Bab 2

Ketukan pintu membuat seorang perempuan berdiri dari kursi. Dia tinggalkan sejenak sketchbook yang baru tergambar separuh karena tidak ada yang akan membuka pintu kecuali dirinya.

“Assalamualaikum, Friska.”

Suara lembut seseorang menelusup ke pendengaran Friska. Wanita itu mendongak dan memperhatikan siapa yang kini ada di depannya. Bibir Friska melengkung perlahan setelah menjawab salam, lalu diikuti kehebohan. “Myria!” Perempuan itu langsung memeluk erat. “ Ya, Allah, My. Kenapa nggak bilang kalau balik?”

Myria terkekeh di pelukan. Tubuhnya dan Friska bergoyang kanan dan kiri saking bahagianya bertemu. “Sengaja. Sure prize buat kamu.”

Bibir Friska mengulum senyum. “Untung aku nggak pindah rumah, lho. Jadi kamu bisa langsung ke sini.”

“Mau pindah emangnya?”

“Enggak juga, sih.”

Dua wanita yang sama-sama telah dewasa itu tertawa lagi. Memang darah persahabatan mereka telah bercampur seperti keluarga. Sikap, sifat, bahkan pemikiran sering kali bisa sejalan saking eratnya hubungan yang terjalin sejak sekolah.

“Masuk, deh. Di luar panas.”

Myria setuju. Dia segera masuk dan duduk di sofa empuk berwarna abu-abu. Hampir sepuluh tahun tidak mengunjungi tempat Friska, ternyata banyak barang berubah. Rumah yang dahulu terlihat sangat sederhana, kini lebih luas dan lega. Myria baru sadar jika bangunan itu mengalami perombakan.

“Beda banget sama dulu.”

Paham ucapan sahabatnya, Friska tertawa lirih. “Alhamdulillah, ini berkat bantuan dari ayahmu juga, kan? Sejak waktu itu, Ibu jadi bisa ngembangin usaha jahitnya yang dulu cuma sendiri, sekarang banyak temen karena usahanya berkembang jadi konveksi. Ditambah lagi, aku makasih banget juga, My, karena kamu ngajakin aku kuliah sampai beres.”

“Apa, sih, Fris. Aku yang makasih sama kamu udah mau nemenin. Kalau nggak punya temen kayak kamu, nggak tahu lagi, deh, hidup aku bakal gimana.” Tatapan Myria menerawang jauh. Jelas dia tidak lupa semua hal besar yang telah berhasil dilewati selama ini.

Hidup Myria berubah drastis. Bukan hanya perkara dari miskin jadi kaya, tetapi tentang keluarga baru. Tuan Tirta membawanya pergi dan tinggal di keluarga asing. Perbedaan pandangan dan cara hidup, terutama keyakinan adalah perubahan besar di hidup Myria selain berpisah dari Angkasa.

“Eh, udah. Jangan mikir macem-macem. Aku buatin minum, ya.” Mengalihkan perhatian sahabatnya itu dirasa lebih baik menurut Friska. Wanita berjilbab navy itu beranjak dan pamit ke belakang.

Myria menarik gambaran Friska. Tangan mulusnya ganti mengambil pensil dan meneruskan coretan. Lulus dari salah satu universitas di Turki dengan jurusan fashion and textile design, gadis itu kembali ke negara di mana Tuan Tirta tinggal. Kemudian, soal pekerjaan tentu tidak pusing, Myria mengikuti sang ayah dan bekerja di satu gedung.

Friska datang dengan dua gelas jus melon. Bukan dia tidak tahu jika sahabatnya lebih suka stroberi, tetapi memang stok buah di rumah mulai habis.

“Minum, My.”

Skecthbook dikembalikan ke meja, Myria menarik gelas yang masih penuh isinya. “Nggak ada orang, kan?”

“Nggak ada. Ibu ke toko, pulang nanti sore.”

Mendengar jawaban Friska, Myria menaruh gelas, lalu melepas ikatan cadar dari balik kepala. Dia simpan di tas dan mulai menikmati minum buatan sang sahabat.

“Pesenan dari sekolah kita itu.” Tiba-tiba Friska bicara tanpa ditanya. Dua matanya mengarah ke gambar di atas meja yang baru dikerjakan sejak dua hari lalu.

“Seragam olahraga ini?”

“Iya. Pak Zayyan sendiri malahan yang datang ke tempat Ibu. Aku kaget lihatnya.”

“Kenapa kaget? Nggak nyangka gitu, ya, dapat orderan dari tempat sekolah dulu.”

“Salah.” Friska meneguk minumnya sebentar, baru melanjutkan, “Kaget lihat Pak Zayyan, nambah umur tapi makin cakep orangnya.”

“Astagfirullah, Fris.” Myria geleng-geleng. Memang benar keduanya belum menikah, tetapi tidak menyangka mata sahabatnya ke mana-mana selama ini. Myria kira, Friska masih sibuk membahagiakan sang ibunda sehingga belum juga ingin menikah. “Suami orang. Jaga pandangan.”

“Pak Zayyan duda tahu, My.”

Mata bulat Myria makin melotot. Wajahnya yang ceria berubah dalam sekejap. “Terus? Kamu mau ngelamar beliau? Ya, Allah, Friska.”

Bukannya menenangkan sahabatnya, Friska justru tertawa lepas sembari menutup mulut.  Usia memang masuk ranah dewasa, tetapi sikap perempuan itu tetap saja sedikit konyol ketika bertemu Myria.

“Udah, ah. Ngapain bahas Pak Zayyan.” Mengganti topik obrolan sepertinya lebih baik. Friska menaruh gelas dan bersandar. “Kamu belum cerita kapan nyampek sini.”

Apa yang dilakukan Friska, dilakukan pula oleh Myria. Perempuan berjilbab teracota itu menarik napas sebentar. “Pagi tadi, sih. Istirahat bentar di hotel terus ke sini nyamperin kamu.”

“Kamu nginep hotel? Kenapa nggak ke rumah Om Tirta aja, sih?”

“Ayah nggak ikut. Sabtu besok baru terbang dari sana sama Mommy Caroline.”

“Tumben banget ibu tiri kamu ikut.”

“Ada acara di Kalastra akhir pekan ini. Semua pimpinan perusahaan ngumpul. Kata Om Daniel, ada penggalangan dana kegiatan amal juga, sih. Nggak tahu, lah. Liat aja besok.”

Friska manggut-manggut.

Myria lantas berkata, “Aku ke sini mau minta tolong jahitin baju buat acara itu.” Kalimat itu diakhiri dengan senyum lebar.

“Hah? Yang bener aja, My. Kurang berapa hari minta bikinin baju, harusnya paling nggak sebulan sebelumnya.” Kesal sendiri Friska menanggapi permintaan Myria. Sebagai sesama desainer fashion, bisa-bisanya sang sahabat meminta hal mendadak. “Beli aja, deh, ke butik. Aku temenin sekarang.”

Dengan wajah manyun karena ditolak, Myria tetap beranjak dan mengikuti sahabatnya. Dua wanita berpakaian serba tertutup itu keluar dan menuju salah satu pusat perbelanjaan.

Usai berputar-putar di dalam mal dalam waktu beberapa jam, Myria dan Friska akhirnya dapat apa yang diinginkan. Tiga paper bag masing-masing ada di tangan mereka. Niat hati cukup membeli satu set gamis beserta kerudugnnya, tetapi lain hal yang didapat. Satu paper bag memang berisi pakaian, sementara dua paper bag lagi berisi sepatu dan sandal.

“Laper, nih. Makan dulu, yuk.” Eskalator terakhir menuju lantai dasar telah dilewati, Friska menarik Myria ke salah satu restoran yang tersedia. Tanpa menolak karena merasakan hal yang sama, Myria menurut.

“Emang harus, ya, aku ikut, My? Aku bukan siapa-siapa, lho. Malu, ah, sama orang-orang kaya.” Sembari menunggu makanan tiba, Friska mengutarakan pendapat. Selama jalan-jalan tadi, Myria bilang bahwa akhir pekan akan mengajak ke acara perusahaan.

“Nggak masalah. Kamu bagian nemenin aku aja. Nggak bakal ada yang berani ganggu.”

“Aku boleh nanya sesuatu nggak, My?”

Dua alis Myria langsung mengeriting. “Tumben banget nanya pakek izin.” Masih mencoba berkelakar, Myria sering menanggapi omongan Friska dengan candaan.

“Bukan gitu. Ini agak sensitif, sih. Jadi ….”

“Nanya aja. Kamu aneh serius gini, Fris.”

“Kalau kamu dateng ke acara itu ….” Friska berkata hati-hati. “Ada kemungkinan besar ketemu Kasa. Kamu … udah siap?”

Myria membeku. Dari sorot mata, wanita itu terlihat berubah serius. Dia membuang napas pelan. “Insyaallah. Gimana pun juga, selama Papa Aji masih berada di Kalastra Group, akan banyak kemungkinan-kemungkinan lain.”

Friska tak lagi bertanya. Dia menyudahi pembahasan serius itu karena makanan telah tiba. Dengan sifatnya yang ceria, Friska berusaha mengalihkan pikiran Myria agar tidak terus menerus ingat masa lalu.

Keluar dari mal dengan perut kenyang, kebahagiaan dua wanita berusia 27 tahun itu makin bertambah. Rasa rindu mereka terobati, apalagi bisa menikmati waktu mengobrol lebih lama.

Pintu mal bergeser ketika hendak dilewati. Friska melenggang santai dengan pandanga mengedar ke sekitar. Hari mulai senja, padatnya jalanan sedikit membuat jiwa frustrasi.

“Eh, bentar. Aku pesenin taksi online,” kata Myria sembari mengorek isi tasnya mencari ponsel yang sejak tadi tersembunyi. Wanita itu agak kesulitan karena dibarengi membawa paper bag terlalu banyak sehingga tidak sadar salah satu barang terjatuh.

Belum sempat Myria melangkah jauh dan masih fokus membuka aplikasi taksi online, seseorang mendekat dan berkata padanya, “Dompet Anda jatuh, Nona.”

Perhatian Myria teralihkan, begitu juga Friska yang ada di sebelah. Wanita itu menerima dompetnya yang diambilkan oleh orang tadi.

Dua mata indah Myria tak berkedip saat tahu paras pria yang membantu. Bahkan, setelah pria itu masuk mal bersama satu pria lainnya, dia tetap diam seperti patung.

“Angkasa ….” Bibir Myria menggumam tanpa ada yang bisa mendengar.

Terpopuler

Comments

Nendah Wenda

Nendah Wenda

jadi penasaran

2023-12-19

0

Happyy

Happyy

😘😘

2023-10-04

1

@ Mmh adil @

@ Mmh adil @

duh ketemu ey

2023-09-28

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100: Revisi
101 INFO
102 Bab 101
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Akhir Perjuangan
109 Extra Part
110 Extra Part (2)
111 kisah Sakti (Angkasa seri 3)
Episodes

Updated 111 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100: Revisi
101
INFO
102
Bab 101
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Akhir Perjuangan
109
Extra Part
110
Extra Part (2)
111
kisah Sakti (Angkasa seri 3)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!