Cinta Di Ujung Jalan
Minggu 02:05.
"Ah ..ayolah Nu terus aahh....." Silvy terus meracau dengan tangan meremas rambut Danu yang mengayuh dengan kuat di atas tubuhnya, kamar hotel yang dingin tak mampu membuat tubuh keduanya terasa dingin.
Meski polos namun keringat membasahi keduanya.
"Aaahhhhh......" lenguhan panjang Danu akhirnya keluar saat larva hangat keluar dari bagian inti tubuhnya untuk yang ke tiga kalinya.
"Kau memang luar biasa sil muaacchh..."
Danu terkulai lemas disamping silvy, nafas keduanya masih tersengal, Silvy tersenyum puas, inilah ketiga kalinya ia membuat Danu tak berdaya dalam satu malam.
Silvi berjalan ke kamar mandi dengan santai dalam keadaan tubuh polos.
Ia menyeringai lebar saat melihat corak merah di tubuhnya dari pantulan cermin lebar di kamar mandi.
Kau hanya miliku Danu, tak ada yang akan bisa membawamu pergi dariku, ia membatin.
*********
Sementara itu terjadi keriuhan di rumah besar milik Ningsih.
Acara ijab kabul yang seharusnya di laksanakan tiga puluh menit lagi, tapi sang mempelai lelaki belum juga muncul batang hidungnya, sedangkan seluruh anggota keluarga dan penghulu sudah siap untuk melaksanakan tugasnya.
Naya hanya bisa duduk diam di kamarnya dengan kebaya putih dan sanggul khas jawa yang menghias rambutnya.
Wajah ayu dengan hidung mancung namun tatapan mata tajam, jika seluruh keluarga tampak resah Naya masih tetap tenang bahkan sesekali membalas pesan dari whats up grup 'tiga ******' di ponselnya.
"Nay coba kau hubungi Mas Danu, di mana dia sekarang?."
Titah Ningsih pada anak gadisnya.
"Sudah Bu, Nay sudah menghubunginya beberapa kali, tapi ponselnya tak aktif" jawab Naya tenang.
Ningsih kembali keluar kamar, wanita dengan dandanan kebaya dengan kipas lipat yang tak pernah lepas dari tangannya berjalan mondar mandir.
Pak Penghulu pun beberapa kali melirik ke arah tangannya, berapa menit lagi ia harus memberi kesempatan waktu karena masih ada pasangan lain yang akan di nikah kannya hari ini.
"Nay, lu bener mau kawin sama lelaki berdarah biru itu, lu nggak nyesel Nay, pikirin lagi dong, Lu tahu kan watak calon laki Lu kayak gimana, lu pasti jadi kain kesed kalau kawin sama dia...." Tiwi terus berkicau dengan alasan yang entah ke berapa agar Naya membatalkan pernikahannya.
"Eh Somay tutung....Lu kalau kasih saran yang bijak dikit napa, sekarang mah udah telat...noh penghulu sudah nunggu di depan pintu kamar mau sah in ijab kabul Naya..." hardik Elis.
"Iya Gue minta kali ini kalian mendo'a kan Gue se enggaknya agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberi Gue sedikit lagi kesabaran agar ujian hidup ini, bisa Gue lalui" jawab Naya bijak.
"Aamiin..." Elis berucap di akhiri emot tangan memohon.
"Aamiin...deh kalau gitu..." pesan Tiwi.
"Nggak usah pakai @deh ...juga kali, sapu ijuk!!!" umpat Elis di akhiri emot kepalan tangan tujuh kali.
Naya tersenyum gemas, dua sahabatnya itu memang jarang akur kalau sedang bersama, tapi sekalinya pisah satu hari, mereka akan saling mencari.
Naya mendengar suara saling berbisik dari arah ruang tengah.
"Sst calon pengantin sudah datang" ucap Bu Tinuk sang MUA.
"Karena sang mempelai sudah datang mari kita laksanakan acara inti" ucap penghulu tanpa basa basi karena waktunya memang sangat mendesak.
Untunglah Danu dapat mengucapkan kalimat keramat itu dengan satu tarikan nafas.
Membuat semua para tamu menarik nafas lega.
Penghulu dan tim nya pun bergegas pulang dengan membawa bingkisan yang sudah di siapkan oleh keluarga Naya.
Suasana sudah mulai sepi karena para tamu sudah pulang.
