Danu bangun dari tidurnya dan mendapati Naya masih terlelap di sofa panjang di dekat ranjangnya.
Senyum masam terbit dari pria tegap bewajah tampan tersebut.
Meski Naya berwajah cantik dan mempesona tapi di hatinya sudah ada Silvy, kekasih yang selalu setia bersamanya sejak dua tahun yang lalu.
Dengan senyum sinis Danu menatap Naya yang masih terlelap.
Kita memang terikat dalam satu ikatan sah perkawinan, tapi hatiku tak akan pernah menjadi milikmu, geram hatinya.
"Huuaahhh" lenguhan panjang terdengar lirih dari bibir mungil Naya yang menggeliatkan badannya.
Danu yang terkejut, dengan gerakan cepat dan tergesa segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri karena siang nanti mereka sudah harus kembali ke jakarta.
Naya yang juga terkejut karena matahari ternyata sudah mulai terang menampakan sinarnya yang hangat.
Bergegas ia mandi di kamar mandi ruang tamu karena ia tak ingin suaminya terlalu lama menunggunya selesai mandi.
Dan dugaannya ternyata benar, Danu sudah berganti baju dan bersiap.
"Kau sudah mandi Nay? Kalau begitu sebaiknya kita langsung pamitan pada ibumu, katakan kalau kita akan berangkat sekarang" terang Danu.
"Sudah Mas" jawab Naya lembut.
Danu tersenyum masam.
Cih wajah lugu mu tak akan membuatku jatuh cinta, cebiknya dalam hati.
Ningsih yang memang sudah tahu akan kepulangan anak tiri dan menantunya kembali ke jakarta segera mengambil beberapa bungkus berisi makanan kue-kue kering yang di beli nya untuk di bawa ke jakarta.
"Ini untuk di bagikan ke teman-teman kantormu Nay, juga nak Danu, kau bisa membagikannya pada karyawanmu di kantor, meski pernikahan kalian tidak di resmikan secara mewah tapi kalian bisa berbagi makanan ini sebagai bentuk rasa syukur kita karena acara berjalan dengan lancar" terang Ningsih bijak.
"Baik Bu."
"Iya Bu."
Danu dan Naya berucap bersamaan.
Setengah hari perjalanan yang di tempuh membuat Danu tampak mengantuk, apalagi Naya yang hanya sedikit bersuara membuatnya bosan.
Hanya jawaban singkat dan pendek jika Danu bertanya dan mengajaknya ngobrol.
Beberapa kali Naya melirik ke arah sang suami, ada rasa iba juga kala pria yang sudah menjadi suaminya itu tampak letih.
Ingin ia menggantikan suaminya mengemudi tapi dari sikapnya mungkin Danu tak akan percaya jika ia bisa mengemudikan mobil.
"Apa kau lapar? Kita istirahat dulu di rest area di depan?" tanya Danu yang tampak memutar balikkan fakta, bahwa sebenarnya dirinya lah yang merasa sangat lapar dan lelah.
Naya hanya mengangguk meng iya kan.
Di sebuah restoran sederhana di sebuar rest area kini keduanya duduk saling berhadapan.
Terpaksa Danu memilih restoran tersebut karena memang tak ada pilihan lain, jika biasanya Danu sangat pemilih kali ini ia hanya bisa pasrah.
Masakan khas dari tanah Minang yang mereka pilih sudah tersaji di atas meja makan, Danu makan dengan lahap sedangkan Naya terlihat biasa saja.
Satu jam istirahat akhirnya mereka kembali meneruskan perjalanan.
Sore hari barulah mereka sampai tujuan.
Sebuah apartement luas nan megah, tempat di mana Danu tinggal selama ini.
Semenjak ia memimpin perusahaan milik Ayahnya tiga tahun lalu, Danu pun memutuskan untuk tinggal mandiri di apartement yang di beli nya.
Bukan hanya mandiri tapi Danu lebih merasa bebas jika tinggal di apartement, tak seperti saat ia tinggal bersama kedua orang tuanya yang penuh dengan aturan dan tata krama adat ke timur an yang membuat danu sesak.
Sekolah empat tahun di Luar Negeri membuat Danu berubah, ia kini ingin hidup bebas tanpa harus terkekang aturan orang tuanya.
