Drama hidup Mutiara

Drama hidup Mutiara

Konser

Suara musik menggema sampai ke udara, para penonton dimanjakan oleh suara penyanyi yang sangat merdu, konser bertajuk lima puluh satu tahun kerajaan cinta spesial diselenggarakan khusus untuk karya pribadi milik musisi terkenal Ahmad Dhani. Ia telah menciptakan ratusan karya yang menghiasi belantika musik Indonesia. Ia pun telah menggandeng artis pop Indonesia.

Mutia baru pertama kalinya menonton sebuah konser, selama ini ia hanya berkutat di meja belajar sampai ke meja kerja. Mutia gigih dalam belajar untuk mendapatkan beasiswa dan kini berhasil bekerja di sebuah perusahaan garmen terbesar di Jakarta.

Seharusnya malam ini ia membawa Dirga bersamanya menikmati alunan musik karya Ahmad Dhani, karena Dirga sangat menyukai lagu-lagunya.

Dirga beralasan keluar kota bersama kedua orang tuanya, Mutia sempat mengajak Lala untuk menemaninya, lagi-lagi tiket itu di tolak, Lala beralasan kalau ia sedang kurang enak badan, sayang sekali tiket yang ia beli dengan harga fantastis tidak ada yang punya.

Alunan musik semakin membuat orang mulai bergoyang, bahkan para penikmat musik mulai ikut bersenandung, tubuh Mutia pun jadi ikut bergoyang mengikuti irama musik, tangannya ikut melambai ke kanan dan ke kiri seperti penonton yang lain. Mata Mutia tak lepas memandang kagum sosok Ahmad Dhani di atas panggung, pandangannya berpindah menatap penonton yang tiba-tiba bersuara sumbang tapi nekat bernyanyi membuat Muti menyeringai sebal.

Mutia kembali memandang kearah penyanyi yang sedang berduet dengan Lesti kejora. Entah kenapa pandangan Mutia berselancar kearah kanan yang penontonnya bersuara lebih keras, Mutia menangkap sosok pria yang menggandeng mesra seorang wanita.

“Dirga.”

Orang yang mengaku sedang keluar kota malah sedang berada di tengah lautan manusia di dekatnya. Mulut Mutia sudah merapal umpatan sembari kedua tangan mengepal karena kesal, Mutia menerobos orang-orang untuk mendekati Dirga.

Tapi, langkahnya terhenti ketika melihat wanita yang di rangkulnya adalah Lala, teman satu kantor dan kosannya. Wanita yang menjodohkannya dengan Dirga, wanita yang sudah ia anggap teman baiknya selama ini.

Mata Mutia seketika memanas hatinya terasa nyeri seperti ribuan jarum menusuk, Dirga mengecup mesra bibir Lala bahkan mereka tidak peduli jika melakukannya di depan umum, Mutia tak dapat lagi melangkahkan kaki untuk mendekati mereka, justru Mutia berbalik arah meninggalkan konser.

Bagaimana bisa mereka di tempat yang sama bahkan saling ******* bibir, sejak kapan mereka berhubungan di belakangnya, tidak mungkin mereka tidak menjalin kasih, apa lagi mereka berdua sudah berani bermesraan seperti tadi.

Sepanjang perjalanan pulang Mutia terus menangis, berkali-kali sopir taksi meliriknya lewat kaca spion tengah. Mutia merasa sakit hati, dirinya seperti di cabik-cabik karena dikhianati oleh kekasih sekaligus temannya.

“Pak, saya turun di sini saja,” ucap Mutia sembari sesenggukan.

“Tapi, tujuan Neng masih jauh, kan?” Sopir mengurangi kecepatan mobilnya dan berhenti di jalur kiri.

“Tidak apa, Pak. Saya mau cari angin dulu.” Mutia melihat argo yang tertera di dasbor mobil dengan terisak.

“Tapi, Neng. Jalan ini sepi, loh. Bahaya, kan.”

“Tidak apa-apa, Pak. Taman ini ada security-nya, tuh di pojokkan sana.” Mutia menunjuk ke arah pos, ada security dan beberapa pedagang kaki lima yang masih berjualan di daerah taman tak jauh dari kosan-nya.

Mutia memberikan dua lembar seratus ribuan. “Kembaliannya buat bapak saja,” ucap Mutia yang kemudian keluar dari taksi.

“Terima kasih, Neng.”

Mutia berjalan mendekati ayunan dan mulai duduk sambil berayun, sedangkan sopir taksi tersebut justru mendatangi security di empat yang ditunjuk Mutia tadi.

“Pak, maaf. Tolong titip anak gadis itu.” Tunjuk sopir taksi ke arah Mutia. “Dia penumpang saya barusan, sepertinya dia mengalami putus cinta, saya khawatir dia berniat buruk di situ.”

