Muara Cinta Zalina
"Ketika hidup terasa kabur dan aku tidak percaya bahwa aku hidup tanpamu dan kau diambil dariku. Aku diberitahu bahwa rasa sakitnya akan mereda pada waktunya."
.
.
"Dan aku akan memikirkannya tanpa air mata tapi itu tidak mungkin karena aku harus memilikinya disini, dia adalah duniaku bintang penuntunku."
🍁
🍁
Kriiiingg ... Kriiing ... Kriiing....
"Assalamu'alaikum, halloo."
" ... "
"Iya. Dengan saya sendiri."
" ... "
"Innalillahi ... praaank ... pletakkkk ... " HP yang tadi di genggam dan gelas yg dipegang terjatuh kelantai, Tubuh itu seketika lemas sempoyongan terduduk dilantai dengan air mata meluncur deras setelah mendengar suara dari balik handphone. Masih dengan tergugu, dada yang sesak, air mata yang masih mengucur dengan deras, ia berucap terbata kebingungan sendiri, "Ti - tidak mungkin, itu tidak mungkin, aku pasti salah dengar, pasti ... pasti! ya, aku yakin salah dengar, dia bangkit sambil menghapus air matanya dan ingin memastikannya sendiri. Ia menuju kamar untuk bersiap pergi, sebelum masuk kamar seseorang dari arah pintu luar berlari menghampirinya.
"Zalina ... hiiikksss ... Lin, are you okay? seseorang yang menghampirinya tampak terisak. Tangannya menggantung ingin memeluk seseorang didepannya tapi ragu.
"Rindu, kamu ngapain disini? kenapa menangis?" tanya Zalina. Ya seseorang yang sesaat lalu menerima panggilan telepon dan mendapat berita mengejutkan tersebut adalah Zalina, sahabat dari Rindu.
"Lin ... Kk-kamuu ... K-kamu udah dapat kabar?" tanya Rindu dengan gugup.
"Kabar apa,"ucap Zalina datar.
"M-mas ... m-mas Dewaaa ... (Rindu diam sesaat, menelan ludah, bingung mau meneruskan ucapannya), m_mas Dewa me ning gal Lin," ujar Rindu penuh sesak dan air mata.
"Oo itu ya, barusan ada yang telepon aku ngabarin aku juga. tapi kamu tenang aja Rindu aku yakin kalo aku sedang di prank, wong mas Dewa aja tadi berangkat kerjanya sehat walafiat enggak ada keluhan apapun," jawab Zalina dengan senyuman dan menggenggam kedua tangan Rindu sang sahabat.
"Tapi Lin-" ucapan Rindu dipotong oleh Zalina.
"Udah gak usah dipikirkan, aku akan buktikan ke kantor mas Dewa sekarang aku yakin kalo sekarang mas Dewa pasti lagi briefing sama yang lainnya, dan aku akan kesana sekarang," ucap Zalina sambil berlalu masuk kamar.
"Kalo gitu aku ikut ya Lin, aku mau menemani kamu menemui mas Dewa," ujar Rindu sambil mengikuti langkah Zalina masuk kedalam kamar. Rindu pun berharap berita yang ia dapat dari Nema itu adalah kesalahan.
"Kamu mau ikut aku?" tanya Zalina sambil nunjuk Rindu kemudian nunjuk dirinya sendiri, dengan kening berkerut.
"Iyaa," ucap Rindu dengan anggukan cepat. "Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa disana sendirian Lin," batin Rindu.
.
🍁
🍁
.
"Berpisah antara nyata dan fana, dalam tabir bayang kasih membaja, tersirat doa untukmu disana, semoga tenang disurga kekalnya."
🍁
🍁
Zalina dengan segala rasa yang dia sendiri tidak mengerti entah kelu apa penyebabnya, entah dingin apa musababnya, tidak mengindahkan mata yang menatapnya mulai ia turun dari mobil dan langsung berlari memastikan kekasih hatinya baik-baik saja.
.
.
"Maaf bu, biar kami antar ibu ketempat pak Akbar," ucap seseorang dengan kepala tertunduk yang menggunakan seragam kepolisian.
Zalina seperti tersihir mengikuti langkah pemuda tersebut. ketika berhenti disebuah ruangan, dia seperti langsung tersadar dari kekeliruan.
"Ini bukan ruangan suami saya maaf saya mau keruangan suami saya." Zalina berkata sambil berbalik arah.
"Bapak ada didalam bu ... " ucap pemuda tersebut lirih dan membuat langkah kaki Zalina berhenti melangkah.
Rindu yang melihat Kebingungan dan ketakutan pada wajah Zalina, segera mendekati Zalina dan menyentuh pelan lengan Zalina.
" Zalina, yuk aku temankan kamu kedalam," ujar Rindu.
"Tapi Rindu, aku mau mastiin dulu kalau mas Dewa itu baik-baik aja," jawab Zalina dengan kekeuh nya.
"Zalina, pleaseee!" ucap Rindu menyentuh pundak kanan Zalina dengan menahan tangis.
Akhirnya Rindu berhasil membujuk Zalina untuk masuk kedalam Ruangan yang bertuliskan Unit Kesehatan tersebut.
Ketika handel pintu diputar oleh Rindu, pintu pun terbuka. Semua mata tertuju pada 2 insan yang barusan masuk dan seketika semua didalam ruangan ikut berdiri mematung dan menundukkan kepala. Zalina dan Rindu mendekat kearah brangkar yang diatasnya terdapat tubuh seseorang yang ditutupi kain putih, sekujur tubuh kaku itu telah tertupi kain putih semua.
"Silahkan, Bu," ucap seseorang mempersilahkan Zalina untuk mendekat ke brangkar dan meminta membuka kain tersebut.
Zalina masih dengan kebingungan, ingin bertanya maksud dari ini semua tapi mulutnya pun takut untuk berucap. Lidahnya menjadi kelu, tanpa kata dengan tangan bergetar menjulur mengangkat kain yang menutupi wajah seseorang yang diatas brangkar tesebut.
Air mata yang luruh tanpa henti, tangisan tanpa suara, Zalina membekap mukutnya, menggelengkan kepala dengan rasa tidak percaya. terus menangis tapi tidak bersuara. berusaha berteriak tapi mulutnya terus ia bekap, matanya memerah dengan air mata tak kunjung berhenti.
Tidak ada satu orangpun yang berani bersuara dan mendekat pada Zalina. Seolah ingin memberi ruang untuknya. Rindu yang menyadari kehancuran hati Zalina segera memeluknya. menepuk pelan punggungnya berusaha memberikan kekuatan walaupun itu semua tidak berarti apapun untuk Zalina saat ini. Zalina merintih menangis dipelukan Rindu, dadanya terasa naik turun badannya bergetar.
Rindu tidak dapat melakukan apapun saat ini, dia hanya membiarkan sang sahabat menangis menumpahkan segala rasa sesak di dada sang sahabat. seperkian detik kemudian Rindu menyadari pelukan sang sahabat melemah dan tangisan mereda, Rindu menyadari ada yang tidak beres benar saja, Zalina pingsan dipelukannya.
"Zalina ... Zalina, pleasee ... bangun Lin!, Zalina jangan bikin aku takut Lin, bangun Lin!" Pak tolong teman saya Pak, teriak Rindu pada orang-orang yang berada didalam ruangan tersebut.
Zalina yang tidak sadarkan diri ditangani oleh tenaga kesehatan diruangan tersebut.
.
.
🍁
🍁
"Tanpa salam perpisahan dedaunan gugur berjatuhan, meninggalkan ranting keseorangan. satu lagi kini daun pergi meninggalkan, menyisahkan ranting dengan luka mendalam."
(by:Wesstly johannes)
.
.
Zalina terbangun dari pingsannya merasakan pusing di kepala, mencoba menyesuaikan penerangan yang masuk kedalam celah matanya. perlahan membuka matanya, memijit keningnya yang terasa berdenyut. Dia menatap sekelilingnya dan merasa bingung sendiri. Seingatnya, tadi dia di kantor suaminya dan melihat ... " Alhamdulillah ya allah, ternyata semua itu mimpi," Gumam Zalina.
.
.
Ketika Zalina hendak mencoba bangun dari tidurnya dan hendak duduk, seseorang membuka pintu kamarnya.
"Alhamdulillah kamu udah sadar, Nduk?" Nema mengkhawatirkan kamu sayang, sambil mencium kening Zalina dan membelai pipi Zalina," ucap Nema yang merupakan nenek Zalina.
"Sadar? khawatir?" batin Zalina, Maksud Nema- " Zalina yang ingin bertanya tampak terdiam berusaha fokus mendengarkan suara orang membaca ayat suci Al-Quran berbarengan, suara tersebut tidak satu orang, tapi terdengar ramai orang yang membacanya. "Ddduuuaarrrr!!!, dada Zalina bergemuruh berdentum kuat, air mata kembali luruh, membekap mulutnya, terisak, tapi tak mau mengeluarkan suaranya.
"Zalina, sayang ... kamu yang sabar ya Nak. Ada Nema bersamamu sayang," ucap Nema memeluk sang cucu.
"Nema, mas Dewa, mas Dewa ... enggak mungkin ninggalin aku kan Nema, dia cinta sama aku, dia udah janji sama aku enggak akan bikin aku sedih, jadi dia enggak mungkin ninggalin aku kan Nema, ya kan Nema?" tanya Zalina dalam pelukan Nema dengan deraian air mata.
"Sayang semua yang bernyawa pasti akan pergi, semua yang hidup akan kembali padanya. Dewa tidak meninggalkan kamu Nak, ada di hatimu, hanya saja raganya tidak bersama kita," ucap Nema mencoba menenangkan Zalina. Keluar lah sayang, kuatkan dirimu. Dewa akan sedih melihatmu seperti ini sayang.
Seketika Zalina melepaskan pelukannya terhadap Nema, dia menghapus air matanya mencoba menunjukkan ketegaran dalam dirinya. Zalina melihat penampilannya yang sudah menggunakan gamis hitam dan juga jilbab hitam. Dan semakin yakin kalau semua yang ia dengar saat ini bukan mimpi. Entah kenapa keyakinan itu meruntuhkan jiwanya membuat kosong jiwa, entah sanggup entah tidak kaki nya melangkah keluar kamar.
Zalina turun dari tempat tidurnya melangkah menuju pintu kamarnya. Ketika hendak membuka pintu, Nema memanggilnya. " Nduk yang kuat sayang, yang sabar," ucap Nema sambil meletakkan tasbih diatas telapak tangan Zalina.
Zalina hanya diam dengan raut muka datar. membuka handel pintu berjalan keluar kamarnya. Zalina berjalan menuruni anak tangga satu persatu, banyak pasang mata yang memperhatikan Zalina dengan matanya yang sembab dan mukanya yang pucat. Zalina berjalan pelan dengan tatapan matanya yang tak lepas menatap peti mayat yang ditutupi kain merah putih dan di beri untaian bunga yang terletak di tengah-tengah ruangan.
Zalina duduk disamping peti kemudian memeluk peti tersebut dengan sebelah tangan. Walaupun peti tersebut tidak dapat dipeluk seutuhnya, dia tidak peduli walaupun cuma bisa menyampirkan sebelah tangannya keatas peti tersebut dengan tasbih dijarinya. Tanpa suara atau isakan, tapi air matanya luruh begitu saja, entah apa yang dipikirkan Zalina. Tatapan nya kosong, dia menempelkan sebelah pipinya pada peti tersebut, tiada teriakan, ataupun isakan, yang ada air mata yang terus mengalir tanpa suara.
.
.
🍁
🍁
"Menatap lurus menembus waktu, Membawa hati kedasar perih. Mengingat kisah bersama mu. Membuat diri tertunduk rapuh. Tetesan air membasahi pipi. Bersama luka yang tiada akhir. Teramat sesak mengoyak hati. Terbayang janji beribu ingkar. Pada siapa lagi aku mengadu? pada siapa lagi aku berlindung? dikala kaupun sudah tak mau. Menjadi tempat untuk berpulang. Kau membuatku hilang kendali. Merasuki pikirku tiada henti. Sampai akhirnya aku cinta mati. Hingga perpisahan tidak bisa kupercayai.
(by: Vega Rama Putri Utami)
.
.
Zalina terpekur memeluk nissan yang baru terpasang. Dengan badan yang bersimpuh diatas tanah yang basah. Baru saja pemakaman tersebut selesai dikerjakan, dengan prosesi upacara kemiliteran karena sang suami yang merupakan abdi negara. Zalina terdiam terpekur dengan kesunyian, dia tidak mengindahkan langkah orang orang yang meninggalkan kuburan, dia juga tidak mempedulikan panggilan orang orang yang mengajaknya pulang. Zalina hanya terdiam tanpa suara dengan memeluk erat nisan didepannya.
"Lin, pulang yuk! ingat Kanaya Lin, dia membutuhkan dirimu juga saat ini," ucap Rindu sambil menyentuh pelan bahu Zalina.
"Deg, K-kaanaya ... " ucap Zalina lirih, seperti tersentak mendengar nama kanaya.
"Ya Zalina, ayok kita pulang! pengasuh kanaya menghubungiku mengatakan kalo Kanaya menangis terus, stok ASIP di lemari pendingin nya habis Lin," ucap Rindu sambil membantu Zalina berdiri.
Dengan langkah tertatih dipapah oleh Rindu, Zalina pergi meninggalkan kuburan tersebut. Zalina teringat akan kanaya, sang buah hati dia bersama suami tercinta. tes ... air mata itu pun kembali menetes, tersadar anak cantik imut itu kini sudah tidak ber ayah, anak cantik itu ditinggalkan sebelum bisa memanggil sebutan ayah tersebut, anak cantik itu yang diberi nama Kanaya Anaka Dewanda sudah menjadi anak yatim. air mata Zalina kian menetes, Zalina menghapus kasar pipinya.
Rindu yang duduk disamping Zalina menggenggam jemari Zalina, Zalina sontak melihat kearah Rindu. "Tersenyum dan tegarlah, demi Kanaya," ucap Rindu.
Zalina hanya memandang jauh keluar jendela, Tiba-tiba apa yang dia rasa sekarang seperti mimpi, dia teringat bagaimana awal dia bertemu almarhum suami, yaa ... almarhum, karena sekarang sosok itu sudah pergi selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
Baru baca langsung sedih dan sesek ini dada 😥
Lanjut thor semangat terus dalam berkarya 💪💪💪
2023-10-18
1
Meyginia
❤️❤️❤️
2023-09-11
1
a
baru awal sudah mewek 😢, kasihan kanaya
2023-08-26
0