Naya segera membereskan bungkusan yang Ningsih siapkan untuk di bawa ke kantor dan me masukannya ke dalam tas kerja nya.
"Aku sudah berangkat, kalau kau mau buat sarapan, semua ada di kulkas" pesan yang Danu tulis di secarik memo kecil yang di letakan di atas meja makan.
Naya lalu menyimpan catatan tersebut di tasnya, lalu ia berangkat setelah sebelumnya memesan taxi online.
Jika di apartementnya, pasti lah Naya sudah bangun pagi dan membuat sarapan, karena perutnya yang terbiasa di isi makanan setiap pagi sebelum berangkat kerja.
Akhirnya taxi sampai di perusahaan tempat Naya bekerja, PT. Tinar perkasa Tbk.sebuah perusahaan di bidang kontraktor, pembangunan berbagai infra struktur di kota, sebagian besar di tangani oleh perusahaan tersebut.
Sudah tiga tahun Naya bekerja di perusahaan tersebut sebagai sekertaris, di mana perusahaan itu di pegang oleh Tiwi, sahabatnya sejak di bangku kuliah.
"Hai babe, gue pikir Lu nggak masuk lagi karena lelah habis belah duren" sapa Tiwi dengan senyum mengejeknya.
Naya hanya mencebik kesal.
Jangankan belah duren, tidur saja mereka tidak satu kamar.
"Cerewet, mending Lu tutup mulut dengan ini" Naya menyumpal mulut Tiwi dengan permen jahe yang ada di saku blazer nya.
"Sshh haaahhh Nayaaa.....awas Lu ya, gue santet baru tau rasa hueekhh ..."umpat Tiwi sambil memburahkan permen ber rasa jahe dari mulutnya.
"Rasain ..." umpat Naya lirih sambil memasuki ruangannya.
"Pagi mbak Nay....mau minum apa pagi ini, teh manis, kopi atau jahe madu telor" sapa Ujo sambil senyum smirk nya karena ia tahu kemarin Naya ijin untuk menikah.
"Nggak bang Ujo, aku air bening hangat seperti biasa aja..." jawab Naya lalu membenahi berkas di meja nya, dua hari tidak masuk, sudah banyak kertas menumpuk di 'memo in' di rak meja nya.
Tak tok tak.
"Mbak di panggil Non Tiwi di ruangannya" Ujo muncul sambil membawa segelas air hangat untuk Naya.
"Mau apalagi nini pelet itu, pagi-pagi nyari musuh" ucap Naya kesal.
Meski Tiwi adalah atasannya tapi mereka sudah berteman lama hingga tak ada rasa canggung di antara mereka bahkan jika saat bersama, keduanya sangat kompak dan akrab.
"Mungkin mau nanya-nanya tentang pengalaman malam pertama mbak" sahut Ujo santai.
"Ujo....awas Lu ya, ikut-ikut nini pelet itu" hardik Naya.
Ujo pun bergegas meninggalkan ruangan dengan cepat sebelum ada lemparan pulpen atau steples mendarat di kepalanya.
Ceklek.
"Mau apa Lu" sungut Naya kesal.
"Lu bener-bener anak buah durhaka ya Nay, inget gue ini atasan Elu, Lu harus hormat sama Gue" hardik tiwi keras tapi mimik wajah cengar-cengir.
"Ya udah pecat aja Gue, Gue ikhlas Kok" tantang Naya berani, karena seberapa keras ia meminta untuk resign maka Tiwi pun akan tetap kekeuh menolaknya, baginya Naya adalah salah satu karyawan yang sangat berharga baginya, selain cerdas dan cekatan Naya tidak banyak menuntut macam-macam seperti karyawan lain.
Bahkan saking berharga nya ia rela mohon ampun agar Naya tidak jadi resign.
"Ah Lu mah suka gitu, oke deh...gue manggil Elu karena mau nanya serius kok..." wajah Tiwi kini berubah ke mode puppy eyes.
Naya menghela nafas kasar lalu duduk di sofa panjang ruangan tersebut.
"Ada apa?" tanya nya sinis.
"Ehm...lu bawa oleh-oleh buat Gue nggak?" tanya Tiwi polos.
Settt.
Tatapan mata Naya kini berubah bagai tatapan srigala yang siap menerkam mangsanya.
Sudah dalam mode serius tapi ternyata Tiwi masih tetap mem bully nya.
"Oke ..oke..maaf ..hee hee ampun say, ini berkas dari klien,Lu baca apa rincian biaya yang mereka tulis sesuai dengan rencana bangunan yang mereka ajukan pada kita" ucap Tiwi cepat, paham bahwa Naya sedang tidak ingin bersenda gurau, dari tatapannya gadis itu tampak ingin sekali memotong-motong tubuhnya menjadi bagian kecil lalu menusuknya dan membakar di atas bara api.
"Oke Lu bisa kembali ke ruangan Lu" Tiwi membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Naya untuk meninggalkan ruangannya.
"Hiiih merinding bulu romaku..." ucapnya dengan nada suara berdendang.
Naya membawa berkas kembali ke ruangannya, hari ini ia sungguh sedang bad mood, kepalanya pun sedikit pusing, juga ada rasa tak nyaman di tubuhnya.
Sadar akan suatu hal, Naya segera melihat kalender di mejanya, dan benar saja hari ini memang tanggal masa periodenya.
Dengan panik Naya segera memeriksa laci meja di mana selalu tersedia pembalut yang ia siapkan jika dalam masa tak terduga.
"Nggak ada" ucapnya lirih setelah memeriksa semua laci.
Dengan langkah gontai ia pun kembali ke ruangan Tiwi yang berada di sebelahnya.
Tok tok tok.
"Masuk" terdengar Tiwi membalas singkat.
Naya pun melangkah perlahan tanpa suara ia menepiskan harda dirinya sejenak, dan meminta bantuan sahabatnya itu.
"Eh buset...Elu Nay, tumben ketuk pintu, biasanya juga pintu Lu anggap barang tak nyata, Lu nggak pernah menganggap daun pintu itu fungsinya untuk di ketuk" ucap Tiwi bernada sarkas.
"Lu ada 'kue jepang' nggak?" tanya Naya tanpa basa-basi.
"Buaaha ha haaa, baru juga malam pertama udah palang merah aja Lu, kaciaaan deh Lu" sindir Tiwi girang bukan main.
Naya hanya bisa pasrah dengan apapun yang Tiwi ucapkan, yang ia butuhkan saat ini adalah pembalut titik.
Dan hanya Tiwi lah yang bisa menolongnya karena pasti ia memiliki persediaan 'kue jepang' di laci meja kerjanya.
"Cepatlah, aku sudah nggak tahan" ucap Naya lirih dengan wajah memucat.
Memang sudah biasa jika hari pertama masa periodenya Naya akan mengalami kram perut yang rasanya sangatlah menyiksa dan Tiwi paham betul akan hal itu.
"Nih, sekalian obatnya juga, cepat Lu minum dan istirahat aja di ruangan Gue" ujar tiwi iba, lalu membuka pintu di belakang kursi yang ternyata memang ada ruangan khusus untuknya beristirahat.
Karena sudah sering Naya pun masuk ke ruangan tersebut untuk merebahkan tubuhnya.
Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori keningnya, wajahnya memucat bahkan bibir mungilnya pun bergetar.
"Nay, nih gue buat minuman sari jahe hangat impor, lu minum gih, itu obat dari C, asli racikan leluhur, bukan abal-abal, cepetan " Tiwi memapah Naya agar me negakkan tubuhnya.
Glek glek.
Dengan lembut Tiwi merebahkan kembali tubuh Naya yang lemas lalu menutupnya dengan selimut.
"Gue pikir kalau udah ngerasain belah duren, Lu nggak bakal ngerasain sakit lagi kalau lagi datang bulan" gumamnya lirih tapi masih bisa di dengar Naya dengan baik.
Naya hanya mampu menggerakan jari tengahnya ke arah Tiwi.
Tiwi hanya terkekeh lalu keluar dari ruangan, ia merasa iba juga karena Naya terlihat lemah tak berdaya.
Hanya Naya dan Elis lah yang mau bersahabat tanpa memandang harta.
Kedekatan ketiga nya bahkan melebihi ikatan saudara.
🤗🤗🤗🤗🤗🤗
Jangan lupa goyang jempolnya ya say....
Like, koment dan Vote, kopi dan bunga juga boleh banget 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments