STOP IT!

STOP IT!

One

Tangannya meraba-raba atas nakas untuk mengambil ikat rambut. Rambutnya diikal sederhana, namun masih terasa nyaman. Tubuhnya terasa lengket, seperti sebotol susu tumpah dan membasahi tubuhnya. Mungkin ini efek karena kemarin sore dia tidak mandi dan langsung tertidur dalam kondisi tubuh yang masih penuh keringat. Apalagi, dia lupa untuk sekedar menyalakan pendingin ruangan.

Kemarin merupakan hari yang melelahkan, membuat sekujur tubuhnya nyeri dan tidak bisa berkutik apa-apa lagi setelahnya. Yang ingin dia dapatkan hanyalah menikmati kenyamanan surgawi—tidur di kasur kesayangannya—sampai pagi.

Dengan cepat dia langsung menyibakkan selimut tebal yang sempurna menutupi tubuhnya. Keringat yang terus bercucuran di mana-mana membuatnya sedikit risih. Tubuhnya menggeliat tidak nyaman mencari sesuatu yang pas. Dia bergairah untuk melepas seluruh baju yang melekat di tubuhnya, lalu berendam di kolam renang sambil menikmati udara pagi. Ah, sungguh menggiurkan.

Terdengar bunyi 'tuk' berkali-kali dari bawah tempat tidur. Sangat mengusik,  membuatnya menghentikan gerakan akan melepas kancing piamanya. Otak kecilnya mencoba menebak dan terus menebak asal dari suara itu. Terdengar tidak asing, namun dia tidak bisa menjawab pertanyaannya sendiri. Dia menghela nafas pelan.

Ah, mungkin tikus, pikirnya.

Beberapa detik telah berlalu, hingga suara itu tidak lagi terdengar. Gadis bernama Qila itu mulai melepas satu per satu setelan piamanya hingga menyisakan pasangan dalaman berwarna hitam, yang terasa pas dengan warna kulit tubuhnya yang putih bersih. Dengan begitu angin akan cepat masuk dan menggerayangi setiap inci tubuhnya. Membuat sensasi menggelitik dan nikmat bercampur menjadi satu. Melepas gairah yang sudah memuncak menjadi satu.

Pukul 05.15 waktu Indonesia bagian barat. Masih terbilang pagi untuk gadis itu keluar dari kamar. Dipastikan di luar ruangan ini hanya terdapat beberapa orang sibuk sedang memasak. Dia bukannya tidak mau membantu, tetapi ibunya yang malah menyuruhnya untuk diam saja layaknya tuan ratu. Pernah sesekali ibunya melibatkan Qila dalam hal dapur. Tetapi, paling-paling hanya membuat makanan ringan seperti kue, agar-agar, ataupun makanan instan lainnya. Dan, tidak lupa juga dia yang selalu kebagian membersihkan peralatan kotor setelah mengerjakan semua itu.

Lima belas menit. Waktu yang cukup untuk bisa menikmati dinginnya suhu ruangan dan menunggu keringatnya mulai merembes. Dia tidak mau kalau perkataan yang orang-orang selama ini nyatakan bahwa mandi dalam keadaan keringat bisa menyebabkan panu itu terjadi padanya. Terdengar berlebihan, tetapi itulah kenyataannya.

Serasa cukup dengan aktivitasnya, Qila beranjak dari kasur, lalu mematikan lampu kamar. Lampu memang tidak pernah dimatikan ketika tidur. Kebanyakan orang bilang bahwa tidur dalam keadaan lampu menyala bisa menyebabkan penyakit jantung. Tetapi, dia tidak bisa tidur dalam keadaan gelap. Walaupun ada cahaya secuilpun, dia tetap tidak bisa. Bicara tentang lampu, dia jadi teringat waktu dulu masih kecil. Tepatnya saat dia duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Tidurnya selalu nyenyak dengan lampu menyala.

