Tiga jam kemudian, di saat hari masih subuh, Erika terbangun dari tidurnya. Ia terlihat masih mabuk dan dalam keadaan setengah sadar tetapi alarm di tubuhnya memaksanya untuk bangun karena tenggorokannya terasa kering dan perutnya yang lapar.
Dengan bermalas-malasan dan masih dengan mata yang terpejam, ia berusaha mengangkat tubuhnya untuk duduk dulu di atas kasur sebelum pergi keluar kamar untuk mencari minum. Tetapi baru saja sedikit menegakkan kepalanya ke atas setelah setengah badannya terangkat dan dalam posisi duduk, Erika merasa kepalanya seperti bergoyang hingga membuatnya pusing. Itu karena pengaruh minuman alkohol yang diminumnya hingga membuatnya mabuk. Ia merasa perutnya sangat mual dan tak tertahankan ingin muntah. Lalu ia menutup mulutnya berusaha untuk menahan rasa ingin muntahnya itu dan bergegas turun dari ranjangnya untuk menuju ke toilet.
Saat Erika turun dari kasur dan kakinya menginjak ke lantai kamar itu, Erika baru menyadari dia tidak sedang berada di dalam kamar tidurnya sendiri. Lantai di kamar tidurnya dilapisi karpet yang berbulu halus sedangkan pada kamar ini lantainya terasa dingin karena menggunakan keramik yang tidak dilapisi karpet seperti di kamarnya.
Erika melihat ke sekeliling ruangan kamar ini. Walaupun kamar ini cukup gelap karena hanya memiliki cahaya remang dari lampu tidur yang dinyalakan, tetapi Erika dapat merasakan kamar ini sangat asing baginya. Dia benar-benar tidak bisa menebak dimana dirinya berada saat ini.
Rasa mualnya muncul kembali, sehingga ia tidak bisa lagi berlama-lama duduk diam di sana untuk berpikir. Ia mencari toilet dengan melihat ke sekeliling kamar itu, tetapi tidak menemukannya. Sehingga ia langsung berlari keluar dari kamarnya untuk mencari sebuah toilet di luar sana.
Untungnya Erika dapat segera menemukan toiletnya yang berada tak jauh dari kamar tersebut. Erika masuk ke dalam toilet dan tanpa menutup pintunya terlebih dahulu, ia langsung memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan saja. Karena semalam dia melewatkan makan malamnya dan sekarang perutnya kosong. Sehingga tidak ada makanan tersisa untuk dimuntahkan. Akibatnya perut dan kerongkongannya terasa sakit karena tubuhnya memaksa mengeluarkan cairan yang ia muntahkan tadi.
Erika keluar dari toilet untuk kemudian mencari air minum. Berjalan sedikit ke belakang, ia menemukan sebuah ruangan yang adalah ruang dapur. Erika berjalan masuk ke ruangan itu, memencet tombol lampu untuk menyalakan lampu yang ada di dapur itu. Kemudian dia mengambil salah satu gelas yang ada di sana, mengisi gelas itu dengan air putih dari dispenser dan segera meminumnya. Air minum itu sungguh terasa menyejukkan dan menyegarkan. Tenggorokannya yang kering menjadi basah dan memberikan efek lega di tenggorokannya itu. Perutnya yang perih juga terasa sedikit adem karena terisi air.
Erika kembali merasa pusing dan mengantuk, ia lalu berjalan kembali ke kamar tidurnya dengan sedikit terhuyung. Dia berjalan menuju sebuah ruangan yang memiliki cahaya lampu temaram. Dia pikir ruang itu adalah kamar tempatnya tidur tadi. Lalu dia masuk ke ruangan itu. Ternyata dia salah karena itu adalah ruang keluarga. Di ruangan itu terdapat sofa dan ada sebuah meja dengan tv dan beberapa elektronik lainnya yang tersusun berjajar diatasnya.
Erika tidak peduli walaupun itu adalah ruang keluarga, ia tetap berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut dan ingin tidur disana karena dirinya sudah sangat mengantuk dan ingin bisa segera tidur. Apalagi di sana dia melihat ada sebuah sofa panjang yang terlihat empuk dan terasa nyaman jika ditiduri. Jadi dia ingin membaringkan tubuhnya dan tidur di sofa itu.
Tetapi dirinya sangat terkejut, karena di sofa itu ada sesosok pria yang sedang berbaring dengan mata yang terus menatapnya sambil memperhatikannya. Pria itu menyunggingkan bibir seperti sedang tertawa sinis kepadanya.
Pria itu tidak memakai baju, hanya mengenakan celana bawahan yang pendek. Memperlihatkan dadanya yang bidang dan berotot juga memperlihatkan tubuhnya memiliki banyak luka dan memar. Wajahnya juga sama, dipenuhi luka dan lebam sehingga wajahnya tidak dapat dikenali dengan jelas. Sesekali ia terlihat mengernyit kesakitan sambil masih terus memperhatikannya.
Wajah yang penuh luka itu, tentu saja Erika masih mengingatnya. Dia adalah pria dengan tatapan mata yang tajam dan mengerikan yang dilihatnya tengah malam tadi sedang dikeroyok dan dipukuli oleh sekelompok orang di lapangan parkir.
"Aaaaa.." Erika langsung berteriak dengan sangat kencang, ketakutan. Tubuhnya terlonjak kaget hingga mundur sedikit ke belakang. Dirinya sudah tidak mengantuk lagi sekarang, bahkan dia menjadi sepenuhnya sadar dari rasa mabuknya.
Ia lalu ingat bahwa tadi malam dia pingsan di dekat pria itu. Dan ia mengingat kembali dengan jelas apa saja yang telah terjadi padanya tengah malam tadi dan mengapa ia bisa berada di rumah yang sama dengan pria yang terluka itu.
Sesaat sebelumnya, ketika pria itu menemukannya yang sedang bersembunyi di belakang sebuah mobil, Erika merasa sangat ketakutan sekali. Tubuhnya sampai bergemetaran dan terasa lemas hingga susah untuk berdiri. Setelah itu ia tidak tahu lagi dan pasrah saat rasa pusing melandanya hingga membuat pandangannya gelap dan tidak merasakan apa-apa lagi. Tetapi sepertinya saat ia pingsan, pria itu tidak meninggalkannya tergeletak sendirian di lapangan parkir itu melainkan dia telah berbaik hati mau menolongnya dan menduga bahwa pria itu membawa dirinya ke rumahnya.
Erika yakin bahwa saat ini dia sedang berada di rumah lelaki ini. Ternyata seorang yang menyeramkan dan menakutkan dengan dirinya yang dipenuhi oleh aura kegelapan, tinggal di rumah yang sederhana dengan desain yang modern dan minimalis. Sangat rapih dan bersih dengan semua cat dan perabotan yang bernuansa warna putih. Membuatnya terlihat seperti seorang yang sederhana dan penyendiri yang juga tertutup.
Erika sungguh tak menyangka bahwa pria yang mengerikan itu mau bersusah payah untuk menolong dirinya yang pingsan karena mabuk juga karena mencium bau darahnya. Bahkan pria itu membawanya pulang ke rumahnya dan membaringkannya di dalam ruangan kamarnya. Padahal saat Erika ditemukan oleh pria itu, ia berpikir tamatlah sudah riwayatnya karena telah jatuh ke tangan pangeran kegelapan yang menakutkan.
Erika memberanikan diri menatap pria itu. Kini pria itu sepertinya merasa terganggu dengan suara teriakannya yang membuat rasa sakit ditubuhnya semakin bertambah. Dia terlihat mengernyitkan wajahnya dengan semakin dalam dan menatap Erika dengan kesal. Tetapi pria itu tidak memperlihatkan tatapan matanya yang dingin dan mengerikan itu saat ini.
Luka-luka yang ada di wajah dan tubuh pria itu sudah tidak mengeluarkan darah lagi. Sepertinya pria itu sudah membersihkan luka-lukanya dan mengobatinya. Di lantai sekitar sofa tempat dia berbaring, terlihat ada kotak obat dan juga beberapa peralatan yang berserakan di lantai. Seperti alkohol dan kapas yang memiliki noda darah.
Erika berpikir, sepertinya pria itu tinggal sendirian dan dengan luka-luka yang memenuhi sekujur tubuhnya, dia harus mengurus serta merawat dirinya sendiri. Sungguh miris dan kasihan sekali. Walaupun sebenarnya Erika adalah seorang yang penakut, tetapi hatinya tak tega melihatnya. Sehingga ia tergerak untuk membantu pria itu. Apalagi menurutnya, luka-luka itu perlu diperban dan pada luka yang lebam harus segera dikompres dengan es.
Toh luka-luka itu sudah tidak lagi mengeluarkan darah, jadi tidak akan ada masalah bagiku saat berada didekatnya untuk mengobati lukanya itu. Pikir Erika.
Erika memang memiliki phobia akan darah. Jika melihat darah dirinya akan merasa mual dan bisa sampai pingsan.
Erika kemudian pergi dari ruangan itu dan berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas untuk mengambil beberapa es dan meletakkannya di baskom. Lalu ia berjalan kembali ke ruang tamu.
Erika menghela nafasnya dan mencoba memberanikan dirinya. Ia memencet tombol lampu untuk menyalakan lampu yang ada di ruang tamu dan seketika ruangan itu menjadi terang. Dengan takut-takut, ia berjalan menghampiri pria itu. Nampak sekilas, pria itu memandanginya dengan tatapan tak suka sebelum ia menutupi matanya dengan telapak tangannya untuk menghalangi cahaya terang dari lampu ruangan yang tiba-tiba menyala dan membuat matanya silau.
Erika duduk dengan posisi berlutut pada lantai di sekitar sofa tempat pria itu sedang berbaring. Mereka kini berada dalam jarak yang sangat dekat. Tetapi pria itu diam saja dengan matanya yang terus tertuju padanya dengan tatapan curiga dan tidak suka. Pandangan matanya terhadap Erika saat ini tidak tajam dan menakutkan seperti yang biasa ia lakukan. Sehingga Erika tidak merasa takut lagi padanya. Bahkan ia dengan sengaja mengalihkan pandangannya dari tatapan pria itu dan berpura-pura tidak peduli.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments