Salsa menutup pintu kamar. Ia bersandar pada pintu berwarna putih itu. Perlahan tubuhnya merosot dan ia duduk di lantai sambil memeluk lutut.
Air matanya mulai menetes. Ia tak pernah menyangka kalau Dimas akan bersikap sekasar itu padanya setelah mereka menikah. Ia memang dinikahi karena harus bertanggung jawab, tapi apakah tidak bisa Dimas bicara sedikit lebih lembut padanya? Ia bahkan tak tahu, penyebab pria itu tiba-tiba marah.
Salsa mengira, pernikahan ini hanya akan membuatnya diperlakukan seperti pengasuh bayi besar, tapi ternyata ia salah. Ia juga dijadikan pelampiasan kemarahan Dimas meski bukan ua penyebabnya.
Salsa menghapus air matanya saat melihat sepasang kaki putih bersih dengan memakai sandal jepit harga selangit.
"Kenapa kamu ada diluar, Salsa?" tanya Maya yang sempat mendengar keributan di kamar Dimas.
Salsa langsung berdiri dan ia menunduk setelah menatap wajah Maya sekilas. "Sa-saya, Mas Dimas menyuruh saya keluar, Bu."
Maya menghela nafas. "Panggil saya, Mama, Salsa!" perintah Maya karena Salsa terus saja memanggilnya Ibu.
"Kamu istrinya Dimas. Jadi, panggillah mama, sama seperti yang Dimas lakukan."
Sebenarnya sama saja, ibu atau mama, tapi Maya menganggap panggilan itu membuatnya Salsa terlihat sama seperti asisten rumah tangga di rumah ini. Maya hanya tidak mau jika orang lain apalagi teman-temannya tahu, Salsa memanggilnya seperti itu. Ia tak mau orang lain mengira kalau dia yang tidak ingin dipanggil mama.
"Minggirlah!" perintah Maya pada Salsa yang masih berdiri di depan pintu.
"Dimas ... Dim!" panggil Maya sambil mengetuk pintu kamar Dimas.
"Biarkan Salsa tidur di dalam. Kenapa kamu menyuruhnya keluar, Nak?"
Dimas mengenali suara itu. Ia harusnya berfikir dulu sebelum bertindak. Ia tidak seharusnya mengusir Salsa karena orang tuanya pasti akan ikut campur. Apa lagi mereka tinggal di rumah orang tuanya dan di lantai dasar pula, yang aktivitas kebanyakan orang ada di lantai dasar.
"Aku masih marah padanya, Ma. Aku malas melihat wajahnya," jawab Dimas sedikit berteriak agar suaranya bisa terdengar ke luar.
"Lalu, untuk apa kamu menikahinya jika kamu enggan melihat wajahnya?"
Dimas terdiam. Ia membenarkan ucapan mamanya. Kalau dia enggan melihat wajah Salsa, lalu bagaiamana ia bisa membuat gadis itu menderita? Bagaimana ia bisa membalas dendam pada gadis itu?
"Dim, kamu dengar ucapan mama?" tanya Maya lagi setelah Dimas tak menjawab pertanyaanya.
"Suruh dia masuk, Ma!" ucap Dimas dengan malas. Dimas segera membenahi letak selimut yang berantakan karena kekesalannya.
Maya tersenyum kecil. Ia merangkul bahu Salsa. "Dengar, kan? Dimas memintamu masuk. Bersabarlah, dia hanya belum bisa menerima kenyataan pahit ini."
Dia meminta anda untuk membawaku masuk. Bukan karena ia ingin aku masuk, tapi karena ada anda disini. Batin Salsa.
"Mama minta tolong, jangan buat dia marah. Ia memang belum bisa mengontrol emosinya," ucap Maya.
Harus sampai kapan? Bukankah ini sudah dua minggu sejak kecelakaan itu? Batin Salsa lagi.
Salsa dibawa masuk oleh Maya. Salsa berdiri agak jauh dari ranjang. Ia melirik Dimas sekilas.
Maya duduk di ranjang dan ia menatap putranya. "Bertanggung jawablah atas pilihan kamu, Dimas!"
Dimas menatap mamanya tanpa berkedip. Ia tak suka mendengar kata tanggung jawab yang ditujukan padanya.
"Kenapa?" tanya Maya yang seolah mengerti arti tatapan Dimas kepadanya.
"Bukankah ini pilihan kamu?"
"Dia sudah bertanggung jawab atas kemauan kamu. Ia menerima hukuman yang kamu beri padanya, Dim. Lalu, bertanggung jawablah, karena kamu adalah seorang suami, sekarang!"
