Cinta Tulus Istri Pengganti

Cinta Tulus Istri Pengganti

Bab 1 Kecelakaan

Rintik gerimis membasahi seluruh kota sejak dua jam lalu. Sorot lampu saling beradu siiring melajunya kendaraan di atas jalan raya. Meskipun kondisi jalan yang licin, tak sedikitpun membuat orang-orang dibalik kemudi menurunkan kecepatan kendaraannya.

Malam juga semakin merangkak naik, tapi tak membuat gadis yang memakai jas hujan berwarna pink itu takut mengendarai sepeda motornya sendirian. Ia yang bekerja sebagai pegawai minimarket sudah terbiasa melakukannya, terlebih jarak rumahnya juga tidak terlalu jauh.

Namanya Salsabilla Syahputri, gadis yatim piatu berusia 24 tahun yang tinggal bersama ibu dan saudari tirinya. Ibu kandungnya sudah meninggal sejak lima tahun lalu dan ayahnya meninggal dua bulan yang lalu.

"Astaga!" seru Salsa yang terkejut saat lampu sepeda motornya menyoroti seekor anak kucing yang basah kuyup.

Salsa mengerem sepeda motornya secara mendadak agar tidak menabrak anak kucing itu. Ia berniat turun untuk menyelamatkan anak kucing tersebut.

Detik itu juga, tiba-tiba sorot lampu kendaraan bermotor meneranginya dan diiringi suara klakson panjang yang terdengar nyaring. "Tiiiiin!"

Disisi lain, seorang pria bernama Dimas Dewangga tengah melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Ia tertawa senang saat berhasil mengalahkan abang dan sepupunya yang tertinggal jauh di belakang.

"Payah!" serunya sambil menyeringai.

"Bisa-bisanya mereka tertinggal jauh!" Dimas melihat ke arah spion dan sorot lampu sepeda motor kedua lawannya itu masih sangat jauh dibelakangnya.

Dimas kembali melihat ke arah depan dan ia terkejut saat melihat sebuah sepeda motor yang tiba-tiba berhenti. Ia menekan klaskon sehingga pengemudi sepeda motor melihat kearahnya.

Dimas berusaha menghindari sepeda motor yang di kendarai seorang wanita yang bisa ia lihat dengan jelas wajahnya itu, tapi Dimas kehilangan kendali saat sorot lampu sebuah truk membuat matanya silau. Dan akhirnya sepeda motornya menghantam bagian depan truk dengan keras.

"Braaak!"

Deg!

Jantung Salsa rasanya berhenti berdetak . Kejadian yang begitu cepat itu seolah membuat waktu seketik berhenti detik itu juga.

Suara tabrakan terdengar memekakan telinganya. Dengan cepat, ia melihat ke arah depan, arah dimana suara keras itu berasal.

Sepeda motor yang hampir menabraknya sudah terpental jauh di tepi jalan dengan keadaan rusak di beberapa bagiannya.

Dari sorot lampu jalanan, terlihat seorang pria tergeletak di atas aspal dan sepertinya masih sadarkan diri. Salsa segera turun dari sepeda motornya dan sudah ada pengendara lain yang membantu.

"Dimaaas!" Pekik seorang pria yang merupakan abang kandung Dimas yang dengan tergesa-gesa turun dari sepeda motornya. Namanya adalah Damar Dewangga.

Disusul oleh seorang pria bernama Affar, sepupu Dimas yang langsung mengamankan supir truk beserta sepeda motor milik Dimas.

Damar bergerak cepat dan menarik Dimas dalam pangkuannya. Ia membuka helm yang Dimas pakai dan membuka jaketnya agar tidak kesulitan bernafas.

Dimas masih sadarkan diri, tapi keadaannya sangat memprihatinkan. Ia berusaha menepuk pipi Dimas agar adiknya itu tetap sadar.

"Dimas, tetaplah bangun!" Perintahnya dengan sedikit panik. Dia memang seorang dokter, tapi jika nyawa adiknya sendiri yang harus ia selamatkan, rasanya ia tak sanggup.

Damar dengan cepat mengambil ponsel di sakunya. Ia segera menghubungi pihak rumah sakit agar segera mengirim ambulance ke lokasi tersebut.

Salsa juga mendekat dan ikut berjongkok di dekat tubuh pria yang tak berdaya itu. Ia merasa bersalah karena sepertinya ia lah yang menjadi penyebab pria ini mengalami kecelakaan.

Ia melihat Dimas masih membuka mata dan sesekali terpejam. Ia juga melihat punggung tangan Dimas berdarah.

Dengan tangan bergetar, ia mengambil sapu tangan yang di simpan di saku celananya. Jas hujan selutut yang ia pakai memudahkannya untuk mengambil sapu tangan itu.

Salsa membalut luka di tangan Dimas, membuat Damar dan Dimas menyadari kalau gadis itulah yang mengendarai sepeda motor matic yang berhenti secara tiba-tiba.

Namun, bukan saatnya untuk memarahi gadis itu karena tubuh Dimas sangat lemah. Perlahan pandangannya buram dan Dimas tidak sadarkan diri.

Dalam sepuluh menit, ambulance datang dan bersiap membawa Dimas ke rumah sakit terdekat.

"Ikut denganku!" perintah Damar pada Salsa dengan nada tegas.

Damar tidak mungkin melepaskan Salsa begitu saja. Gadis itu harus tetap berada di sampingnya karena Damar melihat sendiri saat sepeda motor Dimas mendadak oleng dan ternyata penyebabnya adalah gadis itu.

"Ta-tapi sepeda motor ...." jawab Salsa terbata-bata.

"Ada yang mengurusnya. Jangan mencari alasan untuk lepas dari tangung jawab!" sahut Damar dengan nada dingin.

Mau tak mau Salsa ikut masuk ke dalam ambulance. Ia melihat bagaimana Dimas mengerang kesakitan sambil memegang kakiknya. Matanya memang terpejam, tapi ekpresi menahan sakit itu membuat Salsa yakin kalau ia akan dalam masalah besar sebab pria itu sangat tidak baik-baik saja.

"Dokter Damar, kami sudah mempersiapkan semua yang anda minta," ucap seorang suster sambil membawa Dimas untuk ditangani setelah mereka sampai di rumah sakit.

Salsa diminta untuk tidak pergi kemanapun. Ia mengangguk lemah pada pria yang baru ia tahu ternyata merupakan seorang dokter.

Salsa menunggu dengan tidak tenang. Ia sendirian karena pria yang merupakan sepupu Dimas dan Damar sedang mengurus kedaraan mereka di lokasi kejadian.

"Suster, dimana pasien kecelakaan bernama Dimas dirawat? Dia adik dari Dokter Damar," tanya seorang pria yang baru saja datang bersama istrinya.

Salsa berdiri dan melihat sepasang orang tua yang tengah merasa khawatir itu. Salsa yakin, mereka orang tua dari pria yang baru saja ia bawa ke rumah sakit ini.

Orang tua Dimas duduk di dekat Salsa yang sudah melepas jas hujannya. Salsa menunduk lemah saat mendengar sepasang suami istri itu mengkhawatirkan anaknya.

"Semoga Dimas baik-baik saja, Ma. Kita harus tetap berdoa dan pasrah pada Tuhan," ucap pria 60 tahunan yang bernama Dewangga itu. Meski berulang kali ditenangkan, istri dari pria itu terus saja menangis.

Satu jam lebih, Damar akhirnya keluar dari ruang IGD. Kedua orang tua Dimas berjalan mendekat sementara Salsa diam mematung sambil melihat ke arah mereka.

"Dimas sudah sadar, Ma. Tapi ...." ucapan Damar terpotong.

