"Kalau soal memilih buah saya jagonya mbak."
Aku mulai dengan mendekatkan buah ke hidung. Hidung super ini bisa mencium menembus kulit buah bahkan mengidentifikasi setiap benda lain yang ada di dalamnya.
Kalau penciumanku tidak salah ada besi di dalam melon yang berada di tangan kiriku. Mungkin itu paku atau semacamnya. Besi kecil yang muat dimasukkan lewat lubang.
"Menurut penciuman saya keduanya sama saja bu. Tidak ada yang lebih segar. Tapi melon yang ini sepertinya disusupi paku atau benda lainnya yang terbuat dari besi."
Mbak Melinda bertepuk tangan.
"Benar...!. Keduanya memang sama-sama tidak segar. Tapi saya tidak tahu di dalamnya ada besi atau tidak?."
"Mas Hasan belajar trik memilih buah dari mana?."
Aku berjalan mundur saat mbak Melinda mendekatiku.
"Saya tidak belajar apa-apa mbak. Tiba-tiba saja indera penciuman saya meningkat tajam setelah kecelakaan lalu lintas hari itu."
Mbak Melinda terdiam, aku tidak tahu apa yang salah dari kata-kataku.
Lalu mbak Melinda menyuruhku membelah melon yang tadi berisi besi.
Dengan rasa penasaran yang tinggi aku memotong di bagian yang paling mendekati asal aroma besinya, dan Boom! Sebuah paku berkarat entah bagaimana bisa masuk ke dalam melon kami.
Penemuan ini mirip seperti penemuan ulat buah dalam pai apel kawanku.
"Ternyata kamu bisa sulap. Kalau begitu sekarang kamu ikut saya."
"Bagaimana dengan pekerjaan saya disini?."
"Kamu bisa mengerjakannya nanti, ada hal yang lebih penting untuk kamu kerjakan."
Aku sedikit takut saat mbak Melinda membawaku ke suatu tempat dengan mobilnya. Aku hanya bisa berharap tidak ada hal buruk yang terjadi setelah ini.
Mungkin karena aku masih trauma dengan kecelakaan tempo hari, kakiku jadi gemetar.
"Astaga ini benar-benar buruk. Berhenti gemetar kaki!."
Mbak Melinda yang ada di kursi supir tertawa mendengar ucapanku.
Mobil berhenti di depan sebuah gedung yang cukup besar.
Imajinasiku bermain. Bisa saja mbak Melinda terkesima dengan kemampuanku lalu mengajakku bekerja sebagai penguji kesegaran buah buahan atau apapun itu.
Namun ternyata aku salah. Mbak Melinda membawaku menemui seorang dokter ahli anatomi manusia.
"Apa mbak Melinda sedang sakit?." Tanyaku.
Mbak Melinda tidak menjawab, dia mengajukan beberapa pertanyaan serius.
"Tadi mas bilang indera penciuman mas menajam setelah kecelakaan kan?."
"Iya."
"Apa mas merasakan gejala seperti sakit di area tertentu?."
"Tidak. Ada sih tapi itu berasal dari tulang saya yang pasca di operasi."
"Silahkan duduk disini mas." Kata seorang pria yang tidak lain adalah dokter anatomi tubuh.
Aku tahu dia seorang dokter karena pakaiannya dan banyaknya model anatomi manusia di ruangan itu. Setidaknya aku melihat 8 patung anatomi dengan kondisi yang berbeda-beda seperti dirusak dengan sengaja.
Patung anatomi yang sengaja dirusak itu terlihat agak horror.
"Bisa jelaskan kenapa kita disini mbak?." Tanyaku dengan sedikit meninggikan nada suara.
Mbak Melinda mendekatkan wajahnya padaku, membuatku menyisir dinding untuk menjauhinya.
Aku bertanya sekali lagi. "Apa penajaman indera penciuman saya akan berdampak buruk sampai anda membawa saya ke dokter?. Kenapa anda segitu perhatiannya pada saya?."
Mbak Melinda menyilangkan tangannya.
"Saya memang peduli pada kesehatan pekerja. Apa mas tidak pernah ngobrol dengan petani lainnya?."
Aku menggeleng.
"Kenapa?."
"Sepertinya mereka membenci saya karena di khususkan oleh mbak Melinda. Saya yakin akan hal itu karena mereka selalu menghindar saat saya ajak bicara. Anehnya mereka tetap bersikap begitu meskipun sudah tahu tentang kondisi saya yang tidak bisa bekerja berat."
Mbak Melinda memegang bahuku, lalu mengucapkan kata-kata motivasi dengan tatapan yang berapi-api.
"Apapun yang terjadi jangan menyerah, dan jangan pernah membalas perlakuan mereka. Percayalah pada saya, mereka juga sama seperti mas. Mengalami kecelakaan yang merenggut sesuatu yang berharga dan kehilangan pekerjaan. Saya mengumpulkan orang-orang seperti itu di kebun saya bukan karena kasihan. Tapi karena orang-orang seperti mas biasa memiliki semangat yang luar biasa untuk bangkit lagi. Karena itulah mas Hasan jangan sampai menyerah."
Itu kata-kata yang indah dan spontanitas yang bagus. Tidak heran dia begitu disenangi oleh para petani buah.
"Cepat duduk." Kata si dokter tegas.
Mbak Melinda menunggu di luar sementara aku menjalani pemeriksaan.
Tidak ada alasan bagi pria 30 tahun untuk takut pada pemeriksaan.
"Jangan takut ya mas. Ini cuma pemeriksaan rongga hidung dan sedikit x-ray."
"X-ray? Apa itu dok?."
"Mas tidak tahu x-ray!, wah keterlaluan. Itu alat yang pasti ada di rumah sakit."
Aku membalas ucapan sang dokter dengan mengatakan aku tidak pernah pergi ke rumah sakit dan aku tidak mengenal sakit.
"Jangan berkata seperti itu. Baru saja mas mengalami kecelakaan kan?."
"Ehh! Darimana dokter tahu?."
Si dokter berdiri di balik sebuah alat yang mirip komputer dan monitor. Alat itulah x-ray yang dia maksud.
"Astaga, tulang rusuk mas... Sudahlah, tidak perlu dibahas."
Entah apa yang dilihatnya sehingga buru-buru mengganti topik pembicaraan.
"Jadi saya mau diapakan dok?."
"Cuma pemeriksaan sel olfaktori kemudian pemeriksaan x-ray. Mari kita lihat ada apa di hidung bapak sampai bisa menemukan logam yang terselip di dalam buah. Saya juga penasaran bagaimana paku bisa menancap ke dalam buah tapi itu tidak penting sekarang." Kata dokter sambil memeriksa hidungku.
"Bagi dokter memang tidak penting. Kalau buah itu sampai ke tangan pembeli dan pakunya ditemukan kami bisa dituntun." Ucapku.
Setelah puas mengutak atik hidungku, si dokter lanjut melakukan pemeriksaan x-ray. Pemeriksaan satu ini cukup lama dan menguras tenaga. Pasalnya aku tidak diizinkan bergerak selama 5 menit dan harus menahan wajahku.
Setelah semua prosedur yang entah legal atau tidak itu selesai, kami melakukan sesi tanya jawab.
"Pak Hasan, berapa banyak ikan berlemak yang bapak makan setiap hari?."
"Saya makan ikan pindang sebulan sekali, setiap gajian saya membelinya. Jadi bulan ini saya belum makan ikan sama sekali."
Reaksi si dokter nampak serius.
"Lalu apakah anda bekerja di tempat yang banyak asap kendaraannya?."
"Iya, sebelumnya saya bekerja sebagai sopir angkot."
Ekspresi si dokter makin serius. Sebenarnya apa maksud pertanyaan ini.
"Seberapa sering anda mengkomsumsi sayuran berdaun hijau gelap seperti bayam, sawi lalu sayuran sehat lainnya seperti kacang-kacangan?."
"Saya sering makan sawi. Kebetulan sawi tumbuh subur di belakang rumah saya."
Ekspresi si dokter berubah senang. Aku masih tidak paham apa maksud ekspresinya itu.
"Bapak pernah merokok?."
"Dulu pernah. Tapi sejak 5 tahun terakhir saya tidak pernah lagi menghisap rokok."
Tap!
Si dokter menutup rapat buku catatan yang dipegangnya.
"Dokter, gedung ini bukan rumah sakit kan?." Tanyaku.
Aku memperhatikan reaksi sang dokter, dia nampak bingung dengan ucapanku.
"Jangan bingung begitu dokter. Saya hanya menerka nerka, soalnya disini tidak tercium bau alkohol dan obat obatan yang khas seperti rumah sakit pada umumnya."
Si dokter pun memberitahukan hasil pemeriksaan.
"Saya tidak menemukan keanehan pada tubuh bapak. Ini sangat tidak masuk akal. Umumnya manusia bisa mencium sampai 10.000 aroma. Mari kita mulai tes terakhir menggunakan pena dan penutup mata!."
Aku mengikuti saja kehendak dokter muda yang bersemangat ini. Kapan lagi bisa mendapat pemeriksaan gratis.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments