenang. Ada segerombolan siswi menghampirinya. Mereka menatap Nada dengan sinis. Mirip seperti harimau yang kelaparan dan siap untuk menerkam mangsanya.

“Apa lihat-lihat gue kayak gitu?” bentak Nada tidak takut.

“Berani ya lo bentak gue. Mau gue dikeluarin dari sekolah ini? Lo lupa, kalau orang tua gue itu kepala sekolah.”

“Udah, Nad. Nggak usah diladenin,” ucap Eliana berbisik.

Nada hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak lagi peduli dengan mereka yang masih berdiri dan memperhatikannya. Beberapa saat kemudian, guru datang dengan membawa beberapa buku di tangannya. Seluruh siswa kembali ke kursinya masing-masing. Pelajaran pun dimulai dengan saksama.

Hingga akhirnya, mereka semua berada di penghujung pelajaran. Guru pun telah menutup buku yang sedari tadi menjadi pusat perhatian para siswa.

“Oke, Ibu akan berikan kalian tugas kelompok,” tuturnya.

Seluruh siswa terperangah dengan kalimat tersebut, “Hah?! Tugas Bu?”

“Iya, tugas. Kalian mengapa terlihat bahagia seperti itu?”

“Kami tidak bahagia bu,” balas salah seorang siswa.

“Jadi, kalian bentuk kelompok. Tugasnya, kalian harus membuat tulisan dengan tema ‘Alam dan Lingkungan’ dikumpulkan minggu depan.”

“Bu, satu bulan saja ya bu waktunya,” ujar Nada bernegosiasi.

Guru itu menggelengkan kepala, “Tidak bisa, Nada. Pokoknya, minggu depan harus sudah dikumpulkan. Ya sudah kalau begitu, silakan beristirahat.”

Sebagai seorang pelajar, mau tidak mau mereka harus menuruti semua perintah yang diberikan oleh guru. Tidak bisa dibantah, demi nilai yang sempurna.

“El, kantin yuk!” ajak Nada.

Eliana menggelengkan kepalanya, “Lo aja lah yang ke kantin. Gue lagi nggak mood mau ke kantin.”

“Kenapa? Nggak kayak biasanya yang selalu bersemangat kalau gue ajak ke kantin.”

Sahabatnya itu hanya diam saja tidak membalas perkataannya.

“Coba liat!” Nada berhasil merebut ponsel yang berada di genggaman tangan Eliana.

Rupanya, sahabatnya itu tengah memperhatikan foto Galang bersama dengan wanita lain. Lebih tepatnya, wanita berbeda dengan yang dilihatnya kemarin. Tentu saja hal itu membuat Nada geram. Bagaimana tidak, kini Eliana kembali bersedih hanya karena postingan di sosial media milik pria playboy tersebut.

“Nad, balikin!” Eliana berusaha untuk merebut kembali ponselnya.

“Lo gila ya! Cowok kayak begini aja ditangisin. Dia itu nggak baik buat lo, dan gak pantes dapetin cinta lo,” jawab Nada dengan penuh amarah.

Eliana memohon layaknya anak kecil yang meminta mainan pada ibunya. Tetapi Nada tidak membiarkan sahabatnya menangis begitu saja. Dia meremas ponsel yang ada pada genggaman tangannya. Kesabaran Nada memang setipis tisu, apalagi sudah menyangkut kehidupannya.

“Bakal gue beri pelajaran pria nggak tahu diri itu,” gumam Nada dalam hatinya.

King of BUAYA

Di sebuah kantin. Terdapat tiga orang pria yang baru saja keluar dari kelasnya. Ketiga pria itu berjalan dengan santai. Melewati beberapa siswi yang terpesona dengan ketampanan mereka semua. Mereka sudah seperti artis papan atas yang sedang naik daun. Tetapi nyatanya, memang itu yang sedang terjadi untuk saat ini.

“Lihat Bro! Kita jadi pusat perhatian,” ujar salah seorang dari mereka.

“Yoi dong! Kita ‘kan tamvan. Udah jelas kita jadi idola mereka semua.”

Ya, mereka adalah Cakra dan Davin. Tentu saja dengan ketua geng mereka, yaitu Galang Elvan Adhitama. Seorang playboy tingkat dewa. Hampir seluruh siswi yang ada di sekolah ini telah menjadi mangsanya. Dia telah dijuluki sebagai ‘King of BUAYA’.

Sesuai dengan julukannya, sedikit senyuman yang diberikan olehnya mampu membuat para wanita jatuh hati. maka dari itu, mereka mudah untuk masuk ke dalam perangkapnya. Bahkan dengan sekali kedipan saja, mereka sudah seperti cacing kepanasan.

“Lo mau minum apa, Gal?” tanya Cakra.

“Terserah.” Galang masih terfokus pada ponsel yang ada di tangannya.

“Eh Gal, lo udah ganti pacar lagi? Anak sekolahan mana?” Davin penasaran dengan berita yang tengah beredar.

“Tahu dari mana?”

Davin berdecak pelan, “Ck, berita tentang lo itu selalu update. Udah jelas gue pasti tahu.”

“Anak sekolahan kita,” balasnya singkat.

“Gue dengar-dengar, kemarin lo abis ditampar sama cewek? Siapa? Beraninya dia nampar lo?”

Galang menatap Davin dengan tajam. Membuat pria itu terbungkam dan tidak ada keberanian untuk bertanya lebih lanjut.

“Biasa, dia nggak terima kalau temennya gue sakitin.”

“Lagian, lo aneh-aneh aja. Udahlah, jangan jadi buaya lagi. Kasihan mereka itu, mending kasih ke gue aja. Bakal gue kasih perhatian lebih.”

“Siapa yang kasih perhatian lebih?” Cakra telah kembali dan ikut menimpali.

“Ikut aja lo, dasar Bambang.”

Cakra mendengus kasar tatkala mendapat ocehan dari Davin.

Tidak berapa lama kemudian, pesanan mereka telah sampai. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, mereka bertiga segera menyantap makan siangnya dengan lahap. Siang ini Galang sedang tidak fokus pada makanannya. Dia lebih terfokus pada ponsel yang sedari tadi dimainkan olehnya.

Tentu saja hal itu membuat Cakra menjadi penasaran. Dia berusaha untuk menyintip, apa yang sedang dilakukan oleh temannya itu. Namun, Galang berhasil mencegahnya. Dia menutup ponselnya, dan menjauhkan dari edaran mata Cakra.

“Yaelah, baru aja gue mau lihat,” gerutu Cakra seraya mengaduk minuman miliknya.

“Dia ada pacar baru. Lagi seru-serunya, jadi jangan diganggu,” sahut Davin.

Mendengar hal itu, Cakra menganggukkan kepala. “Pantesan, fokus ke Hp terus. Rupanya ada yang baru.”

Davin membenarkan ucapan Cakra.

“Bagi satu lah Gal. Tega amat lo sama temen sendiri. Coba aja kalau gue tampan kayak lo, udah pasti gue juga jadi pusat perhatian ciwi-ciwi.”

“Jangan ngehalu tinggi-tinggi.” Davin menegur Cakra.

Membuat Cakra sedikit kesal dan membungkam mulutnya. Sedangkan Galang, tidak merespon apa pun. Dia sudah terbiasa melihat momen seperti ini setiap harinya. Sudah bukan hal baru bagi dirinya.

Selagi menikmati makan siang, tiba-tiba saja segerombolan gadis datang dan menghampiri meja ketiga pria itu. Para gadis itu membawa sesuatu di tangan masing-masing. Mulai dari cokelat, sampai bunga berbagai macam warna juga ada. Awalnya Galang terkejut. Sebab, tidak biasanya mereka datang dengan tergesa-gesa seperti ini.

“Santai… Ada apa ini?” tanya Cakra.

“Ini hadiah untuk Kak Galang,” balas salah seorang dari mereka seraya memberikan hadiahnya kepada Galang.

“Buat gue mana?”

“Beli sendiri!” ketusnya.

Cakra menyernyitkan dahi kebingungan, “Kita ‘kan ada bertiga. Kenapa kalian cuma bawa buat Galang aja?”

“Kak Galang, tolong terima hadiah dari aku ya.”

