"Ketika hidup terasa kabur dan aku tidak percaya bahwa aku hidup tanpamu dan kau diambil dariku. Aku diberitahu bahwa rasa sakitnya akan mereda pada waktunya."
.
.
"Dan aku akan memikirkannya tanpa air mata tapi itu tidak mungkin karena aku harus memilikinya disini, dia adalah duniaku bintang penuntunku."
🍁
🍁
Kriiiingg ... Kriiing ... Kriiing....
"Assalamu'alaikum, halloo."
" ... "
"Iya. Dengan saya sendiri."
" ... "
"Innalillahi ... praaank ... pletakkkk ... " HP yang tadi di genggam dan gelas yg dipegang terjatuh kelantai, Tubuh itu seketika lemas sempoyongan terduduk dilantai dengan air mata meluncur deras setelah mendengar suara dari balik handphone. Masih dengan tergugu, dada yang sesak, air mata yang masih mengucur dengan deras, ia berucap terbata kebingungan sendiri, "Ti - tidak mungkin, itu tidak mungkin, aku pasti salah dengar, pasti ... pasti! ya, aku yakin salah dengar, dia bangkit sambil menghapus air matanya dan ingin memastikannya sendiri. Ia menuju kamar untuk bersiap pergi, sebelum masuk kamar seseorang dari arah pintu luar berlari menghampirinya.
"Zalina ... hiiikksss ... Lin, are you okay? seseorang yang menghampirinya tampak terisak. Tangannya menggantung ingin memeluk seseorang didepannya tapi ragu.
"Rindu, kamu ngapain disini? kenapa menangis?" tanya Zalina. Ya seseorang yang sesaat lalu menerima panggilan telepon dan mendapat berita mengejutkan tersebut adalah Zalina, sahabat dari Rindu.
"Lin ... Kk-kamuu ... K-kamu udah dapat kabar?" tanya Rindu dengan gugup.
"Kabar apa,"ucap Zalina datar.
"M-mas ... m-mas Dewaaa ... (Rindu diam sesaat, menelan ludah, bingung mau meneruskan ucapannya), m_mas Dewa me ning gal Lin," ujar Rindu penuh sesak dan air mata.
"Oo itu ya, barusan ada yang telepon aku ngabarin aku juga. tapi kamu tenang aja Rindu aku yakin kalo aku sedang di prank, wong mas Dewa aja tadi berangkat kerjanya sehat walafiat enggak ada keluhan apapun," jawab Zalina dengan senyuman dan menggenggam kedua tangan Rindu sang sahabat.
"Tapi Lin-" ucapan Rindu dipotong oleh Zalina.
"Udah gak usah dipikirkan, aku akan buktikan ke kantor mas Dewa sekarang aku yakin kalo sekarang mas Dewa pasti lagi briefing sama yang lainnya, dan aku akan kesana sekarang," ucap Zalina sambil berlalu masuk kamar.
"Kalo gitu aku ikut ya Lin, aku mau menemani kamu menemui mas Dewa," ujar Rindu sambil mengikuti langkah Zalina masuk kedalam kamar. Rindu pun berharap berita yang ia dapat dari Nema itu adalah kesalahan.
"Kamu mau ikut aku?" tanya Zalina sambil nunjuk Rindu kemudian nunjuk dirinya sendiri, dengan kening berkerut.
"Iyaa," ucap Rindu dengan anggukan cepat. "Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa disana sendirian Lin," batin Rindu.
.
🍁
🍁
.
"Berpisah antara nyata dan fana, dalam tabir bayang kasih membaja, tersirat doa untukmu disana, semoga tenang disurga kekalnya."
🍁
🍁
Zalina dengan segala rasa yang dia sendiri tidak mengerti entah kelu apa penyebabnya, entah dingin apa musababnya, tidak mengindahkan mata yang menatapnya mulai ia turun dari mobil dan langsung berlari memastikan kekasih hatinya baik-baik saja.
.
.
"Maaf bu, biar kami antar ibu ketempat pak Akbar," ucap seseorang dengan kepala tertunduk yang menggunakan seragam kepolisian.
Zalina seperti tersihir mengikuti langkah pemuda tersebut. ketika berhenti disebuah ruangan, dia seperti langsung tersadar dari kekeliruan.
"Ini bukan ruangan suami saya maaf saya mau keruangan suami saya." Zalina berkata sambil berbalik arah.
"Bapak ada didalam bu ... " ucap pemuda tersebut lirih dan membuat langkah kaki Zalina berhenti melangkah.
Rindu yang melihat Kebingungan dan ketakutan pada wajah Zalina, segera mendekati Zalina dan menyentuh pelan lengan Zalina.
" Zalina, yuk aku temankan kamu kedalam," ujar Rindu.
"Tapi Rindu, aku mau mastiin dulu kalau mas Dewa itu baik-baik aja," jawab Zalina dengan kekeuh nya.
"Zalina, pleaseee!" ucap Rindu menyentuh pundak kanan Zalina dengan menahan tangis.
Akhirnya Rindu berhasil membujuk Zalina untuk masuk kedalam Ruangan yang bertuliskan Unit Kesehatan tersebut.
Ketika handel pintu diputar oleh Rindu, pintu pun terbuka. Semua mata tertuju pada 2 insan yang barusan masuk dan seketika semua didalam ruangan ikut berdiri mematung dan menundukkan kepala. Zalina dan Rindu mendekat kearah brangkar yang diatasnya terdapat tubuh seseorang yang ditutupi kain putih, sekujur tubuh kaku itu telah tertupi kain putih semua.
"Silahkan, Bu," ucap seseorang mempersilahkan Zalina untuk mendekat ke brangkar dan meminta membuka kain tersebut.
Zalina masih dengan kebingungan, ingin bertanya maksud dari ini semua tapi mulutnya pun takut untuk berucap. Lidahnya menjadi kelu, tanpa kata dengan tangan bergetar menjulur mengangkat kain yang menutupi wajah seseorang yang diatas brangkar tesebut.
Air mata yang luruh tanpa henti, tangisan tanpa suara, Zalina membekap mukutnya, menggelengkan kepala dengan rasa tidak percaya. terus menangis tapi tidak bersuara. berusaha berteriak tapi mulutnya terus ia bekap, matanya memerah dengan air mata tak kunjung berhenti.
Tidak ada satu orangpun yang berani bersuara dan mendekat pada Zalina. Seolah ingin memberi ruang untuknya. Rindu yang menyadari kehancuran hati Zalina segera memeluknya. menepuk pelan punggungnya berusaha memberikan kekuatan walaupun itu semua tidak berarti apapun untuk Zalina saat ini. Zalina merintih menangis dipelukan Rindu, dadanya terasa naik turun badannya bergetar.
Rindu tidak dapat melakukan apapun saat ini, dia hanya membiarkan sang sahabat menangis menumpahkan segala rasa sesak di dada sang sahabat. seperkian detik kemudian Rindu menyadari pelukan sang sahabat melemah dan tangisan mereda, Rindu menyadari ada yang tidak beres benar saja, Zalina pingsan dipelukannya.
"Zalina ... Zalina, pleasee ... bangun Lin!, Zalina jangan bikin aku takut Lin, bangun Lin!" Pak tolong teman saya Pak, teriak Rindu pada orang-orang yang berada didalam ruangan tersebut.
Zalina yang tidak sadarkan diri ditangani oleh tenaga kesehatan diruangan tersebut.
.
.
🍁
🍁
"Tanpa salam perpisahan dedaunan gugur berjatuhan, meninggalkan ranting keseorangan. satu lagi kini daun pergi meninggalkan, menyisahkan ranting dengan luka mendalam."
(by:Wesstly johannes)
.
.
Zalina terbangun dari pingsannya merasakan pusing di kepala, mencoba menyesuaikan penerangan yang masuk kedalam celah matanya. perlahan membuka matanya, memijit keningnya yang terasa berdenyut. Dia menatap sekelilingnya dan merasa bingung sendiri. Seingatnya, tadi dia di kantor suaminya dan melihat ... " Alhamdulillah ya allah, ternyata semua itu mimpi," Gumam Zalina.
.
.
Ketika Zalina hendak mencoba bangun dari tidurnya dan hendak duduk, seseorang membuka pintu kamarnya.
"Alhamdulillah kamu udah sadar, Nduk?" Nema mengkhawatirkan kamu sayang, sambil mencium kening Zalina dan membelai pipi Zalina," ucap Nema yang merupakan nenek Zalina.
"Sadar? khawatir?" batin Zalina, Maksud Nema- " Zalina yang ingin bertanya tampak terdiam berusaha fokus mendengarkan suara orang membaca ayat suci Al-Quran berbarengan, suara tersebut tidak satu orang, tapi terdengar ramai orang yang membacanya. "Ddduuuaarrrr!!!, dada Zalina bergemuruh berdentum kuat, air mata kembali luruh, membekap mulutnya, terisak, tapi tak mau mengeluarkan suaranya.
"Zalina, sayang ... kamu yang sabar ya Nak. Ada Nema bersamamu sayang," ucap Nema memeluk sang cucu.
"Nema, mas Dewa, mas Dewa ... enggak mungkin ninggalin aku kan Nema, dia cinta sama aku, dia udah janji sama aku enggak akan bikin aku sedih, jadi dia enggak mungkin ninggalin aku kan Nema, ya kan Nema?" tanya Zalina dalam pelukan Nema dengan deraian air mata.
"Sayang semua yang bernyawa pasti akan pergi, semua yang hidup akan kembali padanya. Dewa tidak meninggalkan kamu Nak, ada di hatimu, hanya saja raganya tidak bersama kita," ucap Nema mencoba menenangkan Zalina. Keluar lah sayang, kuatkan dirimu. Dewa akan sedih melihatmu seperti ini sayang.
Seketika Zalina melepaskan pelukannya terhadap Nema, dia menghapus air matanya mencoba menunjukkan ketegaran dalam dirinya. Zalina melihat penampilannya yang sudah menggunakan gamis hitam dan juga jilbab hitam. Dan semakin yakin kalau semua yang ia dengar saat ini bukan mimpi. Entah kenapa keyakinan itu meruntuhkan jiwanya membuat kosong jiwa, entah sanggup entah tidak kaki nya melangkah keluar kamar.
Zalina turun dari tempat tidurnya melangkah menuju pintu kamarnya. Ketika hendak membuka pintu, Nema memanggilnya. " Nduk yang kuat sayang, yang sabar," ucap Nema sambil meletakkan tasbih diatas telapak tangan Zalina.
Zalina hanya diam dengan raut muka datar. membuka handel pintu berjalan keluar kamarnya. Zalina berjalan menuruni anak tangga satu persatu, banyak pasang mata yang memperhatikan Zalina dengan matanya yang sembab dan mukanya yang pucat. Zalina berjalan pelan dengan tatapan matanya yang tak lepas menatap peti mayat yang ditutupi kain merah putih dan di beri untaian bunga yang terletak di tengah-tengah ruangan.
Zalina duduk disamping peti kemudian memeluk peti tersebut dengan sebelah tangan. Walaupun peti tersebut tidak dapat dipeluk seutuhnya, dia tidak peduli walaupun cuma bisa menyampirkan sebelah tangannya keatas peti tersebut dengan tasbih dijarinya. Tanpa suara atau isakan, tapi air matanya luruh begitu saja, entah apa yang dipikirkan Zalina. Tatapan nya kosong, dia menempelkan sebelah pipinya pada peti tersebut, tiada teriakan, ataupun isakan, yang ada air mata yang terus mengalir tanpa suara.
.
.
🍁
🍁
"Menatap lurus menembus waktu, Membawa hati kedasar perih. Mengingat kisah bersama mu. Membuat diri tertunduk rapuh. Tetesan air membasahi pipi. Bersama luka yang tiada akhir. Teramat sesak mengoyak hati. Terbayang janji beribu ingkar. Pada siapa lagi aku mengadu? pada siapa lagi aku berlindung? dikala kaupun sudah tak mau. Menjadi tempat untuk berpulang. Kau membuatku hilang kendali. Merasuki pikirku tiada henti. Sampai akhirnya aku cinta mati. Hingga perpisahan tidak bisa kupercayai.
(by: Vega Rama Putri Utami)
.
.
Zalina terpekur memeluk nissan yang baru terpasang. Dengan badan yang bersimpuh diatas tanah yang basah. Baru saja pemakaman tersebut selesai dikerjakan, dengan prosesi upacara kemiliteran karena sang suami yang merupakan abdi negara. Zalina terdiam terpekur dengan kesunyian, dia tidak mengindahkan langkah orang orang yang meninggalkan kuburan, dia juga tidak mempedulikan panggilan orang orang yang mengajaknya pulang. Zalina hanya terdiam tanpa suara dengan memeluk erat nisan didepannya.
"Lin, pulang yuk! ingat Kanaya Lin, dia membutuhkan dirimu juga saat ini," ucap Rindu sambil menyentuh pelan bahu Zalina.
"Deg, K-kaanaya ... " ucap Zalina lirih, seperti tersentak mendengar nama kanaya.
"Ya Zalina, ayok kita pulang! pengasuh kanaya menghubungiku mengatakan kalo Kanaya menangis terus, stok ASIP di lemari pendingin nya habis Lin," ucap Rindu sambil membantu Zalina berdiri.
Dengan langkah tertatih dipapah oleh Rindu, Zalina pergi meninggalkan kuburan tersebut. Zalina teringat akan kanaya, sang buah hati dia bersama suami tercinta. tes ... air mata itu pun kembali menetes, tersadar anak cantik imut itu kini sudah tidak ber ayah, anak cantik itu ditinggalkan sebelum bisa memanggil sebutan ayah tersebut, anak cantik itu yang diberi nama Kanaya Anaka Dewanda sudah menjadi anak yatim. air mata Zalina kian menetes, Zalina menghapus kasar pipinya.
Rindu yang duduk disamping Zalina menggenggam jemari Zalina, Zalina sontak melihat kearah Rindu. "Tersenyum dan tegarlah, demi Kanaya," ucap Rindu.
Zalina hanya memandang jauh keluar jendela, Tiba-tiba apa yang dia rasa sekarang seperti mimpi, dia teringat bagaimana awal dia bertemu almarhum suami, yaa ... almarhum, karena sekarang sosok itu sudah pergi selamanya.
Awal daripada muara itu....
"Buruan dong Rin kita udah telat tau." ucap Zalina yang berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit.
"Ya, ya Ijal cantik, manis, rajin menabung aku 'kan udah buru-buru nih, kamu jalannya cepet banget tau ga sih, tungguin dong!" ucap Rindu.
"Aku gak mau kita kena omel sama Karu (kepala ruangan)lagi, gak ingat kamu kemaren dia ngomelin kita gara-gara telat masuk ruangan habis jam makan siang," ucap Zalina yang masih berjalan cepat menuju ruangan nya.
Zalina dan Rindu, dua mahasiswa kebidanan yang sedang praktek di salah satu rumah sakit di kota Malang, menyelesaikan tugas pendidikan kebidanan mereka. Mereka saat ini sedang bertugas diruang kebidanan, setelah sebelumnya bertugas di ruang anak.
"Iiijjjaaall ... aapess-"
"Ijal ... ijal, nama aku Zalina Z-A-L-I-N-A lho Rin, emang kamu mau potong kambing lagi ganti-ganti nama aku seenak jidat mu!" seru Zalina.
"Wkwkwk, iya ... iya ... Zalina," cengir Rindu. "Eh Lin, menurut aku kita nih apes tau ga sih bisa ditempatin di ruangan yang Karu nya galak, moodyan gituuu, temen kita yang lain mah enak Lin ga ada mereka ngeluh ngeluh kena omel ama Karu."
"Bersyukur aja Rin, daripada kita di tempatin di kamar mayat, kamu mau?" tanya Zalina.
"Hiiiii ... ogahhh! kamu aja kali Lin," ucap Rindu.
Zalina terus berjalan tergesa-gesa dan sedikit berlari kecil karna jam di pergelangan tangan nya menunjukan 10 menit lagi jam 07.00 WIB. Ketika ingin berbelok ke arah kanan dari lorong yang di lewatinya tanpa sengaja dia menabrak seseorang.
Bruuuukkkk ...
"Awww ...."
Pletakkk ...
Bunyi suara kaget Zalina bersamaan dengan bunyi benda yang tercampak ke lantai.
"Mm-mmaaafff ... Pak, Om, eh Mas maaf banget saya enggak sengaja Pak eh Om saya buru-buru," ucap Zalina gugup sambil tutup mulut kemudian menangkupkan kedua tangan di dada.
"Ck, pria tinggi tegap dengan dada yang bidang tersebut hanya berdecih pelan dan kemudian memungut benda yang terjatuh tadi yang ternyata sebuah handphone, pria tersebut membolak balik Hp tersebut dan memperhatikan benda pipih yg layar depan nya sudah retak seribu.
Zalina yang ketakutan dan gugup pun hanya bisa menelan ludah dan bergumam "Matilah aku mana Hp ny retak parah lagi," batin Zalina.
"Pak maafkan saya, saya benar-benar ga sengaja."
Tapi lagi-lagi pria tersebut hanya diam saja dengan tatapan datarnya memperhatikan Zalina dengan sorot mata yang tajam, seolah tidak peduli diapun berlalu pergi sambil memasukkan Hp tersebut kedalam saku celananya.
"Eh Pak-" panggil Zalina, tapi tidak di dengarkan pria tersebut karna berlalu pergi.
"Lhoo, kok kamu masih disini Lin, kirain dah masuk ruangan, itu siapa?" tanya Rindu menunjuk pria yang barusan berlalu di depannya.
"Gak tau Rin, aku ga sengaja nabrak dia barusan, nah ... kamu dari mana? kok lama banget?"
"Aku balik ke parkiran Lin, botol minum aku ketinggalan," ucap Rindu sambil menunjukkan botol minum yang di ambilnya. "Makanya Zalina sayang, jalan tu pakai mata lagian pake larian juga nabrak kan kamu. untung yang di tabrak ganteng, hehehehe ... " ucap Rindu sambil cengengesan.
"Dimana-mana jalan pakai kaki Rindu, melihat baru pakai mata," jawab Zalina.
"Eh Lin, kenalan ga td sama yang ditabrak, walau cuma sekilas tapi kayaknya ganteng terus keren lagi, badan tinggi pake kemeja putih di gulung gayanya macam pengusaha berduit, walau udah agak tuir sih, tapi lumayan lah, lumayan banyak malahan, hehehe ... tapi kok wajaahnya kayak familiar ya ... " ucap Rindu.
"Ck, au ah gelap ... " ucap Zalina yang terus melangkah menuju ruangannya.
*krieeeettt ...
"Permisi kak," ucap Zalina dan Rindu barengan ketika membuka pintu. Karna mereka berdua langsung menatap karu dan senior lainnya yang sudah ada didalam ruangan. Tapi dengan gaya cueknya para senior itu pun hanya diam dan sibuk dengan kegiatannya masing masing.
Zalina dan Rindu segera pergi ke loker untuk meletakkan tas mereka.
"Kamu liatkan Lin, songong tau ga gaya mereka itu, pengen aku remas aja muka-muka songong mereka itu," ucap Rindu.
"Emang kamu berani?" tanya Zalina sambil memainkan alisnya.
"Hehehe, enggak sih," jawab Rindu cengengesan sambil garuk kepala belakang pake jari telunjuknya.
"Eeleehh ... " jawab Zalina sambil mengibaskan tangannya berlalu meninggalkan Rindu.
"Zalina ... Zalina ... tungguin dong," teriak pelan Rindu yang mengejar langkah Zalina.
Zalina dan Rindu ikut bergabung di meja senior mereka, dan siap untuk menjalankan perintah dari para senior mereka.
"Rindu," panggil salah seorang senior.
"I-iya kak," jawab Rindu gugup.
"Nanti kamu pergi ke ruang rawatan, dan kamu ganti perban pasien yang habis SC ya, perintah salah seorang senior."
"Baik kak," jawab Rindu.
"Kamu jangan ya kak, baik kak, kamu kerjain yang benar. jangan cuma ganti perban aja saya juga harus turut serta." ucap senior yang bernama marta itu.
"I-iya kak," jawab Rindu gugup sambil matanya melirik ke Zalina.
Zalina hanya tersenyum tipis tanpa berani memberikan suara, karna dia ingat betul bagaimana kemarin Rindu sang sahabat nya itu habis dibentak dan dimarahi oleh senior mereka yang bernama marta itu, karna Rindu harus berulang kali gagal memasang abocath (jarum infus) pada pasien, yang pada akhirnya pemasangan infus pun diambil alih oleh kak Marta.
"Dan kamu Zalina, tolong persiapkan pasien yang akan melakukan SC jam 9 ini, karna sebentar lagi pasien akan diantar ke ruang operasi," ucap kak Marta.
"Baik kak," jawab Zalina percaya diri.
Zalina dan Rindu yang saat ini sedang bertugas di ruang kebidanan itu pun menjalankan tugas mereka dengan baik. Rindu langsung menuju ruang perawatan dan bersiap mengganti perban pasien Post SC. Zalina juga mulai mempersiapkan pasien yang akan melakukan SC. Mulai dr pemasangan infus, mencukur bul* ke**luan, pemasangan kateter dilakukan Zalina dengan cekatan.
Zalina anak yg pintar dan cepat menguasai hal apapun yang dipelajarinya. Sehingga ia pun jarang kena marah dan omelan dari senior di ruangannya. Malu bertanya jalan-jalan, begitu pikir Zalina memikirkan penggalan sebuah pepatah. Zalina kerap bertanya pada senior senior nya, hal apapun yang tidak ia ketahui atau pun ragu, walau dapat tatapan mata yang tajam, ucapan yang ketus dari mulut senior nya tapi Zalina anggap angin lalu, karena ia sadar untuk mendapatkan ilmu itu memang tidak mudah dan bisa dari siapa saja.
