Rambut Keriting Kamu Hilang ke Mana?

Langkah Deana terhenti saat seorang pria berpakaian necis menghalangi jalannya yang kesusahan setelah berhasil keluar dari pasar yang becek. Dia mendelik kesal kepada pria di depannya itu, tersebut menyebalkan.

"Kenapa?" Deana sudah tidak tahan, saat dia bergeser ke sisi kiri, pria itu bergeser ke sisi kanan sehingga Deana tidak bisa beranjak pergi, begitu sebaliknya.

Deana makin kesal karena pria tersebut menggeleng, menatapnya kasihan. Dia menghela napas pelan, meletakkan keranjang belanjaannya di tanah dan berkacak pinggang dengan memperlihatkan wajah marah.

"Huh, dia kenapa, sih?" bisik Deana karena pria tersebut bukannya takut atau setidaknya pergi, malah tertawa kencang. Beberapa pejalan kaki di sekitar mereka memperhatikan dengan heran.

"Sinting!" Deana merasa tidak perlu meladeni pria aneh itu, tampan sayangnya tidak waras. Begitulah yang Deana pikirkan. Dia mengambil belanjaannya dan berlalu pergi.

"Deana Lupita si Gajah jelek, lo lupa sama gue!" Langkah Deana terhenti di jalanan sedikit menanjak itu dan berbalik kembali menatap pria yang sejak tadi bersikap aneh kepadanya.

Dahi Deana berkerut dalam, memperhatikan dengan saksama pria tersebut yang berjalan perlahan menghampirinya.

"Astaga, lo benar-benar lupa sama gue?"

Pria itu ... kini sudah berdiri tidak sampai dua meter jarak mereka, tampak begitu gagah, tampan, menawan, tinggi, dan aroma parfum beraroma menenangkan itu tercium jelas di indera penciuman Deana.

"Kamu Bujang?" Pria itu mendengkus kesal karena pertanyaan Deana, meski begitu pria tersebut mengangguk dengan malas.

Deana terkejut, sama sekali tidak menyangka akan kembali bertemu dengan seseorang yang sangat dan teramat tidak ingin dia temui. Seseorang yang membuat hampir seluruh sekolah menuruti perintahnya untuk memanggilnya gajah jelek!

"Lo apa perlu sekaget itu? Oh, karena gue makin tampan, kan?" ucap pria tersebut begitu percaya diri.

Deana menggeleng lalu melangkah mendekat membuat pria tersebut waspada dan mundur beberapa langkah menjauh. "Lo, jangan macem-macem!"

"Kamu beneran Bujang?" Deana memperhatikan dengan saksama, masih tidak percaya. "Rambut keriting kamu hilang ke mana?" Saat ini telunjuk Deana terarah ke kepala dengan rambut klimis itu.

"Ah, terserah lo deh. Gue ke sini cuma mau kasih ini ke lo!" Pria tersebut mengambil sesuatu dari saku jasnya dan menyerahkan kepada Deana. "Kalau lo butuh bantuan, hubungi gue."

Deana membaca sekilas kartu nama di tangannya itu. "London Ardiatama." Dia menatap terkejut pria tersebut. "Jadi kamu pemilik beberapa hotel Utama?"

Pria di hadapan Deana itu berdeham, membusungkan dadanya bangga. "Hasil dari warisan, kan?" Wajah yang awalnya begitu senang itu berubah kesal lalu merapikan jasnya, meski dahulu Deana suka sekali dirundung oleh pria tersebut, dia punya beberapa hal yang membuat pria itu kesal seperti sekarang dengan menyerang balik lewat kata-kata.

"Tapi sayangnya saya tidak butuh bantuan kamu, yang ada saya kena bully lagi!" Deana mengembalikan kartu nama tersebut. "Ambillah. Saya tidak mau meminta bantuan dengan orang yang pernah membuat saya sakit hati!"

"Gue bukan orang yang akan ambil kembali apa yang sudah gue kasih ke orang. Terserah lo mau terima atau enggak!" Pria tersebut pergi begitu saja, berjalan melalui Deana.

"Dia enggak mungkin tiba-tiba datang tanpa maksud, kan?" Deana memperhatikan langkah pria tersebut sampai tidak terlihat lagi.

Deana memasukkan kartu nama itu di dompet lusuhnya dan gegas pulang, dia sudah sangat terlambat untuk sampai ke rumah hanya karena pria bernama Bujang itu.

"Gue tahu sekarang lo memang enggak butuh bantuan gue, tapi enggak lama lagi lo bakal datang ke gue!"

Tiba-tiba saja sebuah mobil mewah menghalangi langkah Deana yang tergesa-gesa, saat kaca jendela mobil tersebut diturunkan, Deana tahu siapa orangnya.

"Huh, kalau gitu kenapa enggak kasih tumpangan?" gerutu Deana kesal ketika mobil tersebut melesat menjauh.

***

Langkah Deana terhenti, melihat pemandangan di depannya yang amat menyakitkan. Bagaimana tidak, seminggu ini dia selalu melihat pemandangan yang menyesakkan, ketika dirinya diabaikan datang satu wanita yang menjadi primadona.

"Kamu sudah pulang? Kenapa lama, sengaja mau buat Ibu marah?"

"Maaf, Bu, tadi saya ketinggalan angkot!"

"Alah alasan saja. Sana cepat ke dapur dan kupas buah buat Siska!"

Dengan berat hati Deana mengangguk dan pergi ke dapur. Deana iri dengan perhatian ibunya kepada wanita yang dibawa pulang suaminya itu. Wanita yang ternyata hamil anak suaminya, padahal dia sendiri masih menjadi perawan karena trauma suaminya.

Tuhan tidak adil untuknya.

Deana mengeluarkan belanjaannya, gerakan tangannya terhenti saat suara wanita yang amat dibencinya itu memenuhi indera pendengarannya.

"Kamu masih saja bertahan di rumah ini, padahal Ibu sama sekali enggak pernah ramah sama kamu!"

Genggaman Deana begitu kuat pada buah apel di tangannya. Dia beralih menatap Siska yang menatap dengan tatapan mengejek kepadanya dengan tangan mengusap lembut perutnya yang rata.

"Kenapa saya harus pergi? Saya menantu di rumah ini!" Deana tentu saja mempertahankan harga dirinya. Selama seminggu ini, dia berusaha menghindari Siska dan tidak pernah mau bicara, tetapi kali ini dia sudah tidak bisa lagi melakukan itu.

"Kenapa? Apa karena kamu tahu enggak akan ada laki-laki yang terima kamu selain Lanang?"

"Apa maksud kamu?" tanya Deana geram, dia makin kesal ketika tatapan Siska pada tubuhnya yang terlihat sekali sedang mengejek.

"Jangan marah, aku tahu kok kalau kamu dan Lanang menikah karena dijodohkan. Aku tahu kalau kamu mencintai Lanang sampai buat dia terasa tercekik karena terpaksa terima kamu, apa kamu enggak kasihan?"

Satu alis Deana terangkat. Dia mendengkus kesal karena ucapan Siska itu. "Mas Lanang juga mencintai saya. Lagipula kamu cuma masa lalu yang berhasil menjebaknya!"

Terlihat sekali guratan keterkejutan di wajah Siska yang cantik itu, dia menggeram marah dengan tangannya yang mengepal. "Saya tahu, Mas Lanang terpaksa menikahi kamu karena kamu jebak dia. Atau jangan-jangan bayi itu bukan anak Mas Lanang!"

"Saya bersabar selama ini dengan tingkah kamu yang tiba-tiba masuk ke rumah ini sebagai istri siri Mas Lanang, tapi saya tidak akan tinggal diam kalau benar kamu jebak suami saya demi status calon anak kamu!"

Siska melangkah makin mendekat, Deana menantang Siska yang wajahnya sudah memerah dan siap memberi balasan jika madunya itu berani mencakar wajahnya. Namun, sebelum itu terjadi Lisma sudah datang melerai mereka.

"Ibu kenapa ke dapur? Seharusnya tinggal panggil aku atau Deana saja!" Siska dengan wajahnya yang kelewat manis itu menghampiri Lisma yang siap untuk menyemburkan kalimat-kalimat menyakitkan untuk Deana.

"Sudah Ibu bilang kamu jangan dekat-dekat sama dia. Dia bisa saja ngamuk dan buat kalian dalam bahaya!"

Deana melihat Siska mengangguk patuh, mengenggam tangan Lisma dan mengajaknya pergi dari dapur.

"Mas Lanang enggak mungkin dusta. Apa saya harus lakukan yang dilakukan Siska untuk hamil anaknya juga?"

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

sy kok bingung thor😕❓

2023-07-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!