Mereka semua meletakkan hadiah di atas meja. Sampai-sampai, meja itu dipenuhi oleh cokelat dan juga bunga. Galang kemudian menoleh ke arah mereka. Dia lalu memberikan senyuman terbaiknya. Tentu saja, senyuman itu berhasil membuat semuanya menjadi kelabakan. Bahkan mereka menjadi salah tingkah.

“Ya ampun, senyuman Kak Galang itu benar-benar sangat manis. Jadiin aku pacarnya Kak Galang, dong…” rengek mereka semua.

“Tenang, Baby. Kalian bakalan dapat gilirannya kok,” sahut Galang.

Semua berteriak kegirangan.

“Kalian nggak perlu cemas. Kalian itu gadis-gadis cantik, nggak mungkin gue nolak kalian.”

“Aaaahhh…. Kak Galang, hatiku hanya untukmu Kak.”

Ketampanannya yang tidak biasa, membuat para gadis itu makin bersemangat. Bahkan mereka rela menjadi selingkuhan Galang. Tidak hanya menjadi kekasih saja, tetapi mereka numpang tenar. Sebab, menjadi kekasih Galang adalah anugerah tersendiri bagi para gadis tersebut.

“Sekarang, sebaiknya kalian balik ke kelas masing-masing. Gue pasti bakal terima hadiah kalian dengan senang hati para wanita cantik.” Galang melanjutkan bicaranya.

Mendapat balasan seperti itu, mereka merasa gembira. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.

Sekarang, Galang harus membersihkan banyak sekali hadiah yang berada di atas meja. Sebagian dia berikan kepada Cakra dan juga Davin. Dia tidak mungkin bisa menghabiskan itu semua seorang diri.

Cakra dan Davin gembira dengan itu. Hadiah yang diberikan oleh fans Galang itu sungguh beragam. Tentunya tidak main-main harganya. Sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Galang jika berhasil merebut hati para gadis cantik.

“Eh Gal, lo sama Eliana yang sekolah di SMA Suryatama itu apa udah putus?” tanya Davin.

Galang menjawab dengan anggukan.

“Gila ya lo, dia cantik bego! Kenapa kamu putusin?”

“Gue udah bosan,” balas Galang dengan santai.

“Tapi, gue pernah lihat Eliana itu jalan sama teman sekolahnya. Temannya itu cantik sekali cuy,” timpal Cakra.

“Oh ya?” Galang menoleh seraya memainkan kedua alisnya.

Cakra mengubah raut wajahnya, “Jangan macam-macam lo ya. Dia udah gue incar, jangan sampek lo deketin juga.”

“Kita lihat aja nanti.”

**

Tibalah waktunya pulang sekolah. Galang bersama dengan kedua temannya itu tengah berjalan santai menuju parkiran. Kebetulan hari ini ketiganya akan pergi ke suatu tempat. Selagi melangkahkan kaki, Galang terhenti karena segerombolan siswi berlari ke arahnya. Dalam sekejap Galang berlari dan mengajak kedua temannya agar segera pergi dari tempat itu.

Akhirnya mereka bisa melarikan diri dari para fans fanatik Galang. Sampailah mereka di sebuah tempat yang terlihat rimbun. Sebuah tempat yang dipenuhi oleh pohon rimbun di sekitarnya. Ya, mereka datang ke markas geng motor. Galang merupakan seorang ketua geng motor yang bernama “WARRIORS”. Geng motor yang disegani oleh banyak orang.

“Hello Bro!” sapa Tiger, salah satu anggota Warriors.

Galang menjabat tangan seraya mengangkat kedua alisnya.

“Keliatan seger lo Gal, abis ngajak kencan berapa cewek?”

“Tinggal lo lihat aja nanti di sosmed,” balasnya singkat.

Galang kemudian duduk di singgasananya. Suasana tempat itu tidak terlalu buruk. Tampak beberapa hiasan dinding dan tulisan Warriors yang sangat besar, lengkap beserta foto para anggotanya. Ketika sedang bersantai, Tiger datang dan memberikan secarik kertas kepada Galang.

“Apa ini?” tanya Galang.

“Tadi gue lihat surat itu udah ada di depan pintu.”

Kemudian Galang membuka dan membacanya dengan seksama, “Menarik.” Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!