Dengan langkah yang penuh semangat Zalina mendorong pasien yang berada di kursi roda untuk dia antarkan ke ruang operasi. Ruang operasi yang berjarak dari ruang kebidanan tersebut harus melewati ruang Radiologi yang terletak bersebelahan dengan ruang Radiologi. Pasien tersebut harus diserahkan pada perawat yang bertugas di ruang operasi, setelah pasien diserahkan, Zalina kembali menutup pintu ruang operasi tersebut. ketika membalik badan, Zalina mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.
"Hai Zalina, habis antar pasien yang mau operasi ya," ucap seseorang.
"Eh, ya Kak. Kak Aldo dinas pagi juga?" tanya Zalina.
"Sebenarnya jadwal aku libur hari ini tapi karna salah satu teman yang shift pagi ada keperluan penting dan minta tolong gantiin jadinya aku masuk deh," ucap pria yang bernama Aldo. "O ya Lin, ntar kita makan siang bareng yuk?" ajak Aldo.
"Hmmmm ... gimana ya, maaf ya kak lain kali aja ya, soalnya aku bawa bekal hari ini," tolak Zalina dengan halus.
"Ya udah deh," jawab Aldo dengan hembusan nafas pelan dan terdengar sedikit kecewa.
"Kalo gitu Zalina permisi dulu ya kak, mau lanjut tugas lagi," pamit Zalina yang hendak berlalu dari depan Aldo.
"Zalina!" panggil Aldo kembali sehingga membuat langkah Zalina kembali berhenti dan menoleh ke belakang.
"Ya kak," jawab Zalina pelan.
"Kamu enggak lagi menghindari aku kan?" tanya Aldo.
"Mm-maksud Kak Aldo apa ya?" jawab Zalina gugup, Zalina bukan tidak mengerti maksud pertanyaan Aldo, hanya saja dia sedang tidak ingin membahasnya. Apalagi ini sedang dalam jam dinas dan mereka masih dengan tugas nya Masing-masing
"Lin, kamu tau kan maksud saya apa, kamu juga tau kalo saya dengan sengaja mendekati kamu, dan kamu pun tau itu artinya apa. Aku masih berharap Zalina," ucap Aldo dengan mata sendunya.
Zalina tampak menarik nafas dan Menghembuskan pelan sebelum berbicara, "Kak Aldo, ini masih jam tugas kak gak enak diliat yang lain kalo kita bicara hal pribadi."
"Kalo begitu ayok kita ngobrol jam istirahat nanti atau pulang dinas aku antar kamu pulang ya Lin biar bisa ngobrol bentar," ucap Aldo.
Zalina tampak mengerutkan kening dan berfikir sebentar. "Baiklah Kak, nanti pulang dinas kita barengan ya."
"Yessssss, semangat Aldo sambil menarik kepalan tinju dr arah atas kebawah sambil tersenyum senang, sampai jumpa ntar sore Zalina," ucap Aldo sambil tersenyum.
"Kalo gitu aku permisi dulu ya kak," ucap Zalina sambil berlalu, Zalina yang berjalan hanya bisa menarik nafas dan menghembuskan kembali memikirkan apa saja yang harus dia katakan dengan Aldo nanti sore.
Siang hari di jam istirahat Zalina dan Rindu duduk di kantin rumah sakit, Rindu dengan lahapnya menyuapkan makanan kedalam mulutnya sedangkan Zalina duduk dihadapan Rindu dengan kepala bertumpu pada lengan dan siku diatas meja, tangan kanannya mengaduk ngaduk pelan es jeruk di hadapannya. Rindu yang melihat muka kusut sahabat nya itu pun bertanya.
"Lin, are you okaay?" Dari tadi itu air di aduk-aduk terus lama-lama pusing dia itu ntar. kamu kenapa?ada masalah apa? apa kamu kena omel lagi di ruangan tadi?" tanya Rindu.
"Hmmm ... Rin, kak Aldo ngajak aku pulang bareng ntar sore," jawab Zalina lesu.
"Ya udah, tinggal pulang aja kan apa susahnya coba." Rindu menjawab sambil mengambil tisu dan mengelap mulutnya yang baru selesai makan.
"Rindu ... kamu tau kan maksud kak Aldo, aku ga mau Rin semakin sering ketemu sama dia, dia akan semakin susah buat jauhin aku Rin. Aku enggak mau entar kesannya aku itu PHP-in dia Rin, aku ga mau itu terjadi Rindu. Berkali-kali aku nolak dia berkali-kali juga kak Aldo selalu bilang, 'kamu ga perlu jawab sekarang Lin aku mau kita jalani aja dulu, aku mau buktikan kalo aku serius suka sama kamu sehingga nantinya kamu yakin sama aku dan kamu ga bakal nolak aku, pleaseee ... Zalina beri aku kesempatan itu', aku sampe heran sendiri sama kak Aldo Rin, aku udah jelasin gimana pun dia tetap kekeuh dengan pendapat dia."
"Ijaalll ... kamu yang sab-" belum sempat Rindu meneruskan kalimatnya, mata Zalina udah mendelik tajam.
"Hehehe, ke-ce-plosan ... " cengirr Rindu. Zalinaa ... sebenarnya kamu beruntung tau disukain kak Aldo, bahkan bukan kak Aldo aja tau ga. Noh di kampus ada si Bintang anak hukum, si Bima kutu kupret eh salah kutu buku maksud aku, terus si guntur anak manajemen, semua yang di antariksa kayak nya suka kamu. Kamu tinggal pilih tau gak sih lagian kak Aldo ganteng juga kok, baik juga lumayan Lin buat pasangan pas wisuda ntar. Tapi yang aku herman ... eh salah, yang aku heran kenapa semua ga ada yang kamu terima sih Lin?" tanya Rindu sambil tangan kiri di pinggang jempol kanan mengusap ngusap dagu seperti orang bingung.
Zalina yang mendengar kan celotehan Rindu cuma menjawab dengan mengedikkan bahu sambil mencebikkan bibirnya.
"Lin, kamu normal kan?" tanya Rindu dengan suara berbisik serta mencondongkan badannya kearah Zalina dan mata yang melotot tajam.
"Apasih kamu Rin, Gaje tau ga sih alias ga jelas! ya normal dong kalo ga normal kamu udah aku sosor, mauuuu?"
"Hoeekk ... ogah! masa apem makan apem ... iiiii ... " jawab Rindu sambil bergidik ngeri.
"Udah lah yok, aku mw ke Mushola dulu sholat Zhuhur bentar. Cerita ama kamu bukannya ilang pusing malah tambah pusing," ucap Zalina sambil berlalu berdiri menuju Mushola rumah sakit.
Setelah sholat Zhuhur selesai, Zalina dan Rindu pun kembali ke ruangan. Mereka berdua beruntung karena praktek kali ini di tempatkan di rumah sakit yang sama bahkan ruangan juga sama. Zalina dan Rindu adalah kawan yang sudah menjadi sahabat, mereka saling kenal dari SMA dan sama-sama kuliah di tempat yang sama dan jurusan yang sama juga, jadi tidak heran kedekatan mereka begitu kompak sekali.
Tiba di ruangan Zalina dan Rindu sibuk dengan kegiatan masing-masing, walaupun mereka berada dalam ruangan yang sama tapi tugas mereka berbeda. Zalina segera mengisi laporan dan status pasien hari ini apa saja hasil visit dokter tadi dan bagaimana perkembangan pasien serta lainnya. Semua yang berhubungan dengan Pasien dicatat di status pasien. Begitu juga dengan Rindu sama seperti yang dilakukan oleh Zalina, dia menyelesaikan tugasnya mengisi status pasien hari ini, karena semua yang mereka kerjakan hari ini akan di operkan sama yang dinas di shift berikutnya.
Tak terasa jam menunjukkan pukul 14.30 WIB, dan saatnya mereka akan pulang. Sebelum pulang semua yang shift pagi akan melakukan operan shift dengan yang dinas sore menjelaskan isi status masing-masing pasien keluhan masing-masing pasien hariini dan perkembangan lanjutan dari seluruh pasien.
Ketika menuju parkiran dari kejauhan Zalina sudah melihat Aldo melambaikan tangannya kearah Zalina yang baru keluar dr pintu rumah sakit. "Rin, kamu balik sendiri ya, aku bareng kak Aldo ga enak juga nolak lagi Rin orang nya udah nungguin juga," ucap Zalina sambil menunjuk Aldo menggunakan dagunya.
"Cieee ... mau kencan yak," ucap Rindu cengengesan sambil memukul pelan bahu Zalina.
Zalina yang mendengarkan ledekan Rindu hanya memutar bola mata sambil berlalu pergi.
"Lama ya kak nunggu nya, maaf ya td operan shift dulu karna pasien lumayan rame hari ini," ucap Zalina.
"Enggak kok, aku juga baru keluar belum lama jugaa disini," jawab Aldo. "Yuk kita langsung jalan aja, gimana kalo ngobrolnya sambil makan kebetulan tadi belum makan," ajak Aldo.
Zalina sebenarnya tidak mau berlama-lama tapi karna ingin memperjelas masalah diantara keduanya, dia pun terpaksa menurut saja. "Baiklah, Kak," ucap Zalina.
Keduanya pun masuk kedalam mobil Aldo dan tidak lama Aldo memarkirkan mobil nya di depan sebuah kafe yang tidak begitu jauh dari rumah sakit tempat mereka bekerja tadi.
"Kamu mau makan apa Lin?" tanya Aldo.
"Aku minum aja ya Kak td udah makan bareng Rindu, bohong Zalina karna dia tidak mau berlama-lama."
"Hmmmm ... ya udah deh," jawab Aldo yang kemudian memanggil pelayan kafe tersebut. "Mas, juice Sirsaknya satu, jus Mangganya satu, sama kentang gorengnya satu. Satu lagi Mas, GPL ya ... ga pake lama," ucap Aldo sambil bercanda.
"Kak Aldo ga jadi makan? kan tadi katanya belum makan."
"Ga selera makannya cuma sendiri, aku mau nya makan bareng kamu," jawab Aldo. "O ya Zalina, gimana dengan kuliah dan tugas kampus kamu? lagi nyusun juga kan?"
"Ya Kak ini sambil praktek di rumah sakit, sambil bikin laporannya dan sambil selesain skripsi juga Kak, masih bolak balik kampus juga," jawab Zalina.
"Aku yakin kamu bisa, dari dulu apa yang dikerjakan selalu sungguh-sungguh, tanggung jawab juga, dari dulu kamu selalu terbaik Lin, dari awal aku kenal kamu-"
Obrolan mereka terpotong karena pelayan yang mengantarkan pesanan mereka.
"Diminum dulu Lin jus sirsaknya," ucap Aldo
Zalina menatap gelas jus sirsak yang disodorkan Aldo tersebut, dia hanya bisa tersenyum samar, karna semua perlakuan Aldo terhadapnya masih sama dari dulu.
"Makasih Kak, Kak Aldo selalu ingat dengan minuman kesukaanku," jawab Zalina.
"Semua masih aku ingat Zalina, kesukaan mu, hobby mu, hal yang tidak kamu suka, bahkan penolakan mu terhadapku-"
"Kaaakk-"
"Lin, potong Aldo sambil menyentuh punggung tangan Zalina yg memegang gelas minumannya. "Apa aku masih belum berarti spesial dihati mu? apa aku masih kurang baik untukmu? apa aku masih belum pantas buat mu Zalina?" tanya Aldo.
"Kaaak, aa-aku minta maaf, kakak tau kan kalau aku belum mau menjalin hubungan dengan siapapun, aku mau serius menjalankan apa yang aku jalani sekarang kak, aku mau fokus kuliah dulu, aku ga mau mengecewakan Nema Kak," jawab Zalina sambil tertunduk. "Kakak orang baik bahkan baik sekali, menurutku tidak ada yang kurang mungkin akunya yang kurang baik untuk kakak. Aku yakin kakak bisa mendapatkan wanita lebih baik lagi dari aku," ucap Zalina dengan ceria untuk mengalihkan keheningan diantara mereka.
"Ck, kamu itu selalu seperti itu selalu ada alasan menolakku. Baik aku tetap pada keputusanku, aku akan tetap menunggu mu sampai hari dimana hati mu memilihku."
"Kak, bagaimana kalo kita tidak berjodoh?"
"Jodoh itu memang ketentuan Allah Zalina, tapi kalo kita tidak usaha, tidak mencari nya, makanya gak akan datang. Nah ini salah satu usahaku dalam menggapai jodohku. Bukankah kalo kita bersungguh-sungguh maka Allah akan kabulkan," ucap Aldo
"I_iya Kak," jawab Zalina sambil menelan ludah.
"Ya udah, yuk aku antar pulang!" ucap Aldo.
Kemudian Aldo dan Zalina pun berlalu dari kafe dan segera menuju rumah Zalina.
"Makasih ya Kak, maaf aku ga bisa ajak kakak mampir, karena Nema masih di toko," ucap Zalina sebelum turun mobil.
"It's okay, lain kali aja."
Zalina pun turun dari mobil dan Aldo pun berpamitan pulang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!