Suami dingin

Setelah menidurkan Aska, aku keluar lagi menunggu Zidan seperti biasanya, aku pun sangat berharap Zidan pulang. Mungkin sudah lima hari Zidan pulang larut malam saat aku sudah terlelap, dan pergi lagi tanpa menyentuh makanan yang sudah aku siapkan susah payah untuknya.

Kembali aku melirik jam di dinding, sudah pukul 10 malam, tapi Zidan belum pulang juga. Ku hembuskan nafas berat, mungkin malam ini aku tidak bisa lagi melihat wajah lelahnya setelah seharian bekerja.

Aku memutar arah menuju lantai dua, tapi di saat bersamaan, ku dengar pintu rumah di buka, aku kembali lagi. Senyum ku mengembang saat pria yang sejak tadi aku tunggu akhirnya pulang juga, aku langsung berlari seperti anak kecil kepelukan nya

Aku benar-benar merindukan suamiku, tapi pelukan ku itu tidak terbalas, aku justru di dorong menjauh darinya.

"minggir, aku gerah" Zidan berucap ketus

"kamu tau aku lelah!!" mungkin memang aku yang salah, aku langsung memeluknya, harusnya aku membantu Zidan, bukannya bersikap manja.

"maaf, Zi"

Ku raih tas jinjing berisikan berkas di tangannya, tapi sepertinya ia sudah sangat kesal, Zidan melarang ku membawa tasnya. Ia melangkah pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Zidan" aku mengekor di belakangnya.

Pintu kamar pun menjadi pelampiasan emosi Zidan, aku sampai tersentak, semoga saja Aska tidak terbangun di kamar depan.

"Zidan! Kamu kenapa sih Zi, Aska bisa bangun tau" Zidan melempar tas juga jas nya kesembarang arah, setelahnya aku di tinggal masuk kedalam kamar mandi, tidak ada sapaan hangat untuk ku, tidak ada ciuman kening seperti biasanya.

Aku siapkan baju tidur untuk Zidan, ku bereskan juga barang-barangnya yang berhamburan di mana-mana.

"Zidan, mau makan nggak?" Tidak ada kudengar gemercik air dari dalam kamar mandi, tidak ada juga sahutan dari Zidan. Aku mendekat dan mengetuk pintu.

"Zidan, mau aku panaskan makanan?"

"Berisik Lo!" Ku gigit bibir bawah kuat-kuat, ucapan Zidan terlalu kasar, hati ku sakit. Ada apa sebenarnya sampai Zidan pulang dengan moodnya yang berantakan.

Ku tahan air mataku yang ingin tumpah dengan menatap langit-langit kamar, aku Memang sangat cengeng kalau sudah di bentak. Dari kecil aku tidak pernah di bentak ataupun di marahi orang tua ku, jadi saat di bentak dengan Zidan, hatiku sakit sekali. Zidan ku semakin hari semakin berbeda, aku tidak tau apa yang salah dengannya, aku tidak tau apa yang harus ku lakukan agar dia memaafkan kesalahan yang pernah ku perbuat. Padahal aku sudah turuti keinginannya untuk berhenti bekerja.

Ku bawa baju-baju Zidan ke ruang cuci, di sana aku menumpahkan semua air mataku yang tertahan saat di dalam kamar. Aku berpegangan pada mesin cuci dengan kepala menunduk. Mata ku terbuka saat aku rasa tangan besar Zidan memeluk ku dari belakang, Zidan meletakkan kepalanya di atas bahuku.

"Zidan" ku panggil namanya lirih

"maaf sayang, aku nggak maksud bentak kamu, di kantor banyak kerjaan, aku pusing" Bisiknya dengan lembut, aku bisa rasakan hembusan nafas hangat Zidan menerpa pundak ku. Ku genggam tangan Zidan di atas perut ku, aku juga mengusapnya dengan lembut.

"kamu nggak salah, aku aja yang cengeng, harusnya aku bantu kamu bawa tas, lepasin jas kamu, bukannya peluk kamu"

cup

Zidan mengecup pundak ku, kemudian ia membalik tubuhku untuk menghadapnya, Zidan menghapus jejak air mata di wajah ku, kemudian ia mengecup singkat ke dua kelopak mataku.

"Jangan menangis lagi, kamu jelek tau" Ku pukul pelan dadanya, bisa-bisanya ia mengatai ku jelek, dia hanya tertawa menunjukkan deretan gigi putih bersih nya.

"ayo tidur" Zidan menggenggam tangan ku, aku mengangguk dan kami berjalan dengan tangan yang saling terpaut.

....

Aku terus memandangi wajah tenang yang tidur dengan posisi terlentang, Wajah tampan suami ku terlihat begitu lelah, aku tidak bisa mengurangi rasa lelahnya. Andai bisa, aku rela berbagi pekerjaan dengannya, aku tidak tega melihat wajah itu, kantung mata Zidan terlihat jelas, belum lagi lingkaran hitamnya. Aku bergeser merapatkan tubuh ku dengan Zidan, ku peluk Zidan dengan erat, aku selalu merasakan kehangatan saat di sampingnya.

"Belum tidur?' suara parau membuat ku mendongak

"kamu terganggu dengan tingkah ku? maaf ya" Aku mencoba memberi jarak, ku kira Zidan akan kembali membentak, tapi justru Zidan membalik tubuhnya, ia lingkaran kaki jenjangnya menimpa kaki ku, zidan menyisipkan tangannya di bawah kepala ku.

"sudah tidur, besok kamu harus mengantar Aska ke sekolah nya, kan?"Walaupun Zidan terlihat cuek, dan dingin, tapi ia tetap memperhatikan sekolah Aska anak kami, walaupun suami ku keras dalam mendidik Aska, tapi rasa sayangnya tetap ada sebagai orang tua pada umumnya.

"aku sayang kamu, Zi"

"eum" hanya itu yang terucap dari mulutnya, padahal aku sangat ingin dia mengatakan cinta juga, tidak papa, aku tau dia mencintai ku, kalau dia tidak cinta, Aska kecil ku tidak akan pernah ada di dunia.

"mimpi yang indah suami ku" bisik ku di telinga Zidan, dengkuran halus mulai terdengar lagi. Baiklah, aku akan berusaha untuk tidur seperti Zidan. Besok mungkin akan menjadi hari yang melelahkan untuk kami.

.....

Sudah menjadi kebiasaan ku bangun di jam empat subuh pagi, ku ikat rambut panjang ku asal, udara begitu dingin, selimut tebal ku benarkan letaknya, aku akan membangunkan Zidan saat adzan subuh berkumandang, dia pasti lelah dan butuh banyak istirahat.

Biasanya aku langsung menuju ruang mencuci, di rumah kami tidak ada pembantu rumah tangga. Semua pekerjaan rumah dan mengurus Aska ku kerjakan sendiri, aku tidak ingin ada pembantu di rumah kami, padahal Zidan sudah menawarkan. Aku hanya ingin menjadi istri dan ibu yang bisa melakukan sendiri untuk keluarga kecil ku.

Sambil menunggu cucian ku selesai, aku kerjakan pekerjaan lain, sedangkan memasak untuk sarapan akan ku buat sekitar jam enam pagi nanti. Zidan lebih suka makan nasi di pagi hari dari pada sarapan dengan roti dan selai, kata Zidan tidak membuatnya kenyang.

Aku kembali ke atas untuk mandi, setelah aku mandi barulah ku bangunkan Zidan dan Aska. Sejak usia dini, aku membiasakan anak ku itu untuk menjaga sholatnya.

"Sayang, bangun yuk, sholat dulu"

"Zi, Zidan" ku ciumi bibirnya untuk mengusik tidur nyenyak nya, dan berhasil, perlahan Zidan membuka mata.

"Bangun sayang, sholat"

Zidan berbalik dan merangkul pinggang ku, menempelkan wajahnya di perut ku.

"Kamu sudah mandi?" suara khas bangun tidur yang begitu candu.

"iya, airnya nggak dingin kok, kamu mandi ya, aku mau bangunin Aska" Zidan mengangguk, aku beralih kekamar Aska, ku nyalakan dulu lampu kamar untuk mengusik tidur nyenyak pangeran kecil ku.

"anak mama, bangun sholat yu nak"

"Aska, bangun yuk sayang" Tubuh kecil Aska ku pindahkan ke pangkuan ku, matanya masih terpejam, ku rapikan rambut hitam legam nya yang berantakan.

"anak mama"

"bangun yuk"

Akhirnya aku berhasil membangunkan si tukang tidur ini, kelakuan Aska dan Zidan sama, kedua pria berbeda usia itu selalu saja bersikap manja dengan memeluk ku seperti sekarang.

"mama, papa pulang?"

"iya, ada papa" Aska menggesek-gesekkan wajahnya di perut ku, sepertinya pria kecil ini terus memikirkan papanya. Bangun tidur yang di tanyakan langsung Zidan, mengemaskan sekali.

"Ayuk mandi, mama sudah siapkan air hangat, mau ketemu papa kan?" Aku kira Aska akan mengangguk, ternyata ia malah menggeleng.

"kenapa? katanya kangen"

"Aska takut sama papa, nanti Aska di marahin lagi kalau Aska duduk di dekat papa" sepertinya Aska belum bisa melupakan kejadian satu Minggu lalu. Saat itu, Zidan yang sedang duduk santai di ruang keluarga terkejut karena tiba-tiba Aska duduk di pangkuannya. Aska kangen sekali dengan papanya, sudah dua Minggu tidak bertemu karena Zidan ada kerjaan di luar kota. Zidan yang kaget menurunkan tubuh Aska dengan kasar dari atas pangkuannya, aku bisa melihat dari jauh, aku langsung menghampiri mereka, karena sudah kulihat mata putra ku mulai berkaca-kaca.

"Kamu nggak lihat papa lagi apa, hah!" bentakan itu membuat Aska ketakutan dan akhirnya menangis. Aku duduk di depan mereka dan mengendong Aska, hal itu ternyata semakin membuat Zidan marah.

"Kamu ini terlalu memanjakan dia! kenapa kamu gendong kaya gitu, biarkan dia menyadari kesalahannya" Zidan benar-benar marah, kulitnya yang putih mulai memerah, buku tebal di tangan Zidan hempaskan.

"Kesian Zidan, aku nggak tega liat dia nangis"

"didikan kamu ini yang buat anak kita manja!" Zidan bangkit dari duduknya, ia tinggalkan kami menuju lantai dua.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

kok sama suami panggil nm, suaminya jg bhsa nya ksar pake lo

2023-08-26

0

Nar Sih

Nar Sih

kalau terlalu keras ank juga takut kali ,jadi ayh mbok yg sabar dikit dong bang zidan kasihan ank mu jdi takut kann

2023-06-24

1

lihat semua
Episodes
1 prolog cinta yang memudar
2 Suami dingin
3 mantan pacar tersayang
4 istri lain
5 hari pertama sekolah
6 cinta yang sama
7 tantrum
8 pesan yang di hapus
9 Ibu mertua dan ipar
10 bukan anak sial
11 di gendong papah
12 sakit
13 kemarahan Karina
14 keraguan
15 semakin asing
16 darah segar
17 liburan
18 sahabat lama
19 kehangatan yang berbeda
20 di usir
21 Sakit parah
22 Papah tidak sayang Aska
23 Pulang kampung
24 kenangan berharga
25 akhirnya pulang
26 permintaan cerai
27 bersenang-senang
28 Siapa yang salah
29 Nggak mau pulang
30 cemas
31 Tidak mengenali dia
32 Maaf aya
33 Kapal pecah
34 Lebam
35 Om Zidan
36 Suami atau anak
37 Bukan papah Aska
38 Pisang coklat
39 Masa lalu
40 Libur kerja
41 Pacaran
42 waktu luang
43 perlen bayi
44 Rumit
45 Kedatangan tamu
46 Huru hara
47 Tau
48 Seharusnya tidak pernah menikah
49 Suami Karina
50 Hancur tak tersisa
51 Cerai
52 Amukan Inayah
53 Pilihan
54 Rapuh
55 nyawa yang menjadi taruhannya
56 Awal mula masalah
57 Ancaman
58 Pangadilan agama
59 kejutan tidak terduga
60 Memulai
61 Mimpi buruk
62 Keguguran
63 Datang
64 melahirkan
65 Tama rindu anak-anak
66 papah
67 Siapa Karina?
68 menikah
69 Satu hari bersama Om Tama
70 Mencari papah.
71 Lamaran
72 menjenguk mbak Naila
73 Sah
74 Serangan jantung
75 Mual
76 Maaf dari Inayah
77 Bermain
78 Ketemu
79 pelukan berdarah
80 Rumah sakit
81 ada apa sebenarnya
82 Pria gila
83 Boneka
84 hemm baca aja kali aja perlu
Episodes

Updated 84 Episodes

1
prolog cinta yang memudar
2
Suami dingin
3
mantan pacar tersayang
4
istri lain
5
hari pertama sekolah
6
cinta yang sama
7
tantrum
8
pesan yang di hapus
9
Ibu mertua dan ipar
10
bukan anak sial
11
di gendong papah
12
sakit
13
kemarahan Karina
14
keraguan
15
semakin asing
16
darah segar
17
liburan
18
sahabat lama
19
kehangatan yang berbeda
20
di usir
21
Sakit parah
22
Papah tidak sayang Aska
23
Pulang kampung
24
kenangan berharga
25
akhirnya pulang
26
permintaan cerai
27
bersenang-senang
28
Siapa yang salah
29
Nggak mau pulang
30
cemas
31
Tidak mengenali dia
32
Maaf aya
33
Kapal pecah
34
Lebam
35
Om Zidan
36
Suami atau anak
37
Bukan papah Aska
38
Pisang coklat
39
Masa lalu
40
Libur kerja
41
Pacaran
42
waktu luang
43
perlen bayi
44
Rumit
45
Kedatangan tamu
46
Huru hara
47
Tau
48
Seharusnya tidak pernah menikah
49
Suami Karina
50
Hancur tak tersisa
51
Cerai
52
Amukan Inayah
53
Pilihan
54
Rapuh
55
nyawa yang menjadi taruhannya
56
Awal mula masalah
57
Ancaman
58
Pangadilan agama
59
kejutan tidak terduga
60
Memulai
61
Mimpi buruk
62
Keguguran
63
Datang
64
melahirkan
65
Tama rindu anak-anak
66
papah
67
Siapa Karina?
68
menikah
69
Satu hari bersama Om Tama
70
Mencari papah.
71
Lamaran
72
menjenguk mbak Naila
73
Sah
74
Serangan jantung
75
Mual
76
Maaf dari Inayah
77
Bermain
78
Ketemu
79
pelukan berdarah
80
Rumah sakit
81
ada apa sebenarnya
82
Pria gila
83
Boneka
84
hemm baca aja kali aja perlu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!