Tiwi hanya menghela nafas panjang, wanita jika sedang dalam masa periodenya memang bisa berubah seratus delapan puluh derajat.
Yang tadinya kalem lemah lembut bisa jadi bar-bar, begitupun Naya, gadis lemah lembut dan kalem itu terlihat sangat menakutkan.
Jam sebelas siang Tiwi membuka ruangan pribadinya, di mana Naya masih tertidur lelap.
Ia sangat tahu sakit yang di alami oleh wanita di saat masa periodenya datang, Tiwi pun mengalami hal yang sama tapi tak separah yang Naya rasakan.
"Nay, sttt Lu lapar?" tanya Tiwi sambil menepuk pipi Naya.
Naya hanya menggelengkan kepalanya lemah, nafsu makannya seakan hilang meski perutnya belum ter isi apa pun sejak pagi.
"Gue pesenin nasi padang mau?" sambung Tiwi.
Kembali Naya menggerakan kepala nya menolak.
"Lu mau nya apa? perut Lu nggak boleh kosong."
"Gue nggak laper Wi ssshhh" desis Naya sambil meringis menahan sakit.
"Seblak mau?"Tiwi tahu selera jika sedang masa haid pastilah makanan pedas dan berkuah sangat cocok.
Naya menganggukan kepalanya cepat.
"Komplit pakai cabe tujuh" sahut Naya cepat.
"Oke tar Gue suruh Bang Ujo beliin."
Naya mengangguk pasrah, ia masih merasa sedikit kram juga kembung di perutnya.
"Masih sakit Lu Nay?"
"Sedikit" Naya menjawab singkat.
"Lu sekarang tinggal bareng suami Lu?"
"Iya Wi."
"Lalu apart Lu kosong dong?"sambung Tiwi yang di jawab anggukan kepala oleh Naya.
"Apa suami Elu, baik?" bagaimana pun Tiwi masih penasaran dengan suami Naya yang di jodohkan oleh ibunya itu.
Pria berdarah biru yang juga seorang CEO sebuah perusahaan besar di Jakarta, menjadi pilihan Ningsih untuk menjadi menantunya.
Naya yang merasa hutang budi karena Ningsih karena sudah merawat ayahnya dengan sepenuh hati, akhirnya menyetujui pernikahan tersebut.
Tiwi yang tahu seperti apa isi hati Naya, merasa gusar sebab sahabatnya itu tak pernah dekat dengan pria mana pun, bahkan saat kuliah Naya menolak banyak pria yang berusaha mendekatinya dengan alasan ingin fokus pada kuliahnya.
Dan hingga selesai kuliah bahkan sudah bekerja tiga tahun lamanya Naya tetap belum pernah memiliki hubungan dengan pria mana pun.
Kanaya Dewanty gadis dua puluh tiga tahun, dengan paras menawan, wajah oval kulit kuning langsat dengan hidung mungil mancung sungguh pria mana yang tak tertarik dengannya.
Pembawaan kalem dan tenang namun memiliki otak cerdas dan to the point.
Tiwi mengenal Naya sejak pertama duduk di bangku kuliah, bersama Elis mereka selalu bersama dalam suka dan duka.
Tiwi yang semua keluarganya tinggal di KL tentu saja sering menghabiskan waktu bersama dengan Elis dan Naya karena dirinya hanya tinggal sendiri di Indonesia.
Kedua orang tua Tiwi menugasinya untuk mengurus salah satu cabang perusahaan milik keluarganya yang berada di indonesia.
"Non, ini seblak nya.Yang pedas yang karetnya merah dan yang sedang, karet kuning" ujar Ujo menyerahkan dua kotak berisi seblak yang di beli nya di ruko di sebelah gedung perusahaan.
"Baik Bang, terima kasih...oiya Bang ujo nggak sekalian pesan?."
"Sudah Non, saya tadi beli ketoprak, ada di pantry."
"Ooh...,kalau ke sini tolong bawain minum ya bang, orange juice aja" sambung tiwi.
"Baik Non."
Tiwi pun membuka makanan lalu menyodorkan pada Naya.
"Hei cepet makan gih, nggak enak kalau udah dingin" ucapnya sambil mulai menyendokan seblak ke mulutnya.
Makan siang pun selesai dan seblak sudah berpindah ke perut Naya dan Tiwi.
"Oiya Wi, gue belum periksa berkas yang Lu minta tadi, maaf....ntar deh gue baca."
"Dah besok aja....nggak mendesak kok, berkas lain juga udah gue tanda tangan, Lu tenang aja, hari ini Gue bebasin Lu istirahat di sini."
Naya tersenyum haru lalu merangkul Tiwi erat.
"Kau memang bos terbaik" ucapnya lirih.
Kedua sahabat itu ber rangkulan erat.
"Aku hanya ingin kau tak melupakanku jika nanti kau menikah" ucap Tiwi lirih.
Pletak.
"Aaauhk ...kau menjitak bosmu??!!"
"Gue udah merid ...bukan nanti lagi blekok!" umpat Naya kesal.
"Oiya...gue ingetnya Lu masih gadis hee hee"ujar Tiwi lugu.
Aku memang masih gadis Wi.
Hari pun beranjak senja dan waktunya karyawan pulang.
"Lu bareng Gue aja Nay, sekalian Gue juga mau balik kok" ujar Tiwi.
Naya mengangguk pasrah.
Mobil Fortuner putih Tiwi melaju membelah kemacetan jalan kota jakarta.
Beruntung mereka tak terlalu lama berada dalam simpul kemacetan itu.
Hari sudah tampak gelap saat mereka menuju gedung besar tempat apartement Danu berada.
karena tak tega membiarkan Naya berjalan dengan lemas Tiwi pun mengantarnya hingga ke lantai di mana suami Naya tempati.
Ting.
Ceklek.
Tiwi menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan apartemen megah tersebut.
Ruangan luas yang terbagi beberapa ruang tampak begitu mewah, bahkan furtinur pun semua berbahan kualitas tinggi dan tentu saja mahal harganya.
"Sepi Nay" bisik Tiwi.
"Nggak tahu Gue, Dia nggak bilang pulang kerja jam berapa" jawab Naya dengan nada suara rendah, takut jika ternyata sang pemilik sudah berada di kamarnya.
"Gue pulang ya" ucap Tiwi.
"Heumm, makasih, hati-hati di jalan."
Tiwi mengangguk namun matanya masih sempat memindai ruangan, berharap melihat suami sahabatnya sudah pulang agar ia pun bisa berkenalan.
Lega hati Naya saat Tiwi akhirnya pergi, tak lucu jika sahabatnya tahu keadaan yang sebenarnya bahwa ia tinggal dengan kamar terpisah dari sang suami.
Ceklek.
Ruang kamar yang cukup luas dan nyaman, namun sangat dingin.
Naya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang besarnya.
Tok tok tok.
"Nay kau sudah pulang?" suara berat Danu mengagetkan Naya, rupanya sang suami sudah pulang dari tadi, terlihat rambutnya masih basah habis mandi.
"S sudah Mas.."
"Boleh aku masuk?"
"Silahkan."
Ikatan pernikahan macam apa ini, suami dan istri tinggal di kamar terpisah bahkan sang suami minta ijin jika hendak memasuki kamar istri, gila ...benar-benar gila.
Ucap Naya namun hanya ia utarakan dalam hatinya.
Ceklek.
"Kau sakit?" tanya Danu.
"Tidak Mas, hanya sedikit masuk angin, tadi sudah minum obat di kantor."
"Apa kita perlu ke dokter?"
"Tidak usah Mas, besok pun akan sembuh, hanya kurang istirahat mungkin" kilah Naya.
"Heum baiklah, aku hanya mau bilang kalau aku akan keluar, ada urusan dengan klien, dan untuk makanan tadi sudah bibi buatkan makanan untukmu, mungkin aku pulang larut" jelas Danu tenang.
"B baik mas."
"Kau makanlah dulu lalu istirahat, kalau ada apa-apa, hubungi aku."
Naya mengangguk meng iya kan.
Dengan kemeja panjang yang di lipat sebatas siku dan celana jeans hitam membuat Danu terlihat lebih menawan, rambut ikal dan rahang tegas menambah kesan wibawanya.
Dan tiga puluh menit perjalanan, akhirnya Danu memarkirkan kereta besinya di sebuah rumah luas yang terletak di perumahan elit di pinggiran kota.
Rumah du lantai dengan pilar besar sebagai penyangga, membuat rumah terlihat kokoh dan tinggi.
Anggukan satpam yang membuka gerbang di sambut senyum tipis pria tampan itu.
"Nona ada?" tanya Danu pada penjaga.
"Ada Tuan, baru saja pulang siang tadi" jawab penjaga.
Dengan langkah panjang danu membuka pintu rumah yang tampak sepi.
"Sayaang ...akhirnya kau datang, aku kangen muaachh" Silvy menyambut dengan pelukan mesra dan menghujani Danu dengan ciuman bertubi-tubi.
"Ku pikir kau sedang asik dengan istri mu" tanya Silvy sinis.
"Kau tahu yang ada di hatiku hanya kau sayang" Danu berucap sambil menyatukan bibirnya penuh nafsu ke bibir merah Silvy.
Keduanya saling memagut dengan panas, bahkan Danu membopong Silvi ke kamarnya tanpa melepas ciumannya.
"Aku merindukanmu sayang" suara Danu berat dengan mata mulai sayu.
Dan kamar luas Silvy pun menjadi saksi kegiatan panas keduanya, hanya terdengar ******* dan erangan manja Silvy memenuhi ruangan.
*
*
*
Model laki kayak gini mending di apain nih gaes.....
Jangan lupa like koment dan vote nya yaa.😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
@sulha faqih aysha💞
bikin rujak Thor rame rame kayaknya enak😊😡
2023-09-05
0