Waktu itu ketika dia tertidur, ditengah-tengah malam dia terbangun dengan sendirinya, seperti mendapat bisikkan dari malaikat maut yang berkata, "Qila, bangun. Aku akan mencabut nyawamu sekarang!". Ternyata listrik di rumahnya mati. Dalam penerangan yang minim, Qila meraba-raba sisi kasur mencari ibunya yang selalu tertidur di sampingnya. Tangisnya mulai terdengar, hingga sebuah tangan mendekapnya penuh kasih sayang dan mengatakan perkataan ampuh sebagai penenang, yaitu: "Hust, bidadarimu ada di sini. Peri kecil jangan menangis.". Ah, lupakan. Itu sungguh hal yang tidak perlu diingat dan membuatnya malu.

Qila sudah keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk yang menutupi tubuhnya. Lagi-lagi terdengar bunyi ketukkan dari kolong tempat tidur. Dia mendengus kesal. Nanti dia akan meminta ayahnya untuk mengecek. Barangkali banyak tikus di bawah sana.

Qila dengan lincah memilah-milah seragam yang hendak dipakai. Dia memang tipikal wanita yang bisa dibilang kadang ribet kadang simpel. Berganti baju di dalam kamar sudah menjadi kebiasaan tersendiri. Menurutnya, berganti baju di kamar mandi terlalu ribet. Walaupun lantai kamar mandinya selalu kering, tetapi dia merasa kesulitan karena harus memboyong beberapa pakaian ke dalam sana. Ditambah lagi, kalau berganti di kamar mandi dia tidak bisa menggunakan minyak kayu putih ataupun bedak bayi. Oke, jangan lupakan seorang Qila yang masih memakai salah satu perlengkapan bayi itu.

Cepat-cepat dia mulai memakai semua pakaiannya dan mengambil tas sekolah yang sudah siap di atas meja belajar.  Sebelum keluar, matanya melirik sekilas ke arah kolong tempat tidurnya. Hatinya ingin memastikan asal suara itu, tetapi nalurinya berkata lain. Menurutnya itu tidak terlalu penting dan membuang-mbuang waktu. Qila melesat keluar kamar. Sesekali dia bernyanyi dan berpikir pasti semua anggota keluarganya sudah menunggu di meja makan.

Tebakannya benar sekali, tidak melenceng dari persepsi, karena ayah Qila memang mewajibkan anak-anaknya untuk selalu makan bersama. Entah itu sarapan maupun makan malam. Tidak tersisa satu orang pun. Walaupun ada yang sedang libur sekolah atau tidak bekerja, itu tidak menjadi alasan untuk menghentikan kehendaknya. Motif dari balik seorang Ayah melakukan itu semua yang seperti terdengar memaksa adalah karena takut salah satu dari anggota keluarganya ada yang sakit. Kebebasan juga akan datang setelah makan sudah selesai.

"Pagi," sapa Qila dengan senyum merekah.

Qila berbinar ketika melihat makanan kesukaannya menjadi hidangan sarapan pagi ini.

"Wah, nasi goreng."

Qila duduk di kursi yang biasa ditempatinya, lalu mulai menyuap sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Saking sukanya dengan nasi goreng, dia sedikit mempercepat kunyahannya, kemudian mendapat teguran hingga dia mendengus kesal.

"Qila sayang, kalau makan itu ... berdoa dulu," ucap Indri, kakaknya seraya tersenyum. Qila meletakkan kembali sendoknya, lalu menengadahkan kedua telapak tangannya untuk berdoa dengan khusyuk.

Sarapan sudah selesai dan Qila merasa dari semua saudaranya ada yang tidak ikut makan di sini. Matanya mengecek setiap orang satu per satu dan baru menyadari Dion tidak ada di sini.

Qila menatap Indri selaku ibunya Dion, lalu bertanya, "Kak, Dion sakit?"

Indri terkejut. Dia menunda kegiatannya yang sedang menata beberapa piring kotor. Dia balik bertanya, "Hah? Kok, Kakak enggak tahu?"

Qila mendengus kesal, lalu berdecak. "Aku itu lagi nanya, Kak. Bukan memberitahu."

Indri hanya bergumam. Dia melihat ke arah belakang Qila dan berkata, "Lah, itu anaknya." Qila memutar tubuhnya dan melihat Dion sedang menuruni anak tangga dengan malas-malasan, seperti tidak mempunyai motivasi hidup.

Pagi ini pakaiannya terlihat dekil dan rambutnya acak-acakan. Walaupun begitu, dia tetap menjadi keponakannya yang paling ganteng, karena keponakannya perempuan semua kecuali lelaki itu. Ada satu lelaki, tetapi dia masih bayi. Dion dan Qila terpaut usia enam tahun. Tepatnya dia yang lebih tua dari Qila dan masih bujangan. Bujangan yang selalu dikejar-kejar tante-tante yang tinggal tidak jauh dari kompleks perumahannya.

Indri berpamitan bahwa dia akan pergi ke gang depan. Hari ini ada diskon sembako besar-besaran. Keluarga ini memang bisa dibilang kecukupan. Tetapi, jika ada diskon kenapa harus ambil yang mahal-mahal? Bukannya hidup sederhana itu lebih indah, kan?

Qila mempunyai tiga saudara kandung. Indri adalah anak kedua. Dia mendahului Yuli selaku anak pertama ketika menikah. Walaupun Indri lebih dulu menikah, tetapi dia belum dikaruniai seorang anak. Berbeda dengan Yuli. Dia sudah memiliki tiga orang anak. Dua dari ketiganya adalah perempuan. Indri mencoba mengadopsi anak untuk memancing dirinya bisa hamil dan dia mendapatkan Dion dari sebuah panti asuhan. Rencananya berhasil setelah menunggu waktu cukup lama dan sekarang mempunyai dua anak dari benihnya sendiri.

Dion tidak ambil pusing atau tidak terlalu memikirkan mengenai dirinya bukan anak kandung dari Indri. Diusia yang kedua tahun, dia sudah bisa tinggal bersama dengan Indri. Mulai menumbuh menjadi anak-anak, lalu remaja, kemudian menjadi dewasa. Menelusuri jejak kasih sayang Indri dengan sempurna dan tidak akan pernah melupakan rasa kasih sayang yang ditorehkan kepadanya.

Dion terlihat sibuk sendiri. Hanya tersisa dia dan Qila yang berada di ruangan ini. Qila beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati lelaki itu. Dion kesulitan membersihkan bajunya yang kotor dan terkena hangus.

Qila dengan senang hati membantu membersihkan belakang bajunya setelah menaiki anak tangga yang lebih tinggi dari lelaki itu. Qila bisa melihat kelucuran keringat di lehernya. Telinganya memerah dan nafasnya terengah-engah.

"Kamu habis ngapain, Yon?"

Dion terdiam. Dia seperti sedang mencari kata-kata yang pas untuk menjawab.

"Lo bau banget, sih. Kalau begini, aku minta ayah aja deh buat nganterin sekolah," ucap Qila mencoba memancing Dion untuk bersuara, karena lelaki itu tidak kunjung memberi jawaban. Gerak-geriknya terlihat aneh kali ini.

Dion memutar tubuhnya ke arah Qila, lalu melirik jam tangannya. Dia berkata, "Sepuluh menit. Kamu masih ada waktu tiga puluh menit sebelum masuk. Jangan kemana-mana! Kamu berangkat sama aku."

Qila menggeleng-geleng kepala melihat Dion berlari terbirit-birit. Padahal, dia tidak memaksanya untuk mengantarnya. Dia bisa saja menaiki angkot atau menggunakan sesuatu yang lebih modern lagi seperti ojek online.

Qila terkikik sendiri.

Ngirit duit, pikirnya.

Tepat di menit kesepuluh Dion sudah keluar dengan membawa kunci mobilnya, lalu menarik tangan Qila keluar rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!