Kring…..
Suara nyaring yang dihasilkan dari jam weker yang ada di atas meja.
Prak…
Satu pukulan keras mengenai dinding. Tepat sebuah ayunan tangan menyebabkan jam tersebut hancur berkeping-keping. Seakan tidak merasa bersalah, gadis itu kembali menarik selimutnya. Berharap tidak ada lagi yang menganggunya dalam meraih mimpi.
Tok… Tok… Tok…
“Non, bangun Non! Sudah siang, nanti Non terlambat ke sekolah.”
Kembali terdengar dengan jelas suara teriakan yang tidak asing baginya. Ya, dia adalah Nada. Masih bergelut dengan mimpi-mimpi indahnya. Karena semua gangguan tersebut, dia harus tepaksa membuka kedua matanya. Mencoba untuk menelaah setiap cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya.
“Ahh!! Shitt… Gue masih ngantuk, ada aja yang ganggu waktu tidur,” umpatnya kemudian turun dari tempat tidur.
Perlahan dia berjalan dan membuka pintu. Rupanya seorang wanita paruh baya masih berada di depan kamarnya. Wanita itu bernama Surti, atau lebih akrab disapa Bi Surti. Sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, Bi Surti selalu menemani hari-hari Nada.
“Ada apa, Bi? Aku masih ngantuk banget pengen tidur,” ujarnya sedikit memelas.
“Ini sudah siang, Non. Nanti Non terlambat ke sekolah.”
“Suruh aja sekolahnya masuk jam 10. Jangan jam 7, masih terlalu pagi buat aku.”
Bi Surti sedikit menyunggingkan bibirnya, “Memangnya bisa ya Non, sekolah ditawar masuknya seperti itu?”
Nada menghela napas panjang, “Ya udah, biar aku siap-siap dalu, Bi.”
“Oke, Non. Bibi siapkan sarapan yang terbaik buat Non Nada.”
Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Nada.
Gadis itu kembali menutup pintu kamarnya dan segera bersiap. Tidak butuh waktu lama bagi Nada untuk siap pergi ke sekolah. Dia berjalan menuruni anak tangga menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Bi Surti yang tengah menyiapkan sarapan pagi.
“Ayah dan Bunda mana Bi?” tanya Nada dengan mengedarkan pandangannya.
“Tuan dan Nyonya sudah pergi dari pagi buta tadi, Non.”
Nada berdehem, “Selalu aja seperti itu. Nggak pernah nunggu anaknya sampai bangun dan sarapan pagi.”
“Kan ada Bibi, Non. Bibi bisa temani Non Nada sarapan pagi.”
Senyuman kecut ditunjukkan oleh Nada. “Oh iya, Bi. Nanti siang masak untuk Bibi saja. Aku mau pergi ke Mall sama Eliana.”
Bi Surti mengacungkan kedua ibu jarinya tanda bahwa dia mengerti.
**
Sampainya di sekolah.
“Nada!!!!” pekik seorang wanita yang tentu saja tidak asing di telinganya.
Terpaksa Nada harus mengalihkan pandangannya ke belakang. Rupanya benar, Eliana tengah berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa. Tidak tahu apa yang sekarang merasuki dirinya sehingga wanita itu terburu-buru seperti itu.
“Kenapa? Abis dikejar wewe gombel? Atau kuntilanak? Oh, jangan-jangan mbah dukun?” tebak Nada.
Eliana menggelengkan kepalanya dengan kuat, “Bukan itu. Tapi, ada yang jauh lebih penting daripada itu semua.”
Nada terdiam seraya menunggu jawaban dari sahabatnya itu.
“Semalam, Galang kirim pesan ini.”
Kemudian Eliana menunjukkan ponselnya. Rupanya, sebuah pesan ancaman yang ditunjukkan kepada Nada. Bahwa, jika Nada berani melakukan seperti kejadian kemarin. Galang tidak akan tinggal diam. Bahkan dia akan melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan jika semua itu terjadi lagi.
“Kurang ajar tuh cowok! Beraninya mengancam gue,” umpat Nada.
“Nad, sebaiknya lo jangan cari masalah sama dia. Bodyguardnya itu banyak, lo harus pikirin baik-baik.”
“Apa lo bilang? Gue harus hati-hati? Harusnya, dia yang hati-hati sama gue. Beraninya dia mengancam begitu. Minta ditimpuk pakek batu kali tu anak.”
Mendengar hal itu, Eliana memijat pelipisnya. “Nada yang cantik dan baik hati. Udah lah, lagi pula gue juga nggak merasa sakit hati kok sama dia.”
“Lo mungkin udah nggak sakit hati. Tapi, gue nggak terima sahabat gue disakiti gitu aja.”
Seketika Eliana terdiam. Dia sangat paham sekali dengan apa yang sekarang sedang dilakukan oleh sahabatnya. Walau terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya di dalam hatinya yang terdalam ia sangat terluka. Terlebih, jika melihat Galang – sang mantan kekasih sedang dengan wanita lain.
Hanya saja, Eliana berusaha untuk menutupi itu semua. Agar Nada tidak tersulut emosi, dan malah melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak berapa lama kemudian, bel masuk telah berbunyi. Mengharuskan seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing.
Begitu juga dengan Nada dan Eliana. Mereka berjalan dengan penuh percaya diri menuju ke kelas. Sampainya di sana, Nada duduk dengan tenang. Ada segerombolan siswi menghampirinya. Mereka menatap Nada dengan sinis. Mirip seperti harimau yang kelaparan dan siap untuk menerkam mangsanya.
“Apa lihat-lihat gue kayak gitu?” bentak Nada tidak takut.
“Berani ya lo bentak gue. Mau gue dikeluarin dari sekolah ini? Lo lupa, kalau orang tua gue itu kepala sekolah.”
“Udah, Nad. Nggak usah diladenin,” ucap Eliana berbisik.
Nada hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak lagi peduli dengan mereka yang masih berdiri dan memperhatikannya. Beberapa saat kemudian, guru datang dengan membawa beberapa buku di tangannya. Seluruh siswa kembali ke kursinya masing-masing. Pelajaran pun dimulai dengan saksama.
Hingga akhirnya, mereka semua berada di penghujung pelajaran. Guru pun telah menutup buku yang sedari tadi menjadi pusat perhatian para siswa.
“Oke, Ibu akan berikan kalian tugas kelompok,” tuturnya.
Seluruh siswa terperangah dengan kalimat tersebut, “Hah?! Tugas Bu?”
“Iya, tugas. Kalian mengapa terlihat bahagia seperti itu?”
“Kami tidak bahagia bu,” balas salah seorang siswa.
“Jadi, kalian bentuk kelompok. Tugasnya, kalian harus membuat tulisan dengan tema ‘Alam dan Lingkungan’ dikumpulkan minggu depan.”
“Bu, satu bulan saja ya bu waktunya,” ujar Nada bernegosiasi.
Guru itu menggelengkan kepala, “Tidak bisa, Nada. Pokoknya, minggu depan harus sudah dikumpulkan. Ya sudah kalau begitu, silakan beristirahat.”
Sebagai seorang pelajar, mau tidak mau mereka harus menuruti semua perintah yang diberikan oleh guru. Tidak bisa dibantah, demi nilai yang sempurna.
“El, kantin yuk!” ajak Nada.
Eliana menggelengkan kepalanya, “Lo aja lah yang ke kantin. Gue lagi nggak mood mau ke kantin.”
“Kenapa? Nggak kayak biasanya yang selalu bersemangat kalau gue ajak ke kantin.”
Sahabatnya itu hanya diam saja tidak membalas perkataannya.
“Coba liat!” Nada berhasil merebut ponsel yang berada di genggaman tangan Eliana.
Rupanya, sahabatnya itu tengah memperhatikan foto Galang bersama dengan wanita lain. Lebih tepatnya, wanita berbeda dengan yang dilihatnya kemarin. Tentu saja hal itu membuat Nada geram. Bagaimana tidak, kini Eliana kembali bersedih hanya karena postingan di sosial media milik pria playboy tersebut.
“Nad, balikin!” Eliana berusaha untuk merebut kembali ponselnya.
“Lo gila ya! Cowok kayak begini aja ditangisin. Dia itu nggak baik buat lo, dan gak pantes dapetin cinta lo,” jawab Nada dengan penuh amarah.
Eliana memohon layaknya anak kecil yang meminta mainan pada ibunya. Tetapi Nada tidak membiarkan sahabatnya menangis begitu saja. Dia meremas ponsel yang ada pada genggaman tangannya. Kesabaran Nada memang setipis tisu, apalagi sudah menyangkut kehidupannya.
“Bakal gue beri pelajaran pria nggak tahu diri itu,” gumam Nada dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments