Aku tidak bisa bohong selama perjalanan aku merasa rileks karena wangi farfum mereka. Aku ingin bertanya dimana mereka membelinya tapi takut dimarahi.
Akhirnya saat sampai di gedung susu, saat mereka bayar ongkos aku beranikan bertanya.
"Ngomong-ngomong dari tadi saya mencium wangi farfum yang apel. Anda beli dimana farfum apel itu?."
Tapi mereka malah mengabaikanku. Mungkin aku nya yang banyak tanya.
Aku kembali memegang setir bau harum para wanita itu masih menempel di angkot ku.
"Farfum sebagus itu pasti dijual di toko branded. Wanginya luar biasa begini, bahkan perutku rasanya mau kenyang hanya karena mencium aroma apelnya."
- pergantian narator -
Tiba-tiba dari arah samping datang sebuah minibus berkecepatan tinggi yang menabrak bagian belakang angkot Hasan.
Sialnya saat minibus itu menabrak angkot jadi terdorong ke arah kiri dan menabrak sebuah pembatas jalan.
Kecelakaan mengerikan itu terjadi begitu cepat. Terlihat bagian depan angkot Hasan hancur.
Pengendala di sekitar lokasi menghentikan perjalanan mereka, saling bahu membahu menolong sopir angkot malang yang terjepit di kursi supir. Sementara Minibus yang menabraknya melarikan diri dari lokasi.
Hasan dilarikan ke rumah sakit. Dokter mendiagnosis dia mengalami geger otak ringan, dan patah tulang rusuk dan tulang leher.
Orang-orang yang membantu mengevakuasi Hasan ke rumah sakit bersedia mencari alamat rumah Hasan guna memberitahu keluarganya.
***
Tok tok tok tok
"Permisi... Apa benar ini rumah pak Hasan?."
Mendengar ada tamu ibu Hasan dengan bersusah payah bangun dari ranjang dan meraba raba tembok sampai ke pintu depan.
Karena buta dia beliau jadi tidak bisa menatap lawan bicara. Kondisi mata si ibu juga langsung disadari oleh mereka.
"Iya, ini rumah pak Hasan. Ada apa bapak-bapak mencari anak saya?."
"Begini bu, ibu yang tabah ya. Anak ibu, pak Hasan mengalami kecelakaan dan beliau akan segera dioperasi sekarang."
Mendengar berita itu si ibu menangis sejadi jadinya tapi hanya air mata yang keluar tanpa ada suara. Sang ibu memberitahu ayah kejadian yang menimpa putra mereka. Keduanya pun bergegas pergi ke rumah sakit dengan diantar oleh kedua orang baik tadi.
Tangis sang ayah pecah melihat kondisi anaknya yang begitu memprihatinkan. Terdapat benjolan dan cekungan di tubuh anaknya yang menandakan tulang rusuknya berantakan di dalam. Lehernya Hasan bengkok ke bahu kiri karena tulang lehernya patah.
Dokter menyarankan untuk segera melakukan tindakan operasi. Jika tidak dikhawatirkan nyawa pasien akan terancam. Secara harusnya pasien tidak lumpuh total.
Sang ayah yang tidak mau tulang punggung keluarganya berakhir cacat pun setuju untuk mengoperasi Hasan.
Hari itu juga operasi dilakukan.
"Jangan sedih bu. Soal biaya kita bisa menjual tanah satu-satunya itu. Ayah rasa inilah saatnya kita meninggalkan rumah kecil itu. Lalu selanjutnya terserah kita mau tinggal dimana."
"Ibu tidak masalah tinggal di kolong jembatan. Jual saja tanah itu, yang terpenting sekarang adalah keselamatan Hasan dan masa depannya. Dia tidak boleh jadi cacat seperti kita." Ucap sang ibu diiringi isak tangis.
Dokter yang mengoperasi Hasan merasa sedih saat melihat kondisi tulang rusuknya yang telah berantakan seperti tulang ikan yang berserakan. Dengan kondisi seperti itu mustahil Hasan bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Bahkan duduk dan berbaring pun akan terasa sangat sakit mulai saat ini.
Operasi itu sukses. Dengan teknologi medis yang berkembang pesat dokter berhasil menyambungkan kembali tulang rusuk Hasan yang remuk. Tapi lem itu tidak akan bisa menahan selamanya. Jika Hasan terlalu banyak beraktifitas atau terkena pukulan di dadanya, walaupun kecil tetap ada kemungkinan lemnya akan lepas. Karena itulah dokter meminta pada ayah dan ibu menjaga Hasan dari pekerjaan pekerjaan berat apalagi yang memerlukan fisik kuat seperti kuli dan semacamnya. Hasan juga dilarang bekerja sebagai supir lagi karena alasan barusan.
Beberapa hari kemudian...
Hasan akhirnya sadar, dengan segala rasa lemah di tubuhnya.
Badannya terasa kaku dan lehernya terasa lemah, dia ingat tabrakan mengerikan yang dialami.
"Aku masih bisa menciumnya, bau farfum itu..." Gumam Hasan dikala ada hal lebih penting untuk ditanyakan.
"Pak, anda di ruang rawat rumah sakit. Bapak mengalami kecelakaan beruntun tempo hari, beruntung bapak dapat diselamatkan lewat jalur operasi."
Hasan sudah tahu dirinya berada di rumah sakit. Sudah tahu juga kalau dirawat inap selama beberapa hari. Dia tahu karena dia bisa mencium bau bius dan darah.
Hasan membuka tirai di sampingnya dan terlihatlah seorang pria tanpa kaki dengan perban di sekujur tubuhnya.
Bau darah itu berasal dari pria ini.
"Suster, laki-laki itu kenapa?." Tanya Hasan.
"Beliau mengalami kecelakaan pesawat. Pesawat yang beliau tumpangi menabrak menara pengawas dan jauh. Kaki beliau diamputasi karena patah." Terang sang suster.
"Tabrakan ya?. Apa sekarang sedang musim tabrakan?. Apakah ada keluarga yang menjenguk saya?." Tanya Hasan lagi.
"Ada bapak dan ibu anda. Mereka sedang menunggu di bawah."
"Kenapa ayah dan ibuku di bawah?."
Di lantai satu rumah sakit. Ayah dan Ibu Hasan berurusan dengan pembayaran rumah sakit. Setelah menjual tanah dan rumah mereka berhasil membayar sekitar 40% dari biaya total rumah sakit.
Mereka tidak bisa memberikan semua uang hasil penjualan tanah karena uang itu juga dibutuhkan untuk modal usaha.
"Tolong berikan kami waktu mbak. Mbak sudah lihat kami bayar 40 persennya kan?. Kami tidak akan kabur dari kewajiban ini." Terang ayahnya Hasan kepada staf administrasi rumah sakit.
"Maaf pak, saya cuma menjalankan tugas sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Kalau bapak dan ibu terkendali masalah pembayaran, bapak dan ibu bisa menghubungi saya lewat jalur belakang."
Ayah dan ibu tidak mengerti maksud sang administrator. Setidaknya sebelum mereka mendapatkan nomor si staf dan menyuruh mereka jadi pembantu di rumahnya.
"Anda membuka rowongan kerja untuk pria dan wanita disabilitas?." Tanya ayah Hasan dengan polosnya.
"Bukan untuk anda. Tapi untuk pak Hasan. Dengan kondisi seperti itu beliau mungkin masih bisa menyapu lantai dan menyiram tanaman. Tentu saja kalau bapak dan ibu mengizinkan dia bekerja di rumah saya."
"Kami mau...! Untuk melunasi biaya rumah sakit ini, apapun itu, asalkan pekerjaannya halal akan anak kami lakukan."
Hasan ada disana saat kedua orang tuanya menjadikannya pembantu rumah tangga. Sampai saat ini Hasan masih tidak tahu bagaimana kondisi tubuhnya sebenarnya, dan kondisi tulang rusuknya yang tercerai berai.
"Ayah ibu,"
Pasangan tua itu menoleh kepada anak mereka.
"Terima kasih sudah datang." Hasan menyambungkan kata-katanya.
"Kamu ini, kenapa tiba-tiba bangun?. Harusnya kamu tidur saja di ranjang. Jantung ibu hampir copot pas dengar kamu tertimpa musibah."
Hasan masih bisa tertawa. Apalagi yang bisa dia syukuri saat ini.
Takut biaya rumah sakit semakin membengkak Hasan pun terpaksa pulang hari ini. Dan disinilah masalahnya mereka tidak lagi memiliki rumah.
Sang ayah menyewa sebuah kontrakan kecil untuk mereka tinggali. Dan dengan dana yang tersisa saat ini mereka setidaknya bisa bertahan di rumah itu selama 5 - 10 bulan.
"Jangan dimasukkan ke hati soal rumah itu nak. Memang sudah saatnya kita pindah." Ucap si ayah yang melihat wajah kusut anaknya.
Rumah kecil itu tidak memiliki perabotan apapun, hanya ada 3 buah kasur tipis, magic jar, dan dispenser.
Hasan merasa sedih dengan keadaan ini. Terlebih lagi mulai hari ini dia berganti profesi menjadi pembantu.
Sang ayah membeli nasi bungkus murah lewat saat dalam perjalanan pulang dari rumah sakit.
Kursi roda tua yang Hasan belikan 6 tahun lalu masih beliau gunakan hingga hari ini.
Sementara sang ibu berjalan menggunakan tongkat untuk mencegahnya menabrak sesuatu saat berjalan di luar rumah.
Setelah makan Hasan bertanya kepada ibu dan ayahnya sebuah pertanyaan yang penting.
"Apa aku ini anak yang tidak berguna?."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
jack
org Banjar ya thor?
2023-06-23
0