Selepas Bercerai

Selepas Bercerai

Upik Abu

"De, seenggaknya kalau kamu enggak cantik dan seksi, kamu tuh harus pintar masak buat nyenengin mertua sama suami!"

"Kalau enggak lagi lapar, sudah malas Ibu makannya. sama sekali enggak ada enak-enaknya, yang ada buat eneg!" Lirikan sinis dari Lisma—ibu mertua rasa musuh—untuk Deana si Upik Abu paling tersakiti di zaman sekarang, meski begitu makanan yang tersaji tetap saja disantap dengan lahap. 

Bagi ibu mertua Deana ini, tidak baik membuang-buang makanan walau makanan tersebut sangatlah tidak pantas dihidangkan, seperti makanan yang saat ini sedang dimakannya. Dia akan tetap memakannya apa pun yang terjadi. 

"Sebenarnya masakan kamu enak kok, De, aku su–" 

"Makanan buat eneg begini kok dibilang enak? Lidahmu mati rasa?" semprot Lisma memotong ucapan anak pertamanya itu yang langsung bungkam. 

"Iya, makananmu enggak enak, De!" Deana hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Alumi—kakak ipar Deana—yang juga sedang menyantap sarapannya. "Iya, kan, Nang?" Dengan mulut masih penuh makanan, Alumi bertanya kepada Lanang, dia sampai menyemburkan beberapa butir nasi dan jatuh ke meja. 

"Lanang mana mau jawab jujur, Lum. Dia takut sama istri buruk rupanya itu!" 

Ucapan Lisma benar-benar keterlaluan, tetapi Deana lagi-lagi hanya bisa tabah menerima semua itu. Apalagi sebenarnya sudah tiga tahun juga dia selalu mendengar perkataan seperti itu, bahkan paling keji di dalam hidupnya. 

"Mama, sih, enggak bisa bayangin gimana kalau kalian punya anak, bisa-bisa seburuk rupa ibunya. Masih untung, loh, Nang, istrimu itu mandul!"

Deana melirik suaminya yang memilih diam saja menikmati sarapannya itu. Dia juga tidak bisa mengharapkan jika Lanang akan membelanya seperti angan yang selama ini selalu memenuhi otaknya, meski begitu Deana cukup bersyukur karena Lanang akan selalu menghiburnya dengan kata-kata manis yang meneduhkan saat mereka berada di kamar. 

Menjadi Upik Abu di rumah suami sendiri, sudah dialami oleh Deana—wanita pintar dengan segudang kekurangan yang nyata—menantu yang tidak pernah dianggap, meski begitu dia masih merasa beruntung karena ada suami yang begitu sayang dengannya. 

Memiliki suami setia dan selalu memberinya cinta, setidaknya sudah cukup untuk Deana menerima segala perlakuan dan perkataan buruk dari ibu mertua yang keras kepala dan kakak ipar dengan tingkat kelemotan paling parah. 

Tidak pernah terpikirkan oleh Deana sebelumnya jika kehidupannya yang memang sudah buruk karena kondisi fisiknya tidak rupawan itu, makin menyiksa setelah keputusan sang ayah sebelum meninggal. Demi sebuah wasiat Deana menyetujui menikah dengan Lanang yang memiliki paras rupawan dan baik hati. 

"Mau ke mana?" Langkah Deana terhenti saat Lisma bicara. Dia berbalik dan kembali harus melihat tatapan sinis ibu mertuanya itu. 

"Saya mau ke kamar dulu, Bu. Mau ambil tas Mas Lanang!" Deana bicara sesopan mungkin di depan ibu mertuanya. Jangan sampai membuat ibunya makin bicara pedas. 

Lisma hanya mengangguk dan seolah tidak lagi tertarik dia mengabaikan Deana yang masih bergeming di tempat. 

"Ibu mau sesuatu?" Lisma menggeleng malas. "Kalau begitu saya ke kamar dulu!" Sejenak Deana melirik ke arah Lanang yang tersenyum tipis kepadanya. 

Deana merasa lega lalu memilih pergi ke kamar mereka yang berada di dekat tangga. 

Wanita itu menutup pintu kamarnya dan langsung beranjak ke meja rias. Menatap tubuhnya yang sama sekali tidak berbentuk karena dipenuhi lemak di mana-mana. Dia menghela napas pelan lalu kedua tangannya memainkan pipinya sendiri. 

"Pipi ini kenapa kayak bakpau?" Deana ingat minggu lalu dia memakan bakpau milik Alumi yang tersisa satu. Dia memegang bakpau isi kacang ijo itu dan sama-sama mengembang seperti pipinya. 

"Akh!" Deana menjerit seketika karena tidak sengaja membuat jerawatnya yang sedang bernanah pecah. "Astaga, teledor banget!" Dia lekas mengambil kapas dan membersihkan nanah juga darah di pipinya itu. 

"Kenapa?" Wanita itu berbalik dan melihat suaminya sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan heran. "Pipi kamu kenapa?" 

Deana langsung menurunkan tangannya dan menunjukkannya kepada Lanang kapas di tangannya itu. "Tadi enggak sengaja, Mas." 

"Sakit?" Deana mengagumi wajah khawatir Lanang yang menurutnya makin tampan itu. Dia mengangguk dan membiarkan Lanang memperhatikan wajah penuh jerawatnya. 

Mata Deana terpejam ketika Lanang meniup perlahan luka di wajahnya. Hatinya berbunga-bunga mendapatkan perlakuan paling istimewa dari suaminya. "Sudah!"

"Kok cepat, Mas?" Deana merasa kesal, dia cemberut ketika Lanang menjauh darinya. 

Pria jangkung itu tersenyum lembut kepada Deana. "Aku buru-buru mau ke kampus loh. Nunggu kamu ambil tas lama banget, makanya ke sini!" Lanang mengambil tas kerjanya yang berada di sofa. 

Deana meringis menyadari kesalahannya. Dia menghampiri Lanang dan meminta maaf, menyesal karena telah lupa dengan tujuannya ke kamar untuk apa dan malah meratapi dirinya yang buruk rupa. "Maaf, Mas. Tadi saya malah asyik natap wajah sama tubuh ini di cermin!"

Lanang mengerutkan dahinya sejenak lalu tersenyum tipis. Dia meletakkan kembali tas kerjanya dan memeluk Deana. "Harusnya aku yang minta maaf. Kamu pasti selama ini kepikiran sama ucapan Ibu dan Alumi. Maafin mereka, ya!"

"Enggak apa-apa kok, Mas. Yang mereka bilang memang benar!" 

Lanang melepaskan pelukannya. Dia menatap mata bening Deana lalu mengusap rambut halus istrinya itu. Satu-satunya di tubuh Deana yang bisa dibanggakannya. 

"Maafin Mas karena enggak pernah bisa bela kamu di depan mereka. Kamu tahu sendiri, kan, gimana Ibu yang selalu enggak suka kalau ada yang bela kamu? Kamu pasti paham betul gimana Ibu selalu enggak suka kalau ada yang membantah ucapannya. Mas cari aman saja biar kamu enggak makin dipojokin Ibu." Deana mengangguk. "Jadi, kamu harus selalu percaya kalau Mas sayang banget sama kamu, enggak peduli dengan fisik dan rupa kamu!" 

"Makasih banyak, ya, Mas kamu selama ini enggak pernah hina fisik aku ini!" 

Deana menatap lekat manik mata sekelam malam itu dan memajukan wajahnya, dia hendak memberi semangat untuk suaminya dengan sentuhan yang biasa Lanang berikan lebih dulu. Sayang, beberapa senti lagi mereka saling menyentuh, suara nyaring Alumi membuat Deana mundur. 

"Ih, kalian mesum!" teriak Alumi dan menutup pintu kamar dengan kuat. 

Deana malu, wajah putihnya itu memerah karena ketahuan oleh Alumi. Dia yakin, kakak iparnya akan langsung memberitahu kejadian yang dia lihat kepada sang ibu. 

"Aku berangkat sekarang!" Deana hanya mengangguk, tidak berani menatap Lanang yang pamit tanpa mencium dahinya seperti biasa. 

"Mas Lanang pasti malu banget!" Deana menghela napas berat. Dia tidak pernah memikirkan jika inisiatifnya itu akan ketahuan oleh Alumi. 

***

"Kamu yakin kalau pria ini sebenarnya enggak setia, bahkan sudah menikah diam-diam sama wanita lain?" Seorang pria dengan penampilannya yang necis. Rambutnya yang klimis dan kumis tipis itu sedang mengetuk-ngetuk meja kerjanya. Memperhatikan beberapa lembar foto di meja. 

"Yakin sekali, Pak. Dia begitu pintar memanipulasi istrinya itu!" 

Pria tersebut tersenyum usil lalu merapikan foto tersebut dan menyerahkan kepada asistennya. "Dia memang lugu, saking lugunya sampai mau dikhianati suaminya sendiri. Enggak pernah berubah! Dasar." Dia berdiri dan mengambil jasnya yang tersampir di kursi dan mengenakannya. "Ingat kamu harus awasi dia terus. Kasih tahu perkembangan tentang dia!" 

Terpopuler

Comments

Warijah Warijah

Warijah Warijah

Sepertnya novelnya menantang nih Thor 👍🏻

2023-08-08

0

Uthie

Uthie

tertarik dari judul covernya 👍
di keep dulu yaa 👍🙏

2023-07-28

0

Dwi Kinarti

Dwi Kinarti

buat pengantar tidur

2023-07-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!