Cinta Yang Memudar
Aku menikah dengan suami ku tepat pada usia hubungan kami yang ke delapan tahun. Aku dan suamiku sudah menjalin hubungan sejak aku duduk di bangku SMA, sedangkan dia saat itu di bangku kuliah. Usia Kami terpaut tiga tahun, dia lebih tua dari pada aku.
Suami ku berasal dari keluarga yang terpandang, sedangkan aku hanyalah anak dari keluarga yang biasa saja, tidak ada yang istimewa dari ku, hal itu yang membuat hubungan kami di tentang oleh keluarga dari pihak suamiku terutama ibunya.
Di usia ku yang ke dua puluh dua tahun, dia melamar ku, padahal aku baru saja lulus kuliah dan baru mendapatkan pekerjaan juga. Aku masih ingin menikmati masa gadisku, membahagiakan kedua orang tua ku dan bekerja sesuai dengan fashion ku.
Tapi dia terus memaksa ku untuk menikah, alasannya karena dia tidak mau di jodohkan dengan wanita lain, aku juga jelas panik saat suamiku menceritakan niat ibunya yang ingin menjodohkannya dengan gadis pilihan sang ibu, aku mencintai dia, aku tidak ingin kehilangan suami ku. Akhirnya aku menerima lamarannya, ibunya pun tidak bisa memaksakan kehendaknya lagi.
Awalnya, pernikahan kami berjalan lancar, suami ku tipe orang yang kaku, dia tidak terlalu bisa bersikap romantis. Delapan tahun kami berhubungan, mungkin bisa dihitung jari berapa kali dia memberi ku hadiah, atau sekedar mengatakan cintanya padaku. Walaupun begitu, aku tau dia begitu tulus mencintai ku. Suami ku itu memiliki caranya tersendiri dalam mengungkapkan cinta.
Setelah tiga bulan menikah, aku dinyatakan hamil, suami ku sudah meminta ku untuk berhenti bekerja. Tapi aku merasa sudah nyaman bekerja di sana, walaupun dia selalu mencukupi kebutuhan ku. Tapi ada rasa yang berbeda saat aku menerima uang dari hasil kerja keras ku sendiri. Suamiku juga tidak memaksa, ia tau betapa aku mencintai pekerjaan ku itu, selama aku masih bisa mengatur waktu.
Di usia kandungan yang sudah memasuki bulan ke 7, di sinilah aku merasa ada yang berbeda dari suami ku, aku tau aku yang salah, aku juga sudah meminta maaf padanya, aku menyesal.
Satu bulan yang lalu, aku harus melakukan pertemuan dengan seorang pria, pertemuan itu pun karena sebuah alasan pekerjaan, aku tidak tau Jika orang itu merupakan saingan bisnis suami ku, ia begitu marah padaku.
Saat itu, aku bertemu dengannya hanya berdua di sebuah restoran yang ramai akan pengunjung. Aku tidak tau suami ku juga sedang makan siang bersama dengan beberapa karyawannya. Melihat ku tertawa dan berbincang akrab dengan pria itu membuat suami ku naik pitam, ia menarik tangan ku dengan kasar, padahal aku sedang mengandung, aku tidak tau alasan dari kemarahannya, ia memaki ku di hadapan banyak orang.
"apa yang kau lakukan Inayah!"
"bisa-bisanya kau makan siang dengan pria asing!" untuk kali pertama aku mendengar membentaknya, pria yang selalu lembut berubah menyeramkan ketika cemburu.
"Zi, dengar dulu, aku bisa jelaskan" ku sentuh tangannya, tapi ia menepis kasar tanganku.
"dasar wanita murahan! kamu itu sudah bersuami Inayah, jika kamu lupa lihatlah perut mu yang membuncit itu, apa perlu ku sadarkan kamu di sini " ku lirik sekitar, beberapa orang sengaja berhenti dari aktivitasnya hanya untuk menyaksikan drama rumah tangga kami.
"Zi" aku memanggilnya dengan suara pelan, sedangkan dia yang sudah terbakar api cemburu menatap remeh diri ku dari atas hingga bawah.
"oh, atau anak yang ada di dalam kandungan mu itu juga bukan anak ku?" teganya dia mempertanyakan anak yang ku kandung, anak yang jelas-jelas hasil buah cinta kami berdua.
Yah, begitulah awal mula suamiku berubah, dia tidak berubah menjadi superhero, dia hanya berubah menjadi dingin, cuek, suka membentak. Satu bulan aku lelah dengan sikapnya itu, dia bilang aku harus berhenti bekerja untuk bisa di maafkan, aku segera mengundurkan diri dari perusahaan percetakan buku itu, ku kubur dalam impianku demi cinta.
Setelah berhenti bekerja, akhirnya aku bisa merasakan Zidan ku lagi, walaupun tidak kembali seutuhnya, Zidan tetap bersikap dingin.
Sekarang usia pernikahan kami sudah memasuki usia lima tahun, anak pertama kami adalah laki-laki, umurnya baru empat tahun, dan tahun ini, aku dan suamiku sepakat untuk memasukkan putra ku itu ke tempat penitipan anak, berharap dia bisa beradaptasi dengan teman-teman sebayanya.
Anak ku tumbuh lucu dan menggemaskan, tak jarang aku sakit hati dengan sikap Zidan yang juga ketus dan dingin pada putra kami itu. Alasannya sih, agar putra kami bisa tegas dalam hidupnya, menurut ku itu terlalu terburu-buru, Zidan memang menyebalkan, untung sayang, dasar bucin akut.
"Aska" aku mengacak pinggang, Aska yang duduk dengan mainan robot di tangan menatap ku dengan menampakkan puppy eyes nya yang menggemaskan, emosi yang tadi memuncak karena Aska tanpa sengaja menumpahkan kue keringnya hilang sudah, mana aku bisa marah dengan pria mungil yang lahir dari rahimku empat tahun yang lalu itu.
"Mama maaf" bibir kecilnya mengerucut, baiklah aku menyerah, aku tidak tahan dengan wajah bersalahnya itu, aku melangkah mendekati putra kecil ku, rambutnya sedikit basah karena keringat.
"sudah nggak papa, tapi lain kali jangan di ulangi lagi, ya. Kalau makan harus apa?"
"duduk diam, tidak boleh lari-lari"
"pintar" Aska kecilku langsung memeluk kuat leherku, ku usap punggungnya untuk menenangkan, mungkin tadi ia juga terkejut saat toples itu jatuh dari genggamannya.
Aska melepas pelukannya, ia menatap ku penuh harap
"mama"
"iya sayang, kenapa?"
"papa pulang nggak?" ku lirik jam bergantung di dinding, sudah menunjukkan pukul 8 malam, seharusnya sih, Zidan sudah pulang, tapi kemana pria itu.
"iya nak, papa pulang, mungkin banyak kerjaan di kantor jadi telat" aku berdiri dengan Aska terus berada di gendongan.
"kita sikat gigi terus bobo, ya" Bibir mungil Aska melengkung kebawah, aku tau anak ku kecewa lagi. Padahal ia sudah menunggu papanya pulang sejak tadi, tapi lagi-lagi Zidan telat, entah apa yang membuat Zidan sering pulang telat akhir-akhir ini.
"Aska mau di peluk papa sebelum tidur mah" pria kecil ku merengek, aku jadi tidak tega, ingin di peluk papanya saja sesulit itu.
"iya sayang, besok ya, besok papa pasti pulang, malam ini tidur sama mama dulu ya?" untungnya Aska bukan anak yang suka memaksa, putra ku itu mengangguk saja.
"masyaallah, pintarnya anak sholeh mama" Ruangan serba berwarna hijau dengan tema Pororo kesukaan Aska, Kamar dengan kasur yang cukup besar, memang sengaja aku memilihkan kasur besar untuk Aska, karena aku suka tidur dengannya, dan belum pernah sekalipun Zidan tidur bertiga bersama kami di kamar itu. Aku berharap suatu hari nanti, Zidan mau tidur dengan kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Daulat Pasaribu
mampir Thor baru baca.jadi penasaran ceritanya
2024-04-17
0
Soraya
Assalamu'alaikum numpang duduk dl ya kak
2023-08-26
0
Titis Setiyowatiu7
wajar bnyaq org nyesel nikah..
kdng nikah m org yg dicintai to mlh disia-siakan nikah m org yg g dicintai lebih parah LG JD hrus gmn cba
2023-07-26
0