Lanang kembali ke kamar setelah tiga jam entah berada di mana. Saat dia datang, Deana sudah berganti pakaian yang lebih pantas, tidak seperti tadi.
Sesaat tatapan mereka bertemu, tetapi dengan cepat Lanang memutusnya dan beranjak pergi ke arah lemari. Tanpa mengatakan apa pun dia mengambil jaket jeansnya.
"Mau ke mana, Mas?"
"De, maaf, aku harus pergi!" Lanang yang sudah mengenakan jaketnya menghampiri Deana yang menatapnya bingung, dia memeluk Deana beberapa detik. "Kamu tidur saja, ya. Aku mau ke rumah sakit!"
"Rumah sakit? Siapa yang sakit, Mas?" Deana menahan Lanang yang akan pergi dengan menarik ujung jaketnya. "Apa Mas Lanang sebenarnya mau temui Siska?"
Lanang terlihat terkejut mendengar pertanyaan Deana, tetapi dengan cepat dia mengubah mimik wajahnya kembali biasa saja. Pria itu tersenyum dan mencubit pipi Deana gemas. "Kenapa tanya gitu? Kenapa kamu bisa berpikir aku akan temui Siska?"
Deana terdiam, dia menunduk untuk menyembunyikan kesedihannya. Ketakutannya karena kiriman foto dari Yumi sore tadi. Dia menggeleng, menutup mulutnya rapat-rapat dan memilih untuk tidak lagi bicara.
"De ...."
"Mas hati-hati, ya!" Deana menyembunyikan keresahannya dengan tersenyum, mengantar kepergian Lanang.
"Kalau kamu berpikir aku akan temui Siska, aku enggak jadi pergi, De!" tandas Lanang cepat. Dia melepas jaketnya membuat Deana merasa bersalah. "Aku enggak tahu apa yang buat kamu berpikir begitu?"
"Maaf, Mas. Aku cuma takut kalau diam-diam di belakang aku kamu ketemu sama Siska!" Deana menggigit bibir bawahnya karena merasa gugup dan cemas melihat Lanang yang menatapnya dengan datar.
Dia mengerutkan dahinya saat Lanang tertawa pelan lalu mengusap rambutnya yang halus. "Kamu kenapa bisa berpikir begitu, sih, De? Jangan konyol deh!"
Deana meringis, dia merasa malu sendiri. Padahal sudah mati-matian dia berusaha untuk tidak merasa cemburu dengan foto kiriman dari Yumi, tetapi melihat Lanang yang mendadak akan pergi di tengah malam dengan buru-buru membuatnya curiga, meski alasannya akan ke rumah sakit.
"Aku sudah lama enggak ketemu sama Siska, terakhir waktu kita nikah itu. Lagipula buat apa aku ketemuan sama dia diam-diam. Enggak, ah!" Tatapan Lanang begitu lekat pada manik mata Deana yang berkaca-kaca, pria itu mendekatkan wajahnya dan mencium lama dahi Deana.
Dari yang awalnya merasa resah, mendapatkan kelembutan dalam sentuhan di kulitnya itu membuat hati Deana melunak. Dia tersenyum senang dan malu-malu saat Lanang menjauhkan wajahnya dan menatapnya lamat-lamat. Dia bisa melihat pantulan dirinya sendiri dari manik Lanang.
"Kamu harus tahu, De. Semenjak ada kamu, aku sama sekali enggak pernah kepikiran sama sekali tentang Siska atau wanita mana pun!"
Deana makin tersipu karena kalimat yang diucapkan Lanang kepadanya, wajahnya memerah ketika Lanang kembali berhasil meluluhkan hatinya dengan sentuhan-sentuhan itu. Membuat Deana tidak ingin Lanang pergi malam ini dan menginginkan Lanang memberinya nafkah yang selama ini dia tunggu.
Sayang, Deana tidak bisa terus-terusan egois. Selama ini Lanang jadi begitu jarang pergi keluar, bertemu dengan temannya. Terakhir kali Lanang pulang setelah bertemu temannya dengan wajah lebam, semua itu karena dia berkelahi untuk membelanya seperti yang dibully habis-habisan.
Deana bersyukur Lanang tidak pernah memedulikan tentang penampilannya itu. "Mas, kamu pergi saja ke rumah sakit."
"Kamu beneran kasih izin, De?" Deana mengangguk dan mengulas senyum untuk Lanang. "Oke, aku janji setelahnya akan pulang!" Lanang kembali memberi sentuhan pada dahi Deana.
Pria tersebut memakaikan kembali jaketnya yang tergeletak di kasur. "Tapi, siapa orang yang mau kamu temui, Mas?"
Lanang yang terlihat begitu senang, terlihat terkejut. Gerakan tangannya yang sedang menyisir rambut terhenti dan menoleh ke arah Deana. "Siapa yang sakit, Mas?"
Lanang diam beberapa saat lalu mengembuskan napasnya pelan. "Kamu ingat Aziz?" Deana mengangguk. Tentu saja dia ingat, Aziz orang yang pernah membuat Lanang pulang dengan wajah lebam. Dia mengerutkan dahinya. "Benar, dia sekarang dirawat di rumah sakit. Aku baru dihubungi istrinya kalau dia di rumah sakit setelah kena begal!"
"Kasihan sekali, Mas."
"Iya. Aku harus ke sana untuk gantikan istrinya yang lagi di Purwokerto. Kayaknya besok baru pulang atau aku langsung berangkat kerja dari sana!"
Deana terdiam sesaat dan tersadar ketika Lanang menutup pintu kamar mereka. Dia tidak sadar saat Lanang pergi atau sebenarnya Lanang memang tidak pamit?
"Tenang Deana, kamu harus yakin kalau memang Mas Lanang pergi ke rumah sakit bukan temui Siska!" Deana meyakinkan hatinya lagi agar kecurigaannya lenyap.
***
"Bu, semalam aku lihat Lanang keluar. Terus sebelum itu aku dengar dia teleponan sama cewek, Siska!"
Lisma yang sedang menuang air dingin merasa jengah. Dia memasukkan botol wadah air dingin itu ke kulkas dan menatap kesal Alumi yang terus saja mengekorinya.
"Terus kenapa kalau dia sama Siska?"
"Memang Ibu mau kalau Lanang selingkuh? Bukannya Ibu paling anti sama selingkuh biar enggak kayak Bapak?" Lisma meletakkan gelasnya dengan kasar membuat air dinginnya tumpah sedikit.
Wanita pertengahan abad itu menghela napas kasar. "Lanang enggak mungkin kayak Bapak kalian. Walau dia memang mau menikah sama wanita lain, dia harus ceraikan dulu istrinya yang gemuk dan jelek itu!" Alumi mengangguk setuju, tetapi hatinya tetap saja resah.
Jelas sekali semalam dirinya melihat kalau Lanang begitu senang dan semangat saat bicara dengan seseorang di telepon. Kata-kata yang keluar dari bibir adiknya itu begitu manis dan menenangkan.
"Iya, sih, lagian ngapain si Lanang masih betah sama Deana? Cantikan juga Siska!" Alumi menatap ibunya bingung saat sikunya disenggol. "Ibu enggak setuju? Padahal memang iya, kan, kalau Siska itu cantik?"
"Selamat pagi," sapa Deana kepada Lisma dan Alumi yang berada di dapur. Dia tersenyum canggung kepada Lisma yang menatapnya tidak suka.
"Lanang belum pulang?"
"Belum, Kak. Mas Lanang nginap di rumah sakit!"
Alumi mengangguk-angguk lantas bicara yang berhasil membuat Deana terhenyak. "Kamu yakin dia di rumah sakit? Gimana kalau dia sebenarnya sama Siska?"
"Siska?"
"Iya. Semalam aku lihat ...." Ucapan Alumi terhenti saat pinggangnya dicubit oleh Lisma.
"Kamu enggak perlu bilang gitu sama dia. Lagipula bagus, dong, kalau Lanang balikan sama Siska. Lihatlah adikmu selama ini tersiksa nikah sama wanita mandul kayak dia!" Tatapan Lisma benar-benar membuat Deana merasa terluka, tetapi ada yang lebih menyakitkan daripada ucapannya itu.
"De, mending kamu minta cerai saja sama Lanang. Daripada makan hati sama ucapan Ibu!" bisik Alumi sebelum mengejar Lisma yang pergi meninggalkan mereka.
Air mata Deana sudah tidak dapat terbendung lagi, sejak semalam dia memang tidak bisa tidur karena terus memikirkan tentang Siska dan Lanang. sekarang, dia kembali harus mendengar ucapan dari mertuanya.
"De, keluar deh Lanang pulang sama Siska!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Warijah Warijah
Nyesek Thor bacanya 😭😭
2023-08-08
0