"Tapi apa, Dam?" tanya Maya, mamanya yang merasa ada sesuatu yang buruk telah terjadi pada putra ke duanya itu.

"Kaki Dimas gak bisa digerakan."

Sekali lagi, jantung Salsa rasanya berhenti berdetak. Sudah terbayang jelas sebesar apa tanggung jawab yang harus ia bayar pada Dimas dan keluarganya.

Sederet bayangan seberapa banyak denda yang akan ia keluarkan untuk biaya pengobatan Dimas membuatnya putus asa. Salsa sama sekali tidak memikirkan kalau ada supir truk yang juga harus bertanggung jawab atas keadaan Dimas karena ia merasa dialah pemicu utama kecelakaan itu.

"Apa? Di-dimas lumpuh?" Seorang wanita cantik tiba-tiba muncul. Pakaian minim dan modis menjadi penunjang penampilan wanita berlekuk tubuh nyaris sempurna itu.

Damar belum menjelaskan secara detail tapi gadis bernama Ralin itu sudah mengambil kesimpulan sendiri. Damar bahkan belum memberi tahu kondisi pastinya seperti apa, dan apakah bisa disembuhkan atau tidak?

"Ralin, sabar ya, Sayang!" Maya berjalan mendekati wanita bernama Ralin yang merupakan tunangan Dimas itu.

"Damar pasti bisa mengupayakan kesembuhan Dimas."

"Kamu harus terus di samping Dimas supaya dia semangat melewati masa sulit ini, Nak!" Maya merasa iba pada Ralin karena hal ini terjadi saat keduanya akan melangsungkan pernikahan.

Ralin mundur selangkah sebelum Maya semakin mendekatinya. "Pernikahan kami tinggal 2 minggu lagi, Tante!" sergah Ralin dengan suara keras.

"Dan aku gak mungkin menikahi pria cacat. Karirku bisa hancur, Tan!" sambung Ralin.

"Aku gak akan pernah melanjutkan pernikahan kami!" Ralin berbalik dan segera pergi dari hadapan mereka.

Ralin, gadis yang berprofesi sebagai desainer itu membatalkan pernikahan secara sepihak tanpa melihat keadaan Dimas lebih dulu. Ralin sangat memikirkan karir yang sudah ia rintis selama bertahun-tahun. Ia tak ingin karirnya hancur dengan menikahi pria cacat tak berguna seperti Dimas.

Maya memeluk Dewa dan menangis. "Bagaimana ini, Pa? Bagaimana kita menjelaskannya pada Dimas?" tanyanya yang merasa sial bertubi-tubi. Bagaimana bisa pernikahan dibatalkan sementara sebagian besar undangan sudah sampai ke tuannya.

Dewa memeluk istrinya. "Kita fikirkan lagi nanti, Ma. Yang terpenting saat ini adalah kondisi Dimas."

Sementara itu, Salsa hanya bisa diam mematung. Ia tak menyangka telah menghancurkan masa depan Dimas. Salsa bahkan tak punya nyali untuk menemui Dimas. Ia akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

"Tunggu!" Damar membuatnya berbalik. Pria itu berjalan mendekatinya. Mata pria bernama Damar itu menatapnya tajam.

"Bertanggung jawablah! Aku tahu, kamu yang menyebabkan dia mengalami kecelakaan."

Air mata Salsa perlahan mulai menetes. Ia tak tahu bentuk tanggung jawab seperti apa yang Damar minta. Apakah proses hukum atau biaya pengobatan Dimas? Atau mungkin ia harus memperbaiki hubungan Dimas dan tunangannya itu?

Terpopuler

Comments

Fi Fin

Fi Fin

sepertinya menarik ceritanya cus lanjut

2024-05-16

1

Murni Zain

Murni Zain

baru ketemu ni .. ceritanya, nyimak lha biar telat banyak 🙏🏼🤭🥰

2024-02-08

1

anyarai

anyarai

dimana2 yang berkuasa ya yang banyak duit

2024-01-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!