Acara ijab kabul yang memang hanya mengundang keluarga inti saja berjalan dengan singkat.
"Mana kamar kita Nay? Aku mau istirahat" tanya Danu dengan suara berbisik pada istrinya.
"Di sebelah ujung Mas" Naya menjawab singkat, ia tak ingin bertanya kenapa suaminya sampai terlambat di hari pentingnya, karena Naya tak mau ambil pusing.
"Danu, kau kenapa wajahmu tampak sedikit pucat, apa kau sakit?" tanya Ningsih pada menantu nya.
"Eh a saya tadi malam tidur hanya dua jam Bu, teman-teman ngajak begadang, jadi saya bangun terlambat, maaf kalau sudah membuat semua cemas" sesal Danu dengan wajah tertunduk.
"Ah tak apa-apa Nu, sudah biasa kalau seorang bujang akan melepas masa lajangnya semua teman pasti merayakan kebersamaan untuk terakhir kali sebelum mereka memiliki keluarga.
Danu hanya tersenyum masam dan menelan ludah kasar, ingatan malam panas bersama Silvy kembali terbayang sekilas.
"Sudahlah kau istirahat sana, atau kau mau makan dulu?" tanya Ningsih.
"Saya mau istirahat dulu saja Bu, tadi sudah sarapan."
Ningsih mengangguk dan berlalu ke ruang tengah.
Semua keluarga Danu sudah pulang kembali ke hotel karena sore nanti mereka akan kembali pulang ke Jakarta.
Merasa gerah Naya pun masuk ke kamarnya, otaknya yang masih belum terbiasa melihat orang lain di kamarnya membuat gadis manis itu terpekik lirih.
Danu yang tidur terlentang di atas ranjangnya hanya menggeliat lirih namun kembali memejamkan matanya, meneruskan tidurnya yang sempat terusik.
Denggan langkah berjingkat Naya berjalan ke kamar mandi dengan membawa baju ganti.
"Huuhh haaaah" ia menghirup nafas panjang, lega rasa hatinya.
Setelah mengganti baju kebaya dengan dress sepanjang betis berlengan tiga perempat tubuhnya sudah lebih terasa nyaman.
Lalu ia pun melepas sanggul dan merapikan rambut hitamnya.
Sanggul yang ia pakai saat pernikahan sebagai saksi di mana statusnya kini sudah berubah menjadi seorang istri.
Ia tak pernah membayangkan pernikahan yang seperti ini, menikah dengan seorang pria yang tak ia kenal sebelumnya.
Karena hubungan keluarga Ayah Danu dengan Ningsih ibunya yang menginginkan mereka menjadi sepasang suami istri meski mereka tak pernah kenal sebelumnya.
Hanya sebatas tahu nama dan keluarga, selebihnya Naya hanya dengar dari cerita tentang Danu dari Ningsih ibu tirinya saat mereka sedang makan bersama.
"Nay.....lu lagi ngapain?" Tiwi mengirim pesan
"Lu jangan mau di perawanin sebelum Lu tahu kalau suami Elu nggak ada wanita lain di luar sana" kembali isi pesannya.
"Eh keyep sawah...Lu kalau ngasih saran yang bijak dikit atuh Wi, mereka kan sudah sah menjadi suami istri, dosa besar kalau si istri menolak ajakan suami!" Elis datang dengan wejangan dadakan bak ustadzah di bulan ramadhan.
Naya tersenyum gemas, dua sahabatnya memang selalu menghiburnya, apalagi di saat sekarang ini, kala hatinya kalut dengan kisah getir hidup yang harus di jalani nya.
"Nay..., Lu masih perawan kan?" tanya Tiwi vulgar.
"Hmm gue lagi dai kamar mandi, lagi ganti baju."
"Hah Lu udah unboxing?" tanya Tiwi dengan emot mulut terbuka lebar dan panik.
Naya kembali tersenyum masam, meski hatinya sama sekali tak ada rasa dengan sang suami tapi ia berkewajiban untuk melayani jika sang suami meminta haknya.
❤❤❤❤❤❤❤
Hai-hai readers ku yang budiman, selamat datang di novel ngothor yang baru ini.
Jangan lupa tinggalin jejak dan simpan di list kalian ya 😘😘.
Vote juga koment di kolom komentar ya, biar ngothor lebih semangat.
Happy reading🤗🤗🤗😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments