Kata-kata Romantis

“Nada…. Yuhu….” Teriak seseorang dari balik pintu.

“Gue masih ngantuk, jangan diganggu,” balasnya.

Brak… Rupanya kini pintu kamar telah terbuka dengan sempurna. Nada masih tidur dengan cantik. Ia enggan untuk membuka kedua mata. Sebab, menurutnya ini masih terlalu pagi untuknya untuk tersadar dari mimpi. Rasa keterpaksaan menyelimuti dirinya, ia pun harus membuka kedua mata karena tingkah Eliana.

Pagi ini, Eliana sengaja berkunjung. Ia sudah tahu jika sahabatnya pasti belum beranjak dari tempat tidur. Sehingga, dirinya berinisitif untuk datang dan menganggunya. Eliana bergegas menghampiri. Tampak tangan yang berkacak pinggang, layaknya seorang ibu yang akan memarahi anaknya. Eliana menarik napas panjang, ia bersiap untuk berteriak sekencang mungkin.

“Nada, bangun!!!!” Teriakan Eliana memenuhi telinga Nada.

“BERISIK!!!” Nada kembali menarik selimut yang sempat tersingkap.

Eliana berdecak kesal, “Ck… Ini udah jam berapa Nada? Nanti kita terlambat ke sekolah.”

“Gue ngantuk banget, El. Bisa nggak lo jangan ganggu gue dulu? Gue izin, bilang sama Pak Samsul ya.”

Mendengar hal itu, seketika kedua alis Eliana mengerut. “Gila ya lo! Jangan macem-macem. Nanti kalau kena hukuman baru tau rasa lo.”

Eliana terus saja berteriak tepat di telinga sahabatnya. Sampai-sampai, Nada sudah tidak tahan lagi. Terpaksa ia bangkit, dan menatap sahabatnya dengan tajam. Mereka berdua saling beradu pandang dalam jangka waktu yang lama. Hingga akhirnya, Nada memutuskan untuk bersiap.

**

Beberapa saat kemudian. Akhirnya mereka telah siap untuk pergi ke sekolah. Tetapi sebelum itu, terlebih dahulu mereka menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh Bi Surti. Kehadiran Eliana di rumah itu, menambah kesan keramaian. Sebab, biasanya hanya rasa sunyi saja yang terasa di sana. Nada mencium aroma sedap nasi goreng dari meja makan.

Tanpa menunggu waktu lama, Nada duduk dan segera mengambil sarapan paginya. Begitu juga dengan Eliana yang terlihat sudah sangat lapar sekali. Mereka makan dengan lahap. Hingga suatu ketika, Nada menghentikan aktifitasnya, ia menoleh ke arah Bi Surti.

“Bi, Bunda ada bilang sesuatu nggak?” tanya Nada.

Bi Surti menggelengkan kepalanya, “Nggak, Non. Tadi Nyonya pergi dan nggak bilang apa-apa.”

“Hem… Apa Bunda lupa ya, kalau gue minta buat makan malam bersama nanti?”

“Bunda lo pasti inget. Cuma, tadi lupa bilang aja mungkin,” sahut Eliana berusaha untuk menghibur sahabatnya.

Sudah tidak ada selera makan bagi Nada, ia hanya mengaduk-aduknya saja. Tanpa memasukkannya ke dalam mulut.

“Enak banget ya orang-orang, selalu bisa berdua sama ibu mereka. Sementara gue, susah banget cari waktu buat bersama,” ujarnya seraya menundukkan kepala.

“Kan ada gue,” jawab Eliana.

Seketika Nada mengalihkan pandangannya, “Lo mau gue panggil Bunda? Eh, jangan Bunda. Tapi, Mami? Emang udah cocok sih.”

Tiba-tiba saja Eliana mengerutkan dahinya dengan penuh kekesalan.

Sementara itu, Nada terkekeh geli melihat ekpresi sahabatnya yang kesal kepada dirinya. Mereka kemudian segera menghabiskan seluruh makanan. Setelah itu, mereka bergegas menuju ke sekolah. Sebelum terlambat, dan sebelum mereka terkena hukuman oleh guru piket yang sangat garang sekali hari ini.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua disibukkan dengan ponsel masing-masing. Namun, tiba-tiba saja ponsel Eliana berdering. Ia terkejut tatkala Galang menghubunginya. Nada yang berada di sampingnya langsung tersadar dan merebut ponsel itu.

“Biar gue yang jawab,” ucap Nada.

“Jangan, Nad!” Eliana berusaha untuk mencegah. Tetapi sahabatnya itu terus bersikeras.

“Heh! Kenapa lo hubungi sahabat gue lagi? Belum kapok lo gue tampar?” bentak Nada.

“Eh.. Rupanya gadis cantik yang bicara.”

“Cuih!!! Jangan sesekali lo ngerayu gue. Nggak akan mempan.”

Tutt…. Sambungan terputus begitu saja. Nada kembali memberikan ponsel milik Eliana. Sementara itu, jantung Eliana berdegub dengan kencang. Ia takut sekali kalau terjadi pertengkaran seperti waktu itu.

Tanpa mereka sadari, rupanya mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah. secepatnya Nada dan Eliana turun. Mereka pun berjalan santai melewati gerbang sekolah. Tidak hanya mereka saja, tetapi banyak siswa yang berdatangan. Ketika hendak masuk, tiba-tiba saja dari kejauhan ada sosok pria yang berlari ke arah mereka. Sontak hal itu membuat keduanya saling beradu pandang. Rupanya Galang datang dengan membawa sesuatu di tangannya.

“Selamat pagi, El,” sapanya dengan lembut.

“Ka-kamu, ke-kenapa ada di sini?” balas Eliana terbata-bata.

“Aku cuma mau ucapin selamat pagi, dan kasih bunga ini.”

Galang kemudian memberikan bunga mawar merah. Nada yang melihat itu tidak tinggal diam. Namun, Eliana mengisyaratkan agar sahabatnya tidak bertingkah saat itu. Terpaksa Nada membiarkan mereka berbincang dengan leluasa.

Akhirnya Galang pergi seraya melambaikan tangan. Sedangkan Nada, memberikan tatapan tajam dengan tangan yang terlipat sempurna di dada. Ia merasa ada yang aneh dengan tingkah pria itu. Namun, ia melihat jika sahabatnya begitu bahagia sekali. Bahkan, Eliana tidak mengalihkan pandangan sampai pria itu benar-benar hilang.

“Ya ampun, gue nggak nyangka kalau Galang masih cinta sama gue. Nad, gue udah balikan sama dia,” ujar Eliana.

“Lo yakin mau balikan sama dia? Dia itu udah nyakitin lo.”

Eliana menghela napasnya sejenak, “Nad, dia itu udah ada niatan baik datang ke sini. Sekolah dia itu beda arah loh. Lagipula, dia juga udah janji nggak akan selingkuh lagi.”

“Terserah lo aja deh.” Nada menjawab dengan ketus, lalu beranjak pergi dari tempat itu.

**

Istirahat telah tiba. Seperti biasa, Nada dan Eliana akan pergi ke kantin dan memesan makanan. Kebetulan memang pelajaran tadi telah berhasil membuat perut mereka kosong akibat berpikir terlalu keras. Tidak butuh waktu lama, Eliana duduk dan membawa makanannya. Seketika raut wajah Nada berubah. Ia kemudian mengecek suhu tubuh sahabatnya. Perilaku Nada berhasil membuat Eliana menekuk dahinya. Mereka saling menatap dalam beberapa detik.

“Lo kenapa, El?” tanya Nada.

Eliana menoleh, “Kenapa? Maksudnya?”

“Gue ‘kan tadi pesen mie ayam. Kenapa yang datang malah seblak?”

“Hah?! Masa iya?”

Nada hanya berdehem saja.

“Ya udah, yang penting sama-sama ada mienya. Makan aja, nanti juga kenyang kok.”

“Gue ‘kan nggak suka seblak, Elianaaaa…” pekiknya dengan kencang.

Sampai-sampai, Eliana mengusap telinga miliknya.

“Ah elah, masa lo lupa kalo gue nggak suka seblak.” Nada menggerutu seraya bangkit untuk memesan mie ayam.

“Lagian, lo aneh banget. Masa cewek nggak suka seblak. Itu tuh makanan paling enak tau di muka bumi ini.”

Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Nada. Ia kemudian memesan mie ayam, dan tidak lama kemudian kembali ke mejanya. Sementara itu, Eliana telah memakan seblak yang tidak disentuh oleh Nada. Rasanya begitu nikmat sekali. Tetapi, Eliana tidak habis pikir mengapa sahabatnya tidak menyukai makanan tersebut.

Nada yang tidak menyukai makanan itu, terpaksa memberikannya kepada orang lain. Sementara dirinya memesan makanan lain yang jauh lebih enak menurut Nada. Selagi menunggu, Nada melihat sekeliling. Tampak kantin itu ramai siang ini. Tiba-tiba saja ada yang menarik tubuhnya. Nada sampai terkejut dan hampir saja terjatuh.

“Minggir lo!” ujar seorang wanita bernama Sasha, anak dari kepada sekolah.

“Gue tampol ya lo! Beraninya nyenggol gue.”

Sasha tidak peduli dan malah memberikan tatapan tajam pada Nada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!