“Maksudnya bapak bunuh diri?”

“Ya, mungkin saja, kan?”

“Tapi, bapak yakin dia manusia? Lihat jam menunjukkan pukul dua belas malam.”

“Hehehe saya yakin, Pak. Tadi kakinya napak kok ke jalan,” ucap sopir taksi sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Sedangkan orang yang di bicarakannya justru sedang menangis tergugu meratapi kisah cintanya, matanya sudah sembab karena terlalu lama menangis. Ponselnya mendapatkan panggilan dari Maria, nama yang tertera di ponsel pintarnya, Mutia menggeser tombol berwarna hijau.

“Halo!” Suara di seberang sana berhasil menerobos gendang telinga Mutia.

“Ya, Bunda.”

“Kamu di mana? Tadi Bunda datang ke kosan kamu. Tapi, kamu tidak ada.”

“Maaf, Bunda. Mutia lembur.”

“Baguslah, jangan lupa kirim uangnya untuk bapakmu berobat.”

“Iya, Bunda.”

“Besok lusa sempatkan pulang, perusahaan bapakmu bekerja akan merayakan ulang tahun dan mereka mengundang satu keluarga kita. Dandan yang rapi ke salon bila perlu, muka kucelmu itu tolonglah di rapikan jangan bikin malu bapakmu, ingat kamu itu perempuan apa lagi tubuh bulatmu itu mirip babi.”

“Iya, Bunda.” Panggilan terputus dari Maria. Mutia menarik napas dan membuangnya kasar, ibu tirinya itu selalu saja menghina dirinya.

Mutia akhirnya memilih kembali pulang ke kosan-nya, dia berjalan melewati security yang sejak tadi memperhatikannya dari jauh.

Sebuah motor sport terparkir di halaman kosan, motor berwarna hitam itu milik Dirga. Hati Mutia kembali nyeri ketika mengingat Dirga dan Lala saling berciuman di konser tadi, matanya mulai memanas kembali ingin rasanya ia menampar kedua orang itu. Mutia segera masuk ke dalam dan melihat mereka sedang bicara di antara anak tangga.

“Loh, itu Mutia,” ucap Lala.

“Sayang, kamu dari mana? Aku menunggumu sejak tadi.”

[Sayang! Sejak tadi! Gundulmu. Sejak kapan, dua jam lalu aku melihat kalian bermesraan] dalam hati Mutia mengoceh kesal.

“Aku bawakan roti kesukaanmu, maaf aku tidak bisa menonton konser bersamamu,” ucap Dirga membawa Mutia duduk di ruang tamu sedangkan Lala naik ke atas. “Kamu dari mana? Kenapa matamu? Habis menangis?”

“Aku dari rumah.” Bohong Mutia. “Tidak apa-apa, ada masalah dengan keluargaku.”

“Benarkah?” Mutia mengangguk. “Baiklah kalau begitu kamu beristirahatlah, aku juga capek mau pulang, besok aku akan kembali lagi, oke!”

Mutia malas berdebat malam ini. Kalaupun ia mengamuk pasti lelah hati dan tubuhnya akan membuatnya kalah, ia akan mencoba mencari waktu yang tepat untuk melawan kedua manusia brengsek itu.

“Ya, pulanglah.” Mutia berdiri dan meninggalkan Dirga yang kebingungan melihat Mutia terlalu cuek padanya.

“Hey, sayang! Apa tidak ada pelukan seperti biasanya?”

“Maaf Dirga, aku berkeringat dan bau, kamu akan tertular virus,” ucap Mutia berhenti di tengah tangga dan kembali melanjutkan langkahnya naik.

Dirga merasa kecewa, tidak biasanya pacar gempalnya itu mengacuhkan dirinya. “Ada apa dengannya? Aneh.” Dirga yang menatap Mutia menghilang dari pandangannya.

Terpopuler

Comments

Neng zahra

Neng zahra

mampir bentar 😁

2023-08-11

0

pєkαᴰᴼᴺᴳ

pєkαᴰᴼᴺᴳ

Mutia mungkin cemburu &kesal
wajar saja kalau sikapnya seperti itu

2023-08-02

0

🕊️⃝ᥴͨᏼᷛMurni𝐀⃝🥀㊍㊍🍁

🕊️⃝ᥴͨᏼᷛMurni𝐀⃝🥀㊍㊍🍁

kasihan banget dirimu Mutia udah diselingkuhin pacar dengan sahabatmu sendiri eeeh ibu tiri selalu minta uang dan mencaci maki dirimu pula🙉🏃🏃🏃🏃

2023-07-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!