"Sah." Kedua saksi pernikahan Salsa dan Dimas mengucapkan kata sah secara bersamaan. Pernikahan sederhana itu telah membuat Salsa dan Dimas resmi menikah.
Dengan perasaan gugup, Salsa mencium punggung tangan Dimas. Ini adalah pertama kalinya ia menyentuh tubuh Dimas setelah malam kecelakaan itu, saat ia membalut luka di punggung tangan Dimas.
Jantung Salsa rasanya hampir copot karena Dimas mencium keningnya di hadapan semua orang. Salsa menarik nafas dalam-dalam dan menikmati momen bersejarah dalam hidupnya. Pernikahan ini memang karena terpaksa, tapi ia harus tetap mensyukurinya. Ia menganggap ini memanglah takdir yang harus ia jalani.
Salsa mendorong Dimas yang duduk di kursi roda. Mereka menyapa beberapa tamu penting termasuk klien-klien penting di perusahaan.
"Kenapa pengantin wanitanya berbeda dengan yang ada di undangan, Pak Dimas?" tanya seorang pria yang sepertinya memang sengaja memancing emosinya.
Dimas tersenyum kecil. "Tidak ada bedanya bagi saya, Pak Haris."
"Yang terpenting, wanita itu bersedia bersama saya sampai di garis finish," lanjut Dimas.
"Anda sangat beruntung, Bu Salsa. Pak Dimas adalah pria yang tegas dan bertanggung jawab."
Salsa mengangguk dan tersenyum kecil. Ia tahu, Dimas sedang bersandiwara. Dimas yang menikah bukan dengan wanita yang pria itu cintai, tidak mungkin merasa baik-baik saja.
Dimas tak sanggup lagi memberikan senyum palsu pada tamu yang hadir. Ia sudah muak terlihat baik-baik saja, apa lagi Salsa selalu berada di dekatnya dan mendorong kursi rodanya.
Apalagi, Ralin, mantan tunangannya itu tidak hadir sekedar untuk memberi selamat. Bukankah ia juga harus menujukkan kepada gadis itu bahwa ia baik-baik saja?
Keluarga Salsa juga tidak ada yang hadir. Salsa tak peduli karena memang lebih baik ibu tiri dan saudara tirinya itu tidak datang.
"Ma, Pa, Dimas butuh istirahat," bisik Dimas pada kedua orang tuanya.
"Pergilah, Sayang! Mama dan papa akan mengurus semua ini," ucap Maya.
"Salsa, bawa Dimas ke kamarnya!" perintah Maya yang sebenarnya tak rela melihat Dimas menikah dengan gadis yang tidak dicintai putranya itu.
Akad nikah memang berlangsung di rumah orang tua Dimas. Tidak ada resepsi mewah seperti yang sudah di rencanakan karena kondisi Dimas yang tak memungkinkan.
Setelah masuk ke dalam kamar, Dimas meminta Salsa untuk melepaskan kursi rodanya. Ia bisa menggerakan kursi roda itu tanpa bantuan Salsa.
Ia menatap Salsa yang tampak cantik dengan balutan kebaya dan sentuhan make up natural. "Menjauh dariku, dasar pembawa sial!"
Salsa menatap Dimas. "Ta-tapi bagaimana mungkin aku menjauhi kamu, Mas? Kita kan sudah menikah," ucap Salsa.
"Cih! Menikah katamu? Ingat! Aku menikahimu bukan karena aku mencintaimu!" Dimas mengacungkan jari telunjuknya.
"Bukan juga karena aku ingin hidup bersamamu!"
"Ralin dan kamu, jauh berbeda!"
Salsa menunduk lemah. Ia harusnya sadar kalau Dimas menikahinya bukan karena cinta. Dia menikah dengan Dimas karena ia harus mengurus pria lumpuh itu.
Anggap saja dia harus menjadi kaki bagi Dimas. Ia harus menjadi bayangan Dimas. Salah, bukan hanya sekedar itu, ia mungkin akan menjadi budak bagi suaminya sendiri.
"Pergilah!" usir Dimas.
Dengan langkah lemah, Salsa berjalan menuju pintu. Saat memegang handle pintu, Dimas bertanya, "Mau kemana?"
Salsa berbalik. "Kamu yang memintaku untuk pergi, Mas."
Dimas geram melihat gadis cupu itu. "Bukan keluar kamar! Kamu mau mempermalukanku, hah? Di luar masih banyak tamu, Salsa!"
"Jadi aku harus kemana, Mas?" tanya Salsa polos.
"Oh Tuhan! Dia membuat kesabaranku habis," gumam Dimas. Kesabarannya yang hanya setipis kulit bawang, benar-benar diuji saat ini.
"Terserah padamu!" bentak Dimas. "Kamar ini luas, terserah kamu mau kemana yang penting jangan muncul dihadapanku jika aku belum memanggilmu!"
Salsa mengangguk mengerti. Ia memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Kebaya yang begitu pas di tubuhnya membuatnya tidak bisa bergerak bebas.
Dimas membuka beskap yang ia pakai dan meletakkannya asal di atas tempat tidur. Dimas juga membuka kain yang melilit tubuh bagian bawahnya dengan dibantu oleh dua orang perawat pria yang selama ini merawatnya.
"Aku bisa sendiri," ucap Dimas saat salah satunya hendak membantunya memakai celana. Dimas bisa jika hanya sekedar memakai celana pendek.
"Kalian siapa?" pekik Salsa yang terkejut saat melihat dua orang pria asing sedang berdiri di dekat Dimas yang sedang duduk di pinggir ranjang dan merapihkan pinggang celananya.
"Maaf, Bu. Kami yang merawat pak Dimas."
Salsa melihat kedua orang pria bertubuh tegap. Ia juga melihat Dimas dengan mengerutkan keningnya.
Apa jangan -jangan mereka saling menyukai? Kalau enggak, kenapa Dimas memilih pria untuk merawatnya? Bukankah ia bisa meminta perawat wanita saja? Yang lebih cantik, dan mungkin se-xy.
Salsa bergidik geli. Ia tak ingin mencari masalah dengan banyak bertanya karena berada di rumah ini sudah menjadi masalah besar baginya. Salsa berjalan melewati tubuh ketiga pria itu.
"Mulai hari ini, kalian tidak perlu bekerja lagi disini. Ada dia yang akan mengurusku," ucap Dimas tegas.
Langkah kaki Salsa berhenti detik itu juga. Ia berbalik dan menatap Dimas. Seharusnya ia tidak perlu terkejut, bukankah memang itu tujuan Dimas menikahinya?
"Beri tahu dia, apa yang harus dilakukan!" perintah Dimas.
"Dengarkan penjelasan mereka. Jika setelahnya kamu melakukan satu kesalahan, maka aku akan mematahkan satu tulangmu. Begitu seterusnya," ancam Dimas pada Salsa.
Salsa mendengarkan setiap penjelasan mereka. Mengenai cara membantu Dimas untuk mandi, menyiapkan pakaian hingga kapan harus menyiapkan makan dan jadwal minum obatnya.
Salsa belum siap sebenarnya untuk melihat tubuh Dimas saat di kamar mandi. Bagaimana jika ia menjerit saat melihat Dimas telan-jang? Apa ia harus memakai kacamata hitam atau mungkin menutup matanya sekalian?
Malam hari, Salsa baru saja selesai menyuapi Dimas. Pria itu juga sudah minum obat dan bersiap untuk tidur.
"Jangan tidur di ranjangku!" ucap Dimas saat Salsa baru saja kembali dari dapur untuk mengembalikan piring kotor.
Lalu, aku tidur di mana? Batin Salsa.
"Kamu bisa tidur di sofa, di lantai, atau di bathtube sekalian!"
Salsa mendengus kesal. Malam pertama macam apa ini? Pengantin pria tidur di ranjang, sementara pengantin wanita tidur di sofa?
Salsa membaringkan tubuhnya di sofa. Sementara Dimas sudah menarik selimutnya. Dimas melihat ponselnya yang bergetar. Sebuah pesan dari nomor baru.
"Selamat atas pernikahan kalian. Maaf, aku gak bisa datang," guman Dimas saat membaca pesan itu.
"Akan ku kirim hadiah untuk kalian."
"Salam dariku, Ralin!"
"Brak!"
Salsa terkejut dan langsung berdiri. Ia melihat Dimas yang sedang tidak baik-baik saja. Salsa berjalan mendekat dan ia terkejut melihat ponsel Dimas tergeletak di lantai karena Dimas melemparnya.
"Kamu kenapa, Mas?" tanya Salsa pada pria yang saat ini sedang menahan amarah.
Tangan Dimas mengepal, rahangnya mengeras dan nafasnya mulai memburu.
"Mas ...." Salsa berjalan semakin dekat.
"Pergi!" teriak Dimas. Suaranya bahkan menggema di seluruh sudut kamar itu.
"Pergi dari sini!" usir Dimas sambil menunjuk pintu.
"Pergi!"
Dimas melampiaskan kemarahannya terhadap Ralin kepada Salsa. Pesan yang Ralin kirim seperti sebuah hinaan baginya. Ia mengira gadis itu sedang tertawa bahagia karena berhasil lepas darinya dan tidak perlu lagi berhubungan dengan pria cacat sepertinya.
"Salah aku ap-"
"Salahmu adalah kamu sudah membuat hidupku hancur!" potong Dimas.
"Pergi dan jangan tunjukkan wajahmu lagi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
teti kurniawati
sudah ditambahkan ke favorit ya
2024-02-08
1
Mamath Kay
orang kesurupan... pergi salsa
2024-01-18
0
Yunerty Blessa
pergi saja Salsa kan disuruh 🤭
2024-01-10
0