NovelToon NovelToon

Cinta Di Ujung Jalan

Terlambat

Minggu 02:05.

"Ah ..ayolah Nu terus aahh....." Silvy terus meracau dengan tangan meremas rambut Danu yang mengayuh dengan kuat di atas tubuhnya, kamar hotel yang dingin tak mampu membuat tubuh keduanya terasa dingin.

Meski polos namun keringat membasahi keduanya.

"Aaahhhhh......" lenguhan panjang Danu akhirnya keluar saat larva hangat keluar dari bagian inti tubuhnya untuk yang ke tiga kalinya.

"Kau memang luar biasa sil muaacchh..."

Danu terkulai lemas disamping silvy, nafas keduanya masih tersengal, Silvy tersenyum puas, inilah ketiga kalinya ia membuat Danu tak berdaya dalam satu malam.

Silvi berjalan ke kamar mandi dengan santai dalam keadaan tubuh polos.

Ia menyeringai lebar saat melihat corak merah di tubuhnya dari pantulan cermin lebar di kamar mandi.

Kau hanya miliku Danu, tak ada yang akan bisa membawamu pergi dariku, ia membatin.

*********

Sementara itu terjadi keriuhan di rumah besar milik Ningsih.

Acara ijab kabul yang seharusnya di laksanakan tiga puluh menit lagi, tapi sang mempelai lelaki belum juga muncul batang hidungnya, sedangkan seluruh anggota keluarga dan penghulu sudah siap untuk melaksanakan tugasnya.

Naya hanya bisa duduk diam di kamarnya dengan kebaya putih dan sanggul khas jawa yang menghias rambutnya.

Wajah ayu dengan hidung mancung namun tatapan mata tajam, jika seluruh keluarga tampak resah Naya masih tetap tenang bahkan sesekali membalas pesan dari whats up grup 'tiga ******' di ponselnya.

"Nay coba kau hubungi Mas Danu, di mana dia sekarang?."

Titah Ningsih pada anak gadisnya.

"Sudah Bu, Nay sudah menghubunginya beberapa kali, tapi ponselnya tak aktif" jawab Naya tenang.

Ningsih kembali keluar kamar, wanita dengan dandanan kebaya dengan kipas lipat yang tak pernah lepas dari tangannya berjalan mondar mandir.

Pak Penghulu pun beberapa kali melirik ke arah tangannya, berapa menit lagi ia harus memberi kesempatan waktu karena masih ada pasangan lain yang akan di nikah kannya hari ini.

"Nay, lu bener mau kawin sama lelaki berdarah biru itu, lu nggak nyesel Nay, pikirin lagi dong, Lu tahu kan watak calon laki Lu kayak gimana, lu pasti jadi kain kesed kalau kawin sama dia...." Tiwi terus berkicau dengan alasan yang entah ke berapa agar Naya membatalkan pernikahannya.

"Eh Somay tutung....Lu kalau kasih saran yang bijak dikit napa, sekarang mah udah telat...noh penghulu sudah nunggu di depan pintu kamar mau sah in ijab kabul Naya..." hardik Elis.

"Iya Gue minta kali ini kalian mendo'a kan Gue se enggaknya agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberi Gue sedikit lagi kesabaran agar ujian hidup ini, bisa Gue lalui" jawab Naya bijak.

"Aamiin..." Elis berucap di akhiri emot tangan memohon.

"Aamiin...deh kalau gitu..." pesan Tiwi.

"Nggak usah pakai @deh ...juga kali, sapu ijuk!!!" umpat Elis di akhiri emot kepalan tangan tujuh kali.

Naya tersenyum gemas, dua sahabatnya itu memang jarang akur kalau sedang bersama, tapi sekalinya pisah satu hari, mereka akan saling mencari.

Naya mendengar suara saling berbisik dari arah ruang tengah.

"Sst calon pengantin sudah datang" ucap Bu Tinuk sang MUA.

"Karena sang mempelai sudah datang mari kita laksanakan acara inti" ucap penghulu tanpa basa basi karena waktunya memang sangat mendesak.

Untunglah Danu dapat mengucapkan kalimat keramat itu dengan satu tarikan nafas.

Membuat semua para tamu menarik nafas lega.

Penghulu dan tim nya pun bergegas pulang dengan membawa bingkisan yang sudah di siapkan oleh keluarga Naya.

Suasana sudah mulai sepi karena para tamu sudah pulang.

Acara ijab kabul yang memang hanya mengundang keluarga inti saja berjalan dengan singkat.

"Mana kamar kita Nay? Aku mau istirahat" tanya Danu dengan suara berbisik pada istrinya.

"Di sebelah ujung Mas" Naya menjawab singkat, ia tak ingin bertanya kenapa suaminya sampai terlambat di hari pentingnya, karena Naya tak mau ambil pusing.

"Danu, kau kenapa wajahmu tampak sedikit pucat, apa kau sakit?" tanya Ningsih pada menantu nya.

"Eh a saya tadi malam tidur hanya dua jam Bu, teman-teman ngajak begadang, jadi saya bangun terlambat, maaf kalau sudah membuat semua cemas" sesal Danu dengan wajah tertunduk.

"Ah tak apa-apa Nu, sudah biasa kalau seorang bujang akan melepas masa lajangnya semua teman pasti merayakan kebersamaan untuk terakhir kali sebelum mereka memiliki keluarga.

Danu hanya tersenyum masam dan menelan ludah kasar, ingatan malam panas bersama Silvy kembali terbayang sekilas.

"Sudahlah kau istirahat sana, atau kau mau makan dulu?" tanya Ningsih.

"Saya mau istirahat dulu saja Bu, tadi sudah sarapan."

Ningsih mengangguk dan berlalu ke ruang tengah.

Semua keluarga Danu sudah pulang kembali ke hotel karena sore nanti mereka akan kembali pulang ke Jakarta.

Merasa gerah Naya pun masuk ke kamarnya, otaknya yang masih belum terbiasa melihat orang lain di kamarnya membuat gadis manis itu terpekik lirih.

Danu yang tidur terlentang di atas ranjangnya hanya menggeliat lirih namun kembali memejamkan matanya, meneruskan tidurnya yang sempat terusik.

Denggan langkah berjingkat Naya berjalan ke kamar mandi dengan membawa baju ganti.

"Huuhh haaaah" ia menghirup nafas panjang, lega rasa hatinya.

Setelah mengganti baju kebaya dengan dress sepanjang betis berlengan tiga perempat tubuhnya sudah lebih terasa nyaman.

Lalu ia pun melepas sanggul dan merapikan rambut hitamnya.

Sanggul yang ia pakai saat pernikahan sebagai saksi di mana statusnya kini sudah berubah menjadi seorang istri.

Ia tak pernah membayangkan pernikahan yang seperti ini, menikah dengan seorang pria yang tak ia kenal sebelumnya.

Karena hubungan keluarga Ayah Danu dengan Ningsih ibunya yang menginginkan mereka menjadi sepasang suami istri meski mereka tak pernah kenal sebelumnya.

Hanya sebatas tahu nama dan keluarga, selebihnya Naya hanya dengar dari cerita tentang Danu dari Ningsih ibu tirinya saat mereka sedang makan bersama.

"Nay.....lu lagi ngapain?" Tiwi mengirim pesan

"Lu jangan mau di perawanin sebelum Lu tahu kalau suami Elu nggak ada wanita lain di luar sana" kembali isi pesannya.

"Eh keyep sawah...Lu kalau ngasih saran yang bijak dikit atuh Wi, mereka kan sudah sah menjadi suami istri, dosa besar kalau si istri menolak ajakan suami!" Elis datang dengan wejangan dadakan bak ustadzah di bulan ramadhan.

Naya tersenyum gemas, dua sahabatnya memang selalu menghiburnya, apalagi di saat sekarang ini, kala hatinya kalut dengan kisah getir hidup yang harus di jalani nya.

"Nay..., Lu masih perawan kan?" tanya Tiwi vulgar.

"Hmm gue lagi dai kamar mandi, lagi ganti baju."

"Hah Lu udah unboxing?" tanya Tiwi dengan emot mulut terbuka lebar dan panik.

Naya kembali tersenyum masam, meski hatinya sama sekali tak ada rasa dengan sang suami tapi ia berkewajiban untuk melayani jika sang suami meminta haknya.

❤❤❤❤❤❤❤

Hai-hai readers ku yang budiman, selamat datang di novel ngothor yang baru ini.

Jangan lupa tinggalin jejak dan simpan di list kalian ya 😘😘.

Vote juga koment di kolom komentar ya, biar ngothor lebih semangat.

Happy reading🤗🤗🤗😘😘😘😘

Perjanjian Tak Tertulis

Danu bangun dari tidurnya dan mendapati Naya masih terlelap di sofa panjang di dekat ranjangnya.

Senyum masam terbit dari pria tegap bewajah tampan tersebut.

Meski Naya berwajah cantik dan mempesona tapi di hatinya sudah ada Silvy, kekasih yang selalu setia bersamanya sejak dua tahun yang lalu.

Dengan senyum sinis Danu menatap Naya yang masih terlelap.

Kita memang terikat dalam satu ikatan sah perkawinan, tapi hatiku tak akan pernah menjadi milikmu, geram hatinya.

"Huuaahhh" lenguhan panjang terdengar lirih dari bibir mungil Naya yang menggeliatkan badannya.

Danu yang terkejut, dengan gerakan cepat dan tergesa segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri karena siang nanti mereka sudah harus kembali ke jakarta.

Naya yang juga terkejut karena matahari ternyata sudah mulai terang menampakan sinarnya yang hangat.

Bergegas ia mandi di kamar mandi ruang tamu karena ia tak ingin suaminya terlalu lama menunggunya selesai mandi.

Dan dugaannya ternyata benar, Danu sudah berganti baju dan bersiap.

"Kau sudah mandi Nay? Kalau begitu sebaiknya kita langsung pamitan pada ibumu, katakan kalau kita akan berangkat sekarang" terang Danu.

"Sudah Mas" jawab Naya lembut.

Danu tersenyum masam.

Cih wajah lugu mu tak akan membuatku jatuh cinta, cebiknya dalam hati.

Ningsih yang memang sudah tahu akan kepulangan anak tiri dan menantunya kembali ke jakarta segera mengambil beberapa bungkus berisi makanan kue-kue kering yang di beli nya untuk di bawa ke jakarta.

"Ini untuk di bagikan ke teman-teman kantormu Nay, juga nak Danu, kau bisa membagikannya pada karyawanmu di kantor, meski pernikahan kalian tidak di resmikan secara mewah tapi kalian bisa berbagi makanan ini sebagai bentuk rasa syukur kita karena acara berjalan dengan lancar" terang Ningsih bijak.

"Baik Bu."

"Iya Bu."

Danu dan Naya berucap bersamaan.

Setengah hari perjalanan yang di tempuh membuat Danu tampak mengantuk, apalagi Naya yang hanya sedikit bersuara membuatnya bosan.

Hanya jawaban singkat dan pendek jika Danu bertanya dan mengajaknya ngobrol.

Beberapa kali Naya melirik ke arah sang suami, ada rasa iba juga kala pria yang sudah menjadi suaminya itu tampak letih.

Ingin ia menggantikan suaminya mengemudi tapi dari sikapnya mungkin Danu tak akan percaya jika ia bisa mengemudikan mobil.

"Apa kau lapar? Kita istirahat dulu di rest area di depan?" tanya Danu yang tampak memutar balikkan fakta, bahwa sebenarnya dirinya lah yang merasa sangat lapar dan lelah.

Naya hanya mengangguk meng iya kan.

Di sebuah restoran sederhana di sebuar rest area kini keduanya duduk saling berhadapan.

Terpaksa Danu memilih restoran tersebut karena memang tak ada pilihan lain, jika biasanya Danu sangat pemilih kali ini ia hanya bisa pasrah.

Masakan khas dari tanah Minang yang mereka pilih sudah tersaji di atas meja makan, Danu makan dengan lahap sedangkan Naya terlihat biasa saja.

Satu jam istirahat akhirnya mereka kembali meneruskan perjalanan.

Sore hari barulah mereka sampai tujuan.

Sebuah apartement luas nan megah, tempat di mana Danu tinggal selama ini.

Semenjak ia memimpin perusahaan milik Ayahnya tiga tahun lalu, Danu pun memutuskan untuk tinggal mandiri di apartement yang di beli nya.

Bukan hanya mandiri tapi Danu lebih merasa bebas jika tinggal di apartement, tak seperti saat ia tinggal bersama kedua orang tuanya yang penuh dengan aturan dan tata krama adat ke timur an yang membuat danu sesak.

Sekolah empat tahun di Luar Negeri membuat Danu berubah, ia kini ingin hidup bebas tanpa harus terkekang aturan orang tuanya.

"Nay kamu bawa baju-baju ke kamar depan karena kita tidur terpisah, oiya.... mungkin aku harus mengatakan padamu terus terang, meski kita sekarang sudah menikah tapi kau tahu , hati kita masing-masing tak pernah ada rasa saling suka apa lagi cinta, jadi untuk menghormati keputusan kedua orang tua kita, terpaksa kita harus tinggal bersama, tapi aku janji tak akan menyentuhmu demikian juga aku minta agar kau tak memiliki keinginan untuk aku sentuh karena ketahui lah, hati dan cintaku sudah ber punya, dan hanya wanita itu lah yang akan ku cintai selamanya, dan mungkin ikatan pernikahan ini cukup berjalan selama satu tahun, setelah itu aku berjanji akan melepasmu."

Deg.

Kalimat panjang yang Danu ucapkan berhasil meluluh lantakan pondasi keteguhan hati Naya.

Jika ia sudah bertekad akan berbakti pada sang suami meski tanpa cinta, tapi kenyataannya sungguh membuatnya hancur.

Naya berdiri membeku, jadi apa artinya janji ijab kabul yang pria itu ucapkan di hadapan penghulu, apakah tak ada artinya baginya.

Kalimat sakral yang terucap seakan tak ada arti sama sekali baginya.

Oh kejamnya hidup ini, Naya membatin.

Kini ia ragu apakah ia akan tetap berbakti pada sang suami seperti niatnya pertama kali, jika ternyata sang pemilik restu surga nya tak mencintainya, bahkan terang-terangan mengatakan ia mencintai wanita lain, dan yang lebih gila lagi, ia ber rencana untuk berpisah setahun kemudian.

Sesak dada yang kini Naya rasakan, selama ini ia berusaha berbakti pada orang tuanya, ibu yang telah meninggal dan Ayah yang menikah lagi dengan Ningsih, tapi Naya sudah menganggap Ningsih sebagai ibu kandungnya sendiri, tapi ketulusannya tak terbalas karena Ningsih hanya memperalatnya saja, ia di jodohkan setelah Ayahnya meninggal dua bulan yang lalu.

Meski ia memang belum pernah mengenal seorang lelaki sebeluknya tapi Naya menerima dengan ikhlas saat dirinya di jodohkan dengan pria yang tak pernah ia kenal .

Dengan langkah lesu Naya membawa kopernya ke kamar yang Danu katakan.

Suasana apartemen tampak hening, karena Danu memang tinggal sendiri.

Dari perabotan dan kebersihan mungkin Danu menyuruh orang untuk merawat apartement tersebut.

Ceklek.

Sebuah kamar besar dengan ranjang luas dan lemari berbahan kayu menjadi perabot yang berada di kamar tersebut.

"Kau simpan baju mu di lemari, besok aku akan pesan lagi meja rias dan lemari untuk alat make up mu" ucap Danu dari balik pintu yang setengah terbuka.

"Tidak usah Mas, ini sudah cukup, aku tak punya banyak alat make up, dan lemari ini pun sudah besar untuk menyimpan baju dan semua tas-tas ku" tolak Naya halus.

"Ehm terserah kau saja, kalau kau butuh sesuatu katakan saja padaku, nanti akan aku pesankan" sambungnya lagi.

"Baik mas terima kasih" ujar Naya.

Danu mengangguk lalu pergi lagi ke kamarnya.

Naya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang besar tersebut, sangat berbeda jauh dengan apartement miliknya yang sederhana dan minimalis.

Tak terasa pagi pun tiba, Naya bangun dengan dada berdegub kencang, pagi ini ia harus berangkat kerja karena ia hanya ijin dua hari.

Meski itu adalah perusahaan milik Tiwi sahabatnya tapi ia selalu bersikap profesional jika dalam urusan kantor.

Setelah membersihkan tubuh secara kilat dan bergantu baju Naya pun bergegas keluar kamar.

Apartement tampak sepi karena mungkin Danu sudah berangkat ke kantornya, Naya sudah meminta ijin pada Danu agar ia di beri kesempatan untuk tetap bekerja setelah pernikahan dan untunglah Danu meng ijinkan.

💙💙💙💙💙💙💙💙

Hai hai hai....selamat datang di novel terbaru ku, semoga bacaan receh ini bisa menghibur kalian semua.

Jangan lupa rame in kolom komentar, vote dan like nya yaa😘😘😘😘

Happy reading 🤗🤗🤗

Sahabat

Naya segera membereskan bungkusan yang Ningsih siapkan untuk di bawa ke kantor dan me masukannya ke dalam tas kerja nya.

"Aku sudah berangkat, kalau kau mau buat sarapan, semua ada di kulkas" pesan yang Danu tulis di secarik memo kecil yang di letakan di atas meja makan.

Naya lalu menyimpan catatan tersebut di tasnya, lalu ia berangkat setelah sebelumnya memesan taxi online.

Jika di apartementnya, pasti lah Naya sudah bangun pagi dan membuat sarapan, karena perutnya yang terbiasa di isi makanan setiap pagi sebelum berangkat kerja.

Akhirnya taxi sampai di perusahaan tempat Naya bekerja, PT. Tinar perkasa Tbk.sebuah perusahaan di bidang kontraktor, pembangunan berbagai infra struktur di kota, sebagian besar di tangani oleh perusahaan tersebut.

Sudah tiga tahun Naya bekerja di perusahaan tersebut sebagai sekertaris, di mana perusahaan itu di pegang oleh Tiwi, sahabatnya sejak di bangku kuliah.

"Hai babe, gue pikir Lu nggak masuk lagi karena lelah habis belah duren" sapa Tiwi dengan senyum mengejeknya.

Naya hanya mencebik kesal.

Jangankan belah duren, tidur saja mereka tidak satu kamar.

"Cerewet, mending Lu tutup mulut dengan ini" Naya menyumpal mulut Tiwi dengan permen jahe yang ada di saku blazer nya.

"Sshh haaahhh Nayaaa.....awas Lu ya, gue santet baru tau rasa hueekhh ..."umpat Tiwi sambil memburahkan permen ber rasa jahe dari mulutnya.

"Rasain ..." umpat Naya lirih sambil memasuki ruangannya.

"Pagi mbak Nay....mau minum apa pagi ini, teh manis, kopi atau jahe madu telor" sapa Ujo sambil senyum smirk nya karena ia tahu kemarin Naya ijin untuk menikah.

"Nggak bang Ujo, aku air bening hangat seperti biasa aja..." jawab Naya lalu membenahi berkas di meja nya, dua hari tidak masuk, sudah banyak kertas menumpuk di 'memo in' di rak meja nya.

Tak tok tak.

"Mbak di panggil Non Tiwi di ruangannya" Ujo muncul sambil membawa segelas air hangat untuk Naya.

"Mau apalagi nini pelet itu, pagi-pagi nyari musuh" ucap Naya kesal.

Meski Tiwi adalah atasannya tapi mereka sudah berteman lama hingga tak ada rasa canggung di antara mereka bahkan jika saat bersama, keduanya sangat kompak dan akrab.

"Mungkin mau nanya-nanya tentang pengalaman malam pertama mbak" sahut Ujo santai.

"Ujo....awas Lu ya, ikut-ikut nini pelet itu" hardik Naya.

Ujo pun bergegas meninggalkan ruangan dengan cepat sebelum ada lemparan pulpen atau steples mendarat di kepalanya.

Ceklek.

"Mau apa Lu" sungut Naya kesal.

"Lu bener-bener anak buah durhaka ya Nay, inget gue ini atasan Elu, Lu harus hormat sama Gue" hardik tiwi keras tapi mimik wajah cengar-cengir.

"Ya udah pecat aja Gue, Gue ikhlas Kok" tantang Naya berani, karena seberapa keras ia meminta untuk resign maka Tiwi pun akan tetap kekeuh menolaknya, baginya Naya adalah salah satu karyawan yang sangat berharga baginya, selain cerdas dan cekatan Naya tidak banyak menuntut macam-macam seperti karyawan lain.

Bahkan saking berharga nya ia rela mohon ampun agar Naya tidak jadi resign.

"Ah Lu mah suka gitu, oke deh...gue manggil Elu karena mau nanya serius kok..." wajah Tiwi kini berubah ke mode puppy eyes.

Naya menghela nafas kasar lalu duduk di sofa panjang ruangan tersebut.

"Ada apa?" tanya nya sinis.

"Ehm...lu bawa oleh-oleh buat Gue nggak?" tanya Tiwi polos.

Settt.

Tatapan mata Naya kini berubah bagai tatapan srigala yang siap menerkam mangsanya.

Sudah dalam mode serius tapi ternyata Tiwi masih tetap mem bully nya.

"Oke ..oke..maaf ..hee hee ampun say, ini berkas dari klien,Lu baca apa rincian biaya yang mereka tulis sesuai dengan rencana bangunan yang mereka ajukan pada kita" ucap Tiwi cepat, paham bahwa Naya sedang tidak ingin bersenda gurau, dari tatapannya gadis itu tampak ingin sekali memotong-motong tubuhnya menjadi bagian kecil lalu menusuknya dan membakar di atas bara api.

"Oke Lu bisa kembali ke ruangan Lu" Tiwi membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Naya untuk meninggalkan ruangannya.

"Hiiih merinding bulu romaku..." ucapnya dengan nada suara berdendang.

Naya membawa berkas kembali ke ruangannya, hari ini ia sungguh sedang bad mood, kepalanya pun sedikit pusing, juga ada rasa tak nyaman di tubuhnya.

Sadar akan suatu hal, Naya segera melihat kalender di mejanya, dan benar saja hari ini memang tanggal masa periodenya.

Dengan panik Naya segera memeriksa laci meja di mana selalu tersedia pembalut yang ia siapkan jika dalam masa tak terduga.

"Nggak ada" ucapnya lirih setelah memeriksa semua laci.

Dengan langkah gontai ia pun kembali ke ruangan Tiwi yang berada di sebelahnya.

Tok tok tok.

"Masuk" terdengar Tiwi membalas singkat.

Naya pun melangkah perlahan tanpa suara ia menepiskan harda dirinya sejenak, dan meminta bantuan sahabatnya itu.

"Eh buset...Elu Nay, tumben ketuk pintu, biasanya juga pintu Lu anggap barang tak nyata, Lu nggak pernah menganggap daun pintu itu fungsinya untuk di ketuk" ucap Tiwi bernada sarkas.

"Lu ada 'kue jepang' nggak?" tanya Naya tanpa basa-basi.

"Buaaha ha haaa, baru juga malam pertama udah palang merah aja Lu, kaciaaan deh Lu" sindir Tiwi girang bukan main.

Naya hanya bisa pasrah dengan apapun yang Tiwi ucapkan, yang ia butuhkan saat ini adalah pembalut titik.

Dan hanya Tiwi lah yang bisa menolongnya karena pasti ia memiliki persediaan 'kue jepang' di laci meja kerjanya.

"Cepatlah, aku sudah nggak tahan" ucap Naya lirih dengan wajah memucat.

Memang sudah biasa jika hari pertama masa periodenya Naya akan mengalami kram perut yang rasanya sangatlah menyiksa dan Tiwi paham betul akan hal itu.

"Nih, sekalian obatnya juga, cepat Lu minum dan istirahat aja di ruangan Gue" ujar tiwi iba, lalu membuka pintu di belakang kursi yang ternyata memang ada ruangan khusus untuknya beristirahat.

Karena sudah sering Naya pun masuk ke ruangan tersebut untuk merebahkan tubuhnya.

Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori keningnya, wajahnya memucat bahkan bibir mungilnya pun bergetar.

"Nay, nih gue buat minuman sari jahe hangat impor, lu minum gih, itu obat dari C, asli racikan leluhur, bukan abal-abal, cepetan " Tiwi memapah Naya agar me negakkan tubuhnya.

Glek glek.

Dengan lembut Tiwi merebahkan kembali tubuh Naya yang lemas lalu menutupnya dengan selimut.

"Gue pikir kalau udah ngerasain belah duren, Lu nggak bakal ngerasain sakit lagi kalau lagi datang bulan" gumamnya lirih tapi masih bisa di dengar Naya dengan baik.

Naya hanya mampu menggerakan jari tengahnya ke arah Tiwi.

Tiwi hanya terkekeh lalu keluar dari ruangan, ia merasa iba juga karena Naya terlihat lemah tak berdaya.

Hanya Naya dan Elis lah yang mau bersahabat tanpa memandang harta.

Kedekatan ketiga nya bahkan melebihi ikatan saudara.

🤗🤗🤗🤗🤗🤗

Jangan lupa goyang jempolnya ya say....

Like, koment dan Vote, kopi dan bunga juga boleh banget 😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!