Dimas masih terpaku. Begitu juga dengan Salsa yang melihat perubahan besar pada sikap Maya. Ibu mertuanya itu tampak berbeda dari yang ia lihat saat pertama kali ia bertemu Dimas dan saat wanita itu tahu dialah penyebab kecelakaan yang terjadi pada Dimas.
Saat itu, Maya begitu galak. Wanita itu seperti tak terima saat Dimas malah meminta Salsa menikah dengan putranya sebagai bentuk tanggung jawab.
Sebenarnya, bukan karena Maya menyukai Salsa. Bukan pula karena wanita itu sudah menerima Salsa sebagai menantunya, tapi hanya karena rasa iba.
Melihat begitu mirisnya hidup Salsa membuat Maya banyak memikirkan mengenai gadis itu selama menjelang pernikahan Salsa dan Dimas. Maya bisa menebak, betapa Salsa tidak bahagia hidup dengan ibu tirinya, namun tak berdaya untuk pergi.
Maya tak ingin penderitaan Salsa berlanjut setelah menikah dengan putranya. Sebagai wanita yang selalu diperlakukan dengan baik, baik dengan orang tuanya, suaminya bahkan mertuanya, Maya ingin mencoba membagi kebahagiaan kecil itu pada Salsa dengan menjadi mertua yang baik dan bijak.
"Jangan pernah mengusirnya dari kamar! Pernikahan bukan hal yang bisa kamu permainankan, Dim!"
Dimas mengangguk lemah. Ia tak mau adu argumen dengan mamanya. "Iya, Ma."
"Boleh Dimas istriahat, Ma?" tanya Dimas.
Maya mengangguk dan keluar dari dalam kamar pengantin yang tidak ada hangat-hangatnya itu.
"Senang, heh?" Dimas menyeringai melirik Salsa. "Senang karena ada yang membelamu?"
Salsa diam saja. Ia kembali berjalan menuju sofa karena jika ia bicara, pasti akan kembali memancing emosi Dimas.
"Aku bicara denganmu!"
"Istirahatlah, Mas!" ucap Salsa yang sudah berbaring di atas sofa yang letaknya membelakangi ranjang sehingga tubuh Salsa juga tak bisa Dimas lihat.
"Hei, dengar!" Dimas masih ingin bicara. Ia tak ingin Salsa merasa menang kali ini.
"Kamu boleh tidur di sofa! Tapi, jangan sentuh benda apapun di kamar ini!" Sebuah ultimatum yang harus Salsa patuhi.
"Tv, lemari, koleksi buku dan film-ku! Jangan sentuh apapun!"
Salsa mencebikkan bibir mendengar perintah sang suami yang maha berkuasa itu. Ia memang melihat banyak sekali koleksi buku dan film yang tersimpan rapi di rak samping tv.
Salsa memejamkan mata sambil tersenyum geli. Aku gak boleh menyentuh apapun, maka lain kali aku akan mandi tanpa air, tanpa sabun, dan aku akan menendang pintu kamar mandi karena dia melarangku menyentuh apapun di kamar ini. Dasar pria aneh, aku sudah beberapa jam di kamar ini dan dia baru membuat peraturan seperti itu. Batin Salsa.
Salsa baru terlelap beberapa jam, tapi samar-samar ia mendengar seseorang memanggil namanya.
"Salsa!"
"Salsaaaa!" Entah berapa kali Dimas memanggil gadis itu. Ia merasa haus dan ingin minum, tapi tidak ada air yang tersedia diatas nakas.
Salsa yang terkejut dengan teriakan Dimas, langsung terbangun dan duduk. Ia mengatur nafas dan melihat sekitar. Ia sudah sadar sepenuhnya kalau ia sedang berada di kamar Dimas.
"Ada apa, Mas? Kamu memanggilku?" tanya Salsa saat menatap Dimas. Ia menguap dan mengeliat dengan merentangkan kedua tangannya.
"Iya. Lalu, siapa lagi!" jawab Dimas ketus. "Ambilkan aku air. Aku haus!"
Tanpa banyak bicara Salsa berjalan menuju pintu. Ia baru saja akan membukanya, tapi Dimas sudah mengubah perintah.
"Sekalian coklat panas dan biskuit!" perintah Dimas sambil menahan tawa. Ia merasa senang bisa membuat gadis itu terkejut saat bangun tadi.
"Ini baru awal penderitaan yang akan ku buat, dan ku tunggu sampai kamu memohon agar aku menyudahinya," gumam Dimas setelah Salsa keluar dari kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
mommy neng
neraka yg mau diciptain dimas ke salsa,, ga akan menakutkaannn.. katna hidupnya udah pernah ngalamin ky gitu
2024-01-19
0
Mamath Kay
salsa sabar ada mamah mertua yang menyayangimu
2024-01-18
0
Yunerty Blessa
mula² penderitaan lama² jatuh cinta juga😏
2024-01-10
0