Sial sekali nasibmu

Hari sudah menjelang senja, Mutia masih berkeliaran di luar rumah, kepalanya masih sakit karena Lala menarik rambutnya dengan kuat.

Mutia berjalan dengan gontai memasuki halaman rumahnya, suara mobil datang dari arah belakang Mutia, sepertinya Devi baru saja kembali dari salon, terlihat dari makeup dan tatanan rambutnya. Devi turun dari mobil dan menatap sinis ke arah Mutia.

"Astaga, si babi ini, cih." Devi melewati Mutia.

Mutia memutar bola matanya, apa sih orang itu? Seenaknya memanggil dirinya dengan sebutan babi, sebelas dua belas dengan ibunya. Menyamakan Mutia dengan babi, dahulu saat Mutia tidak sebesar sekarang kata jelangkung selalu keluar dari mulut mereka.

"Astaga Mutia! Sebentar lagi papah akan menjemput kita. Tapi, lihat dirimu!" Teriak Maria ketika Mutia masuk ke dalam rumah.

"Sudahlah, Bunda. Mau mandi atau tidak mandi dia akan tetap seperti babi," ucap Devi seraya duduk di sofa dengan tangan berlipat di dada.

Mutia segera masuk dan menuju kamar mandi, ia tidak mau terus menerus membiarkan telinganya mendapatkan hujatan dari kedua orang itu.

Pesta ulang tahun perusahaan serta mengumumkan pertunangan putra dari pemilik perusahaan Hendra bekerja, pesta yang dimeriahkan disebuah hotel bintang lima. Dekorasi yang sangat indah nuansa putih dan biru muda serta bunga mawar merah yang menghiasi panggung.

Beberapa jam setelah pesta, tiba-tiba Mutia di tarik Maria dan Devi ke toilet wanita, diikuti seorang pria bertubuh tinggi dan tegap yang sejak tadi berdiri di dekat mereka. Sedangkan Hendra sedang mengobrol dengan kawan-kawannya di ruangan terpisah.

"Bunda, jangan Bun. Mutia mohon." Wajah Mutia tampak kebingungan ketika Devi memegang erat kedua tangan Mutia dan menahannya cukup kuat, Mutia sudah berusaha memberontak tapi tidak berhasil. Sungguh pertarungan yang tidak seimbang dua lawan satu.

"Sudah cepat Bun, om Irwan sudah menunggu," oceh Devi. Mutia heran ada apa dengan om Irwan.

"Ayo cepat!" Maria menekan kedua pipi Mutia dengan tangan hingga mulutnya terbuka, meneteskan cairan dari botol berwarna biru ke dalam mulutnya. Maria juga memberikan minuman beralkohol secara paksa supaya cairan itu tertelan sepenuhnya, kemudian mendorong tubuh Mutia ke lantai.

"Ayo, Bunda. Nanti papah curiga." Devi menarik Maria keluar dari toilet.

Mutia melihat pria yang tadi mengikutinya berdiri di luar pintu toilet yang kini sedang berbicara dengan Maria.

"Kau bisa mengambilnya sekarang." Pria itu mengangguk.

Mutia takut dengan kalimat Maria, Mutia memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut agar cairan tadi dapat keluar dari mulutnya.

"Apa yang Bunda berikan kepadaku. Oek, oek." Sayangnya cairan itu tidak juga keluar.

Pintu toilet didorong kasar membuat Mutia terkejut, pria itu masuk dan menarik paksa Mutia.

"Lepasin, kurang ajar!"

Pria itu membekap mulut Mutia dengan sebuah sapu tangan, baunya sangat menyengat hingga kepala Mutia terasa pusing dan penglihatannya mulai buram dan akhirnya Mutia tak sadarkan diri.

Seorang wanita diduga tamu hotel masuk ke dalam toilet dan terkejut melihat pria menggendong tubuh seorang gadis.

"Kenapa dia?"

"Istri saya pingsan," ucap pria bertubuh tegap tersebut. Tamu hotel tak curiga.

Mutia di bawa ke dalam sebuah kamar yang berada di hotel tersebut, kemudian pria itu menghubungi seseorang.

"Dia sudah berada di kamar anda," ucapnya. Kemudian menutup panggilan telpon. "Sial sekali nasibmu." Memandang wajah Mutia yang terpejam.

Tak lama kemudian, masuk pria bertubuh gempal yang tertawa terbahak melihat Mutia tertidur di ranjang. Tapi, kemudian matanya menyipit heran.

"Kenapa tubuhnya membengkak? Apa wanita sundal itu salah membawa putrinya."

"Sepertinya tidak, Tuan. Tapi, memang tubuhnya sudah besar seperti itu setelah tiga bulan lamanya."

"Kamu yakin?"

"Saya yakin tuan, karena wajahnya persis sama."

Pria yang bernama Irwan itu memperhatikan Mutia dengan seksama.

"Bagus, kau boleh pergi, dan berikan uang kepada Maria sejumlah yang sudah aku janjikan padanya."

"Baik, Tuan."

Pria gempal tertawa lagi seraya membuka semua pakaiannya dan mulai menjamah tubuh Mutia dari atas sampai bawah.

"Sayang, bangunlah. Tidak seru jika kamu tertidur," ucapnya dengan mencubit pipi Mutia.

Mutia menggeliat seperti orang yang baru saja bangun dari tidur dan Irwan terkekeh melihatnya. Suaranya membuat Mutia tersadar dan melotot ke arah irwan.

"Om irwan!" teriak Mutia kemudian menendang tubuh Irwan sampai terjatuh.

"Sialan!" Irwan bangkit dan menubruk tubuh Mutia di atas ranjang. Mutia masih dalam pengaruh alkohol yang dipaksa masuk ke dalam tubuhnya, sehingga Mutia tidak dapat menguasai tubuhnya dengan benar. Susah payah Mutia mendorong tubuh besar itu.

Tapi, tak ada pergeseran sedikitpun karena tubuhnya yang besar. Irwan menjamah tubuh Mutia dengan brutal, kepalanya dan tubuhnya sakit.

Anehnya meski hatinya menolak tapi tidak dengan tubuhnya, mulutnya meracau penuh kenikmatan seraya menangis.

"Maria tidak berbohong kalau kamu masih perawan."

"Kenapa om melakukan ini padaku?" Mutia terisak.

"Semua salahmu, kenapa kau menolak lamaranku dan justru menghilang. Kamu jangan kuatir, aku akan bertanggung jawab." Irwan membelai wajah Mutia.

"Lepaskan!" Mutia menepis tangan Irwan. Tapi, justru membuat Irwan murka dan menampar pipi Mutia hingga keluar darah dari sudut bibirnya.

Lagi, Irwan menggagahi Mutia dengan paksa. Mutia mencoba melepaskan diri namun gagal, akhirnya Mutia pasrah dengan air mata yang terus mengalir.

Mutia memejamkan mata, entah karena lelah atau karena alkohol yang memabukkan.

Bruk!

"Anak kurang ajar!!" Suara Hendra menggema dalam ruangan.

Mutia yang terkejut hanya menutup tubuhnya dengan seprai.

"Siapa dia!" Teriak Hendra lagi.

Mutia terkejut ketika menengok pria di sampingnya, dia bukanlah Irwan tapi pria lain yang entah siapa. Kepala Mutia yang masih terasa pusing membuatnya sulit bangkit dari ranjang.

"Pah, maafin Mutia." Hendra menepis tangan Mutia dengan kasar. " Semua karena Bunda dan Devi, Pah."

"Enak saja kamu menyalahkan kami!" Protes Maria.

"Bunda menjual aku ke om Irwan, kan. Mengaku saja."

"Anak kurang ajar!" Tamparan mendarat di pipi Mutia. Papahnya memukul Mutia dengan tangan gemetar. "Mutia, papah malu." Tubuh Hendra ambruk di lantai, membuat ketiga wanita yang berada di kamar itu menjerit histeris.

Sedangkan pria yang masih tidur di Samping Mutia sudah mulai bangun.

"Berisik sekali keluargamu."

"Mutia, bantu papamu!" Teriak Devi. Mutia justru ambruk juga di lantai karena tubuhnya nyeri apa lagi pada bagian alat vitalnya.

"Tolong!!" Teriak Maria berlari keluar hotel.

Pria di ranjang bangkit dan merapikan tubuhnya, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Mutia.

"Heh, brengsek kembali!"

Pria itu menoleh dan memberi kiss dengan bibirnya.

Beberapa pria berseragam datang, sepertinya itu pelayan hotel, mereka mengangkat tubuh Hendra menjauhi kamar. Mutia dengan susah payah memakai pakaiannya dan menyusul Hendra.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Bisa kita bunuh mereka sekarang
Aku pengen banget cekek ama penggal mereka dan kugantung di kamar macan

2023-08-22

0

𒁍⃝💜кιαηα🍇

𒁍⃝💜кιαηα🍇

lu kira gelondongan, kaga sadar dirilu juga gempal

2023-07-08

0

𒁍⃝💜кιαηα🍇

𒁍⃝💜кιαηα🍇

sialan 😡

2023-07-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!