A Unique Path Become CRAZY RICH
Namaku Hasan, aku adalah seorang sopir angkot.
Pekerjaanku setiap pagi sampai sore adalah menarik angkot dari Bundaran pasar Anyar sampai ke Bundaran Kayu Tangi.
Aku tidak mendapat banyak jatah tempat. Selayaknya gojek yang harus berebut penumpang, kami para supir angkot pun harus berebut juga.
Tapi karena sering terjadi perkelahian kami pun membuat pembagian rute perjalanan. Aku temanku menarik di kawasan yang telah disebutkan tadi yang perkiraan jaraknya sekitar 4 kilometer.
Untungnya pembatasan jarak itu hanya berlaku saat mencari penumpang. Jadi tidak masalah kalau ingin diantar ke luar dari teritori kami.
Sopir yang sedang dalam perjalanan kembali ke teritori tidak boleh mengambil penumpang di teritori lain dan wajib memberitahukan sopir angkot teritori itu.
Yang unik adalah, kami semua sepakat tidak akan mengabaikan penumpang. Jadi kami tidak melewatkan satu rezeki pun.
Sejujurnya aku cukup senang dengan kebijakan ini tapi penghasilannya masih kurang.
Sejujurnya penghasilanku tidak pernah cukup karena aku menginginkan hal yang sudah dibuang oleh rekan rekan sopir angkot ku sejak lama.
Aku ingin menikah.
Aku biasa pulang jam 9 malam. Rumah yang aku tinggali milik sendiri. Aku tinggal dengan ayahku yang lumpuh dan ibuku yang buta. Kondisi mereka jadi seperti ini karena kecelakaan sepeda motor yang menimpa orang tuaku 12 tahun yang lalu.
Dengan perlahan aku buka pintu rumah yang mulai rapuk termakan usia.
Aku serahkan uang hasil menarik hari ini setelah sebelumnya di bagikan dengan bos pangkalan, dan membelikan nasi bungkus.
Aku lihat di atas meja ada surat itu lagi.
Surat penggusuran. Rumah kami memang berada di luar garis komplek sehingga akan digusur dan dijadikan jalanan semen yang bagus untuk mempermudah akses masuk ke perumahan.
Bagi kami rumah yang nyaris ambruk dan luas tanah yang tak seberapa ini adalah harta karun. Jika tanah ini dijual kami harus tinggal dimana? Itulah yang tidak orang-orang perumahan itu pikirkan.
Biarpun begitu aku selalu mengukir senyum ceria di depan ayahku dan membiarkan ibu meraba wajahku dikala beliau sedang sedih.
"Ayo makan ayah, biar Hasan suapi, ayah duduk dulu ya."
Ayahku mengalami depresi berat hingga gangguan kejiwaan semenjak kakinya lumpuh total. Aku mengerti seberapa syok nya beliau dan bagaimana sulitnya menerima kenyataan pahit tersebut.
Lalu ibu yang tidak bisa melihat sering bicara padaku. Ibu adalah wanita yang tangguh, dia tidak mau disuapi, dan tidak mau berjalan dengan dibantu kalau hanya di dalam rumah.
Hari ini aku beruntung karena dapat banyak penumpang. Rombongan ibu ibu habsi yang dermawan. Mereka patungan dan membayarku sejuta padahal aku hanya mengantarkan mereka sejauh 10 kilometer..
Aku lebih sering sholat di luar rumah.
Setiap hari aku membeli nasi goreng untuk diberikan kepada anak-anak gelandangan yang tinggal di ujung gang ku.
Hari ini karena sedan ada rezeki aku memberi mereka masing-masing satu bungkus.
"Makan sampai habis dan jangan bertengkar ya." Pesanku sebelum meninggalkan mereka.
Meskipun penghasilanku tidak seberapa, tidak ada alasan untuk malas bersedekah. Sifat pelit itu tidak baik apalagi untuk seseorang yang selalu meminta kepada tuhan sepertiku.
Malam semakin larut. Aku memutuskan untuk mandi. Aku gunakan air yang tersisa di ember, karena malas pergi menimba ke sumur kebun.
Di atas kasur yang terbilang masih empuk bagiku, mataku terpejam dengan gampang.
•
Besoknya aku bersiap untuk berjihad lagi, tapi kali ini langkahku dihentikan oleh agen perumahan yang berdiri diam sambil menatapku dengan marah.
Kurang lebih aku tahu apa yang ingin dia katakan. Aku sudah sering mendengarnya.
Namanya Ratna Sari, agen perumahan.
"Kapan kamu mau menjual rumah itu?. Aku tidak peduli teguh pendirian membuatmu keren, kau harusnya sadar kalau tawaranku ini bisa jadi adalah modal awalmu untuk memulai kehidupan baru. Bayangkan berapa banyak uang yang akan kau dapatkan dan bisnis apa yang bisa kau dirikan. Tapi kau tidak berani melakukannya dan lebih memilih menjadi pengecut yang hidup pas pasan selama bertahun tahun. Setidaknya kalau tidak bisa memberi kebahagiaan pada orang tuamu, bahagiakanlah temanmu ini dengan mempermudah pekerjaannya."
Bagian akhir kata-katanya Ratna membuat telingaku panas. Tidak ingin terlambat mangkal aku pun mengabaikan Ratna berjalan cepat ke angkot yang terparkir di depan rumah.
Aku masih bisa merasakan tatapan Ratna. Sejak tadi dia tidak bergerak dari tempatnya.
"Aku sudah bilang tidak akan menjual tanah kami. Lagipula bukan urusanmu aku bisa membahagiakan orang tuaku atau tidak. Sekarang pulanglah!"
Tanpa sadar aku berbicara kasar padanya. Dulu dia adalah anak yang cengeng. Bentakan kecil saja langsung masuk ke hatinya.
Aku terkekeh mengingat masa masa sekolah kami dulu.
"Ingat ya Hasan. Cepat atau lambat rumahmu pasti akan digusur. Kalau aku tidak bisa maka orang lain yang akan melakukannya." Ucap Ratna sebelum naik ke mobilnya.
Kepalaku jadi mumet. Ancaman Ratna memang tidak berarti apa-apa. Tapi kalau agen perumahan lain turun tangan aku tidak akan bisa menahan mereka.
Bisa saja mereka mendekati orang tuaku saat aku tidak ada. Aku mewarisi sifat teguh ini dari ibuku. Tapi tidak ada jaminan kalau orang tuaku akan melakukan hal yang sama.
Aku serahkan semuanya pada yang di atas lalu pergi bekerja.
•
Ketua pangkalan meneleponku. "Ada penumpang di wilayahmu. Cepat angkut mereka."
Aku sangat senang mendengar penumpangnya lebih dari satu orang.
Aku berangkat tanpa mampir ke pangkalan lalu menemukan 3 penumpang wanita yang tampak glamor.
Mereka sepertinya bukan dari kalangan rendah. Kenapa orang-orang seperti mereka ingin naik angkot.
"Kami mau ke gedung susu. Injak gas nya secepat mungkin kami tidak ingin terlambat. Kalau terlambat kami tidak mau bayar sepeser pun! Dan kenapa tempatnya bau muntah seperti ini?"
Kemarin ada anak kecil demam yang muntah di belakang. Aku memang sudah mencucinya tapi aromanya belum juga hilang. Untung saya aku sudah memasang pengharum ruangan di setiap sudut.
"Maaf mba, kemarin ada anak kecil yang muntah di ujung sana." ucapku merasa tidak enak.
"Ihh...!!! Harusnya angkotnya di cuci dong!!" Bentak wanita lainnya.
Ketiga wanita itu sempat ragu ingin naik angkotku, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk tetap naik.
Perjalanan ke gedung susu yang mereka maksud cukup jauh.
Perlahan aroma pengharum ruanganku digantikan oleh aroma farfum yang mereka kenakan.
Para wanita ini sangat sensitif.
Setiap kali aku melihat ke cermin salah satu dari mereka pasti menuduhku melirik mereka.
"Eh mas! Matanya jangan jelalatan ya!"
"Saya enggak melihat mbak kok." Dalihku.
Tapi harus ku akui pakaian yang mereka kenakan itu memang dapat membuat siapapun salah fokus. Terutama di bagian paha yang tidak tertutupi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Aldo Marvel
tahu ae aku min ae km tuh urng mana jdi sumangat ae
2024-01-31
0
Theafterworld
semoga ya kak 😁
2023-08-27
0
Edi Porwanto
pembaca baru...moga bagus alur nya..,
2023-08-25
0