Muhasabah Cinta
“Nggak cocok lagi? Astaghfirullah, Ka. Ayolah ….” Sakti meraup wajah frustrasi. Pria yang kini berusia 27 tahun itu hampir kehabisan ide untuk merayu sahabatnya yang telah lama menutup hati pada wanita.
“Lo melek, deh, Ka, sekali-kali. Biar lo itu bisa lihat cewek-cewek yang ngajuin CV sama lo itu ada puluhan, bahkan ratusan andai gue terima semua.”
Orang yang diajak bicara Sakti terus membisu. Dua mata hitamnya tetap fokus menatap layar monitor. Angkasa tak berminat sama sekali menanggapi kegilaaan sahabatnya yang selalu menghiasi hari-hari selama sembilan tahun terakhir sejak berpisah dari Myria.
“Ka, lo denger gue ngomong, nggak?” Tidak peduli laptop atau file yang sedang dikerjaan sahabatnya rusak, Sakti dengan sembarangan menutup. Awalnya dia sedikit panik andai saja Angkasa mengamuk, tetapi bibirnya melengkung saat menyadari sahabatnya itu sudah memperhatikan.
Angkasa bangkit dari kursi. Dia memutar badan dan melihat pemandangan luar. Langit telah gelap sejak beberapa jam lalu, tetapi dirinya masih betah di kantor dengan alasan lembur.
“Kenapa nggak lo aja yang taaruf sana?” Pria berjas hitam itu melirik sinis. Dia memutar badan dan berjalan mengarah ke kulkas mengambil sekaleng soda.
“Ya, elah, Ka. Lo juga tahu kalau gue nggak mungkin ninggalin lo. Gue khawatir lo depresi lagi.” Sakti berkilah. Namun, ada benarnya juga pria itu bicara demikian. Sembilan tahun lalu, di mana saat Angkasa harus mengalami badai kehidupan di keluarganya, pemuda itu hilang kewarasan. Obat dan terapi dari psikiater terus berjalan selama setahun penuh dan Sakti yang setia menemani dan menyemangati.
“Gue nggak selemah itu.” Kaleng soda teremas oleh Angkasa. Pria itu ganti mengempaskan seluruh tubuh ke sofa. “Lagian gue juga belum tua-tua amat. Ngapain lo ribet!”
“Nggak-nggak. Nggak bisa dibiarin kalau lo terus cuek sama cewek gini, bisa-bisa orang ngira kita beneran belok.”
“Makanya lo jangan nempel mulu sama gue! Terima aja tawaran nyokap lo buat dijodohin.”
“Nggak. Gue belum akan nikah kalau lo juga belum. Gue mah gampang kalau nyari istri, nggak kayak lo. Spek-nya bikin gue mumet.”
Ocehan Sakti lagi-lagi hanya ditanggapi dengan lirikan sinis oleh Angkasa. Pria yang kini memimpin perusahaan hasil kerja kerasnya bersama sang sahabat itu lekas berdiri. Angkasa menyahut kunci motor di laci meja kerja, lalu meninggalkan ruang tanpa pamit.
“Mau ke mana lo?” Masih pura-pura tidak tahu, Sakti mengadang sahabatnya yang jelas-jelas menuju pintu.
“Lo mau nginep di sini? Serah!” Dengan satu tangan, Angkasa mendorong bahu Sakti. Pria itu melenggang keluar meninggalkan tempat.
Lorong-lorong mulai sepi dengan kondisi remang karena banyak lampu yang telah padam. Angkasa menarik ponsel dari saku jasnya ketika merasakan getaran dari benda tersebut.
“Ya, Ma, Assalamualaikum.”
Sang ibunda yang menelepon. Angkasa menatap tajam Sakti yang berisik dari belakang.
“Nak, kamu tidak pulang? Hampir jam sebelas malam sekarang.” Dari seberang, suara Nyonya Nasita terdengar pelan. Ada getar kekhawatiran saat wanita itu bicara.
“Iya, Ma. Ini di jalan.” Angkasa menjawab sembari menekan tombol lift. Kemudian, dia masuk bersama Sakti yang sekarang jadi pendengar. “Mama nggak tidur? Tidur aja, Ma. Aku bentar lagi sampek rumah.”
“Mama masih menemani Papa sekalian nunggu kamu. Tapi dari tadi ditunggu kenapa tidak pulang-pulang?”
“Iya, Ma. Ini pulang. Ya, udah, Ma, aku pulang dulu. Mama sama Papa nggak perlu nunggu aku, kunci udah bawa, kok.”
“Hati-hati, Sayang.”
Obrolan tertutup setelah salam. Angkasa lekas menuju basement dan mengarah ke motornya. Ya, tahun berlalu, tetapi tidak mengubah kesukaan pria itu perkara motor. Dia masih suka ke mana pun dengan kendaraan roda dua tersebut, bahkan setiap satu bulan sekali selalu mengadakan touring bersama teman-teman satu gengnya.
“Tante Ayu, kan? Udah dibilangin nggak usah lembur, masih ngeyel.” Tidak cukup di ruangan, Sakti masih terus mengoceh. Pria itu ikut memakai helm seperti Angkasa, lalu menyalakan mesin.
Motor keluar dari area gedung perusahaan. Dua pria itu sama-sama menikmati udara malam di jalanan yang sunyi. Lulus dari universitas di Inggris seperti impian Angkasa beberapa tahun lalu, Sakti mengajak kerja sama.
Berbekal bantuan dari orang tua, Sakti memilih mengambil jalan sendiri dan lepas dari perusahaan keluarga. Meski sering terjadi benturan dengan Angkasa, pria itu tidak pernah pergi dari sisi sahabatnya, bahkan rela menjomlo beberapa tahun belakangan dan entah sampai kapan. Prinsip Sakti memang agak gila karena dia baru akan menikah setelah melihat Angkasa menikah lagi.
Klakson berbunyi membuat Angkasa menoleh pada Sakti. Sahabatnya itu pamit karena arah tujuan telah berbeda. Tangan melambai, Angkasa lanjutkan perjalanan hingga tiba di rumah.
Lampu menyala saat pintu ruang tamu terbuka. Angkasa sempat terlonjak dan mengusap dada. “Astagfirullah, Ma.”
Nyonya Nasita menghampiri. Beliau memutar badan sembari menarik jas dari tubuh sang anak. “Sudah Mama bilang berapa kali kalau sudahi semua ini, Kasa. Mama tahu kalau lembur ini hanya akal-akalan kamu, kan? Sayangi tubuhmu. Jangan diforsir gini meski kamu masih muda.”
Tubuh setinggi 182 itu berputar, Angkasa meminta jas dari tangan ibunya. Kemudian, dia menangkup dua lengan Nyonya Nasita. “Ma, pasti Sakti, ya, yang ngadu? Aku gini buat masa depan kita. Sebentar lagi Papa pensiun, aku nggak pengin orang-orang merendahkan keluarga kita lagi.”
“Mama tidak butuh harta banyak, Nak, karena kamu dan Papa harta Mama yang paling berharga. Semua yang pernah hilang, Mama tidak pedulikan itu lagi.”
Satu kecupan mendarat di kening Nyonya Nasita. Angkasa menatap ibunya lekat-lekat. Senyum tipis membingkai wajah yang kini terlilhat makin dewasa itu. “Aku masih pengin wujudin mimpi Mama buat punya perusahaan fashion yang besar di negeri ini. Mama nggak perlu khawatir, cukup doain aja semua lancar, aku sehat, Papa juga sehat. Jadi tetep bisa kerja yang rajin.”
“Aku ke kamar, ya, Ma.” Angkasa pamit, lalu meninggalkan sang ibunda di ruang tamu.
Nyonya Nasita hanya mampu membuang napas besar melihat sikap putranya. Angkasa memang satu-satunya anak yang tersisa, tetapi beliau tidak pernah menekan untuk dibahagiakan. Kehilangan kemewahan setelah mengembalikan semua aset keluarga Sastra pada Tuan Tirta bukanlah akhir dari hidup. Nyonya Nasita masih banyak bersyukur dan bisa hidup tenang tanpa gangguan.
Satu-satunya masalah yang ada di keluarga hanyalah sikap sang anak. Angkasa berubah, tentu saja perceraian di masa lalu meninggalkan luka dan trauma hebat sehingga sulit disembuhkan.
“Ma.”
Tuan Aji mengagetkan istrinya. Pria itu mendekat dan merengkuh bahu Nyonya Nasita. “Mikir Kasa lagi?”
Lagi-lagi napas berat terembus dari bibir Nyonya Nasita. Dua mata indah wanita itu mulai berkaca-kaca. “Mama tidak tega melihatnya, Pa. Mama tahu, Kasa selama ini cuma menebar senyum palsu. Dia seperti itu punya maksud agar kita tidak khawatir lagi, kan?”
Ditariknya tubuh sang istri ke pelukan, Tuan Aji mengusap kepala Nyonya Nasita. “Semua ini gara-gara Papa, Ma. Maafkan Papa, ya. Andai saja dulu Papa menolak punya ayah baru, pasti tidak akan begini.”
Nasi telah menjadi bubur. Semua hal telah terjadi dan tidak bisa diperbaiki. Nyonya Nasita berujar, “Pa, almarhum ibu dan ayah mertua sudah tenang di sisi-Nya, jangan dibahas lagi. Jalan satu-satunya yang ada hanyalah mengurus Angkasa agar anak kita tidak nekad.”
“Ya. Papa akan terus menaruh pengawasan pada Kasa meski dia sudah bisa mandiri.”
Dua orang tua itu saling melempar senyum. Tuan Aji lantas mengajak sang istri untuk beristirahat. Di perjalanan menuju kamar, mereka masih mengobrol ringan.
“Ngomong-ngomong, apa Mama sudah bicara pada Kasa soal perayaan Kalastra Group yang Papa bahas kemarin? Mama mau hadir tidak? Tahun ini pasti berbeda daripada tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini Daniel bilang, Kak Mandala akan hadir.”
Nyonya Nasita berhenti di anak tangga. Beliau menatap sang suami dengan saksama. “Dia hadir?”
Tuan Aji mengangguk.
“Apa akan ada Myria, Pa?”
“Papa tidak tahu. Tapi, kalau boleh memberi saran, jangan terlalu berharap memiliki Myria lagi, Ma. Kak Mandala belum bisa menerima Papa sepenuhnya.”
.
......................
Halo, Kak. assalamualaikum.
apa kabar? semoga sehat, ya. Selamat datang di lembaran kehidupan Angkasa dan Myria yang baru. Cerita ini berseri dan ini seri 2, biar lebih nyambung baca dulu seri 1 nya ya.
Aku makasih banget kalau masih ngikutin. jangan lupa di-subcribe, pencet jempol dan bantu share ke temen-temen pembaca lain, ya biar rame. ehhehehe.
Salam sayang dari aku.
series sebelumnya ini👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
ira rodi
kok tante ayu sih bukannya mamanya angkasa namanya nasita yah....
2024-03-28
0
ῆმlυlმ𓍢ִ໋🌷͙֒
👍👍👍
2023-12-16
0
Levha
👍👍👍👍
2023-12-11
0