"Nay kamu bawa baju-baju ke kamar depan karena kita tidur terpisah, oiya.... mungkin aku harus mengatakan padamu terus terang, meski kita sekarang sudah menikah tapi kau tahu , hati kita masing-masing tak pernah ada rasa saling suka apa lagi cinta, jadi untuk menghormati keputusan kedua orang tua kita, terpaksa kita harus tinggal bersama, tapi aku janji tak akan menyentuhmu demikian juga aku minta agar kau tak memiliki keinginan untuk aku sentuh karena ketahui lah, hati dan cintaku sudah ber punya, dan hanya wanita itu lah yang akan ku cintai selamanya, dan mungkin ikatan pernikahan ini cukup berjalan selama satu tahun, setelah itu aku berjanji akan melepasmu."
Deg.
Kalimat panjang yang Danu ucapkan berhasil meluluh lantakan pondasi keteguhan hati Naya.
Jika ia sudah bertekad akan berbakti pada sang suami meski tanpa cinta, tapi kenyataannya sungguh membuatnya hancur.
Naya berdiri membeku, jadi apa artinya janji ijab kabul yang pria itu ucapkan di hadapan penghulu, apakah tak ada artinya baginya.
Kalimat sakral yang terucap seakan tak ada arti sama sekali baginya.
Oh kejamnya hidup ini, Naya membatin.
Kini ia ragu apakah ia akan tetap berbakti pada sang suami seperti niatnya pertama kali, jika ternyata sang pemilik restu surga nya tak mencintainya, bahkan terang-terangan mengatakan ia mencintai wanita lain, dan yang lebih gila lagi, ia ber rencana untuk berpisah setahun kemudian.
Sesak dada yang kini Naya rasakan, selama ini ia berusaha berbakti pada orang tuanya, ibu yang telah meninggal dan Ayah yang menikah lagi dengan Ningsih, tapi Naya sudah menganggap Ningsih sebagai ibu kandungnya sendiri, tapi ketulusannya tak terbalas karena Ningsih hanya memperalatnya saja, ia di jodohkan setelah Ayahnya meninggal dua bulan yang lalu.
Meski ia memang belum pernah mengenal seorang lelaki sebeluknya tapi Naya menerima dengan ikhlas saat dirinya di jodohkan dengan pria yang tak pernah ia kenal .
Dengan langkah lesu Naya membawa kopernya ke kamar yang Danu katakan.
Suasana apartemen tampak hening, karena Danu memang tinggal sendiri.
Dari perabotan dan kebersihan mungkin Danu menyuruh orang untuk merawat apartement tersebut.
Ceklek.
Sebuah kamar besar dengan ranjang luas dan lemari berbahan kayu menjadi perabot yang berada di kamar tersebut.
"Kau simpan baju mu di lemari, besok aku akan pesan lagi meja rias dan lemari untuk alat make up mu" ucap Danu dari balik pintu yang setengah terbuka.
"Tidak usah Mas, ini sudah cukup, aku tak punya banyak alat make up, dan lemari ini pun sudah besar untuk menyimpan baju dan semua tas-tas ku" tolak Naya halus.
"Ehm terserah kau saja, kalau kau butuh sesuatu katakan saja padaku, nanti akan aku pesankan" sambungnya lagi.
"Baik mas terima kasih" ujar Naya.
Danu mengangguk lalu pergi lagi ke kamarnya.
Naya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang besar tersebut, sangat berbeda jauh dengan apartement miliknya yang sederhana dan minimalis.
Tak terasa pagi pun tiba, Naya bangun dengan dada berdegub kencang, pagi ini ia harus berangkat kerja karena ia hanya ijin dua hari.
Meski itu adalah perusahaan milik Tiwi sahabatnya tapi ia selalu bersikap profesional jika dalam urusan kantor.
Setelah membersihkan tubuh secara kilat dan bergantu baju Naya pun bergegas keluar kamar.
Apartement tampak sepi karena mungkin Danu sudah berangkat ke kantornya, Naya sudah meminta ijin pada Danu agar ia di beri kesempatan untuk tetap bekerja setelah pernikahan dan untunglah Danu meng ijinkan.
💙💙💙💙💙💙💙💙
Hai hai hai....selamat datang di novel terbaru ku, semoga bacaan receh ini bisa menghibur kalian semua.
Jangan lupa rame in kolom komentar, vote dan like nya yaa😘😘😘😘
